Detektif Arthur dihantui oleh kecelakaan mengerikan yang merenggut ingatannya tentang masa lalunya, termasuk sosok seorang gadis yang selalu menghantuinya dalam mimpi. Kini, sebuah kasus baru membawanya pada Reyna, seorang analis forensik yang cerdas dan misterius. Semakin dalam Arthur menyelidiki kasus ini, semakin banyak ia menemukan kesamaan antara Reyna dan gadis dalam mimpinya. Apakah Reyna adalah kunci untuk mengungkap misteri masa lalunya? Atau, apakah masa lalu itu sendiri yang akan membawanya pada kebenaran yang kelam dan tak terduga? Dalam setiap petunjuk forensik, Arthur harus mengurai teka-teki rumit yang menghubungkan masa lalunya dengan kasus yang sedang dihadapinya, di mana kebenaran tersembunyi di balik teka-teki forensik yang mengancam kehidupan mereka keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sintasina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengenang Masa Kuliah
Ketiganya langsung memasuki kafe "Dream Seeds" yang ramai itu. Arthur berjalan menuju sebuah meja di pojok dekat jendela besar, memungkinkan mereka untuk melihat aktivitas di luar kafe. Mereka bertiga duduk, menunggu pelayan untuk datang.
Setelah beberapa detik menunggu seorang pelayan mendekati meja mereka. "Mau pesan apa?" tanyanya dengan ramah.
Arthur langsung menjawab tanpa melihat buku menu. Ia sudah hafal menu dan pilihannya di kafe ini. "Americano coffee dan Spaghetti Carbonara," katanya lugas. Pelayan itu mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya ke Noah dan Reyna yang sedang melihat buku menu.
Noah berpikir sejenak sebelum berkata untuk memesan. "Espresso coffee dan spaghetti with pesto sauce," katanya, juga tanpa melihat buku menu, jelas Noah dan Arthur sudah terbiasa memesan makanan di sini.
Reyna menatap buku menu dengan mata sedikit melebar. Ia berusaha untuk tidak terkejut, tapi harga-harga yang tertera di buku menu membuatnya kehilangan selera makan. Bukannya ia tidak mampu membayar, tapi menurutnya, itu hanya membuang-buang uang untuk makanan yang tidak terlalu mengenyangkan dan bahkan porsinya terlihat... kecil. Ia terbiasa dengan sarapan yang sederhana dan praktis, lebih baik ia membeli bubur ayam di pinggir jalan saja, pikir Reyna.
"Ada apa, Reyna? Apakah kau sulit memutuskan pesananmu?" tanya Noah, memperhatikan Reyna yang terdiam cukup lama sambil menatap buku menu. Ia sedikit khawatir Reyna mengalami kesulitan dalam memesan, tapi Noah berpikir Reyna kesulitan karena makanan di menu terlalu banyak bukan karena harga yang sebenarnya di pikiran Reyna.
Sedangkan Arthur hanya menatap Reyna dengan acuh, sambil bersandar di kursinya. "Aku yang traktir," katanya, dengan nada yang seolah-olah tahu Reyna tidak akan sanggup membayar. Tersembunyi di balik tawarannya itu ada sedikit ejekan merendahkan.
Reyna bisa dengan cepat menangkap ejekan itu. Ia menatap tajam ke arah Arthur. "Aku bisa membayarnya sendiri… aku hanya… tidak terlalu lapar sekarang," jawab Reyna, agak pelan dan ragu-ragu di akhir kalimat. Tapi ia tetap merasa sedikit tersinggung dengan perkataan Arthur tadi.
"Oh ya?" kata Arthur, dengan senyum mengejek yang semakin mengembang, mengangkat satu alisnya. "Jika kau ingin berbohong, cobalah lebih baik," lanjutnya, menambah rasa kesal Reyna, Arthur suka melihat Reyna kesal karena dirinya entah karena apa.
Reyna menggeram pelan dengan gigi terkantup, "Grrr!" Ia kesal dengan sikap Arthur yang selalu meremehkannya.
Noah segera menengahi. "Sudah, sudah. Bagaimana kalau aku saja yang pesankan, Reyna sayang?" katanya dengan sedikit godaan. Reyna hanya diam, menerima tawaran Noah itu dalam diam. Noah kemudian berkata kepada pelayan yang dari tadi menunggu "Latte dan Lasagna," kata Noah dengan senyum ramah. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan yang di terima.
Sambil menunggu makanan datang, Noah dan Arthur mulai berbincang tentang masa kuliah mereka dulu. Noah bercerita dengan sedikit semangat, matanya berbinar mengingat berbagai kenangan. Arthur mendengarkan dengan acuh, tapi sesekali menyela dengan komentar singkat yang menunjukkan ia juga menikmati kilas balik masa lalu tersebut.
"Ingat tidak waktu kita begadang bersama mengerjakan tugas Hukum Pidana? Professor Albert hampir saja mengamuk waktu kita telat mengumpul," kata Noah, tertawa mengingat kejadian dimana Arthur dan Noah hampir di marahin profesornya, untung profesor itu sudah tua karena tidak baik marah marah saat tua.
Arthur mengangkat bahu sebagai tanggapan. "Mengerjakan tugas? Yang penting nilai kita bagus," jawabnya singkat, tapi suaranya menunjukkan ia juga mengingat kejadian tersebut.
Noah melanjutkan, "Dan waktu kita debat di kelas Hukum Internasional, aku hampir kalah debat dengan Kevin, untung kau membantuku saat itu," Noah berkata, mengingat persaingan akademis yang dulu mereka lalui.
"Dia payah," komentar Arthur, singkat dan acuh, namun terdengar sedikit bangga pada dirinya sendiri seolah karena dialah saat itu mereka menang.
Mereka bercerita tentang berbagai hal seperti: kuliah, ujian, gadis-gadis kampus, dan petualangan kecil mereka di masa kuliah. Noah, dengan antusiasnya, melukiskan detail-detail peristiwa, sedangkan Arthur, dengan caranya yang khas, memberikan komentar-komentar singkat namun tajam. Keduanya tampak menikmati mengenang masa-masa mereka bersama.
Reyna hanya mendengarkan, sesekali mengangguk. Ia tidak banyak berkontribusi dalam percakapan mereka. Tidak seperti Noah dan Arthur yang memiliki banyak kenangan di kampus, Reyna merasa ia tidak punya banyak hal untuk dikenang dari masa kuliahnya.