Sila, seorang gadis karier dari dunia modern yang tajam lidah tapi berhati lembut, terbangun suatu pagi bukan di apartemennya, melainkan di sebuah istana mewah penuh hiasan emas dan para pelayan bersujud di depannya—eh, bukan karena hormat, tapi karena mereka kira dia sudah gila!
Ternyata, Sila telah transmigrasi ke tubuh seorang selir rendahan bernama Mei Lian, yang posisinya di istana begitu... tak dianggap, sampai-sampai namanya pun tidak pernah disebut dalam daftar selir resmi. Parahnya lagi, istana tempat ia tinggal terletak di sudut belakang yang lebih mirip gudang istana daripada paviliun selir.
Namun, Sila bukan wanita yang mudah menyerah. Dengan modal logika zaman modern, kepintarannya, serta lidah tajamnya yang bisa menusuk tanpa harus bicara kasar, ia mulai menata ulang hidup Mei Lian dengan gaya “CEO ala selir buangan”.
Dari membuat masker lumpur untuk para selir berjerawat, membuka jasa konsultasi percintaan rahasia untuk para kasim.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Hari itu, langit Kekaisaran Timur tampak berbeda. Awan menggantung berat di atas Istana Langit, seolah langit sendiri tahu bahwa hari itu akan menjadi penanda sejarah baru.
Mei Lin, sang Permaisuri yang dicintai rakyat dan ditakuti para selir di masa lalu, mulai menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan.
Tapi tentu, dalam gaya Mei Lin yang tak biasa, segalanya pun tidak berjalan seperti permaisuri lainnya.
Pagi itu, para dayang masuk ke kamar Permaisuri dan mendapati Mei Lin berdiri di atas ranjang sambil... memainkan lonceng kecil.
"Kenapa Beliau main lonceng?" bisik salah satu dayang.
"Membangunkan bayi, katanya... biar nggak terlalu kaget kalau harus keluar nanti," jawab pelayan pribadi Mei Lin dengan pasrah.
Tiba-tiba, Mei Lin berkata lantang, “Aku rasa waktunya tiba! Tapi... boleh nggak nanti kalau selesai lahiran, aku makan mie dengan taburan kelapa dan saus kedelai?”
“Yang Mulia... kita fokus dulu, ya,” ujar tabib yang dari tadi ikut bersama para dayang dengan peluh dingin.
Ruang khusus untuk kelahiran sudah disiapkan sejak bulan lalu. Tapi tidak satu pun yang bisa memprediksi bahwa sang permaisuri akan tetap cerewet meski kontraksi datang tiap menit.
“Aku nggak mau teriak. Aku Permaisuri. Aku harus anggun,” kata Mei Lin sambil menggigit sapu tangan.
Lima menit kemudian: “AKU MAU TERIAK!”
Tabib hampir jatuh karena dikagetkan, sementara Si Tang dan Panglima Mo berdiri di luar pintu dengan wajah tegang.
Kaisar Liang Xu sendiri... berkali-kali ingin masuk, tapi selalu ditolak oleh Mei Lin.
“Biar aku hadapi ini sendiri. Tapi setelah ini... kamu harus kasih aku izin buat bikin pesta jagung bakar sepanjang taman!” seru Mei Lin
Siang menjelang dengan langit yang bersih tanpa awan, dihiasi matahari yang bersinar terang seakan turut menyambut kedatangan kehidupan baru di dunia.
Istana Kedamaian dipenuhi ketegangan bercampur harap. Seluruh penjuru istana, dari dapur hingga ruang utama, bersiaga. Para tabib terbaik telah berkumpul. Dan di tengah-tengahnya, sang Permaisuri Mei Lin sedang berjuang di ruang bersalin, wajahnya berkilau oleh keringat namun sorot matanya tetap kuat.
Kaisar Liang Xu duduk gelisah di luar, menatap pintu yang tertutup rapat. Si Tang berdiri di sampingnya dengan tangan penuh gulungan doa dan kantung wewangian untuk mengusir roh jahat.
“Kenapa lama sekali?” gumam Kaisar.
“Karena bukan memanggil menteri, Paduka. Ini memanggil anak,” sahut Si Tang, mencoba melucu meski suaranya gemetar.
Tiba-tiba suara tangisan bayi memecah keheningan.
Satu... lalu disusul suara tangisan kedua!
Pintu terbuka. Tabib istana keluar dengan senyum lebar di wajahnya.
“Selamat, Paduka. Anda dan Permaisuri telah dikaruniai anak kembar: seorang pangeran dan seorang putri.”
Kaisar Liang Xu berdiri kaku, matanya membelalak. “Kembar?”
Tabib mengangguk. “Ya, Paduka. Yang pertama lahir seorang anak laki-laki. Dan tak lama setelahnya, lahirlah seorang putri yang sehat dan kuat.”
Riang dan Haru itu yang di rasakan Kaisar Liang Xu
Saat Kaisar masuk ke dalam, ia mendapati Mei Lin lemah namun tersenyum bahagia. Di pelukannya ada dua gulungan kecil berselimut kain sutra halus putra dan putri mereka. Anak laki-laki tampak tenang, dengan tangan mengepal seperti prajurit kecil. Sedangkan adik perempuannya menguap lebar dan mengibas tangannya seperti menyuruh ayahnya cepat mendekat.
“Astaga...” Kaisar duduk di sisi ranjang, suara tenggorokannya tercekat. “Dua-duanya... sangat cantik dan... keras kepala.”
“Mirip siapa ya?” gumam Mei Lin sambil mengelus pipi si kecil.
“Kalau keras kepala, jelas menurun dari ibunya,” sang Kaisar membalas, lalu mencium kening Mei Lin dengan penuh syukur.
Siang itu juga, dilakukan upacara penamaan secara tertutup. Anak laki-laki diberi nama Liang Rui Feng bermakna kekuatan dan angin yang membawa perubahan. Sementara sang adik perempuan diberi nama Liang Lang Yue cahaya bulan yang lembut namun penuh pesona.
“Rui Feng akan menjadi penjaga. Lang Yue akan menjadi cahaya bagi negeri ini,” bisik Mei Lin sambil memeluk kedua bayinya.
Kaisar mengangguk. “Kita akan membesarkan mereka bersama, dengan tawa, cinta, dan... segudang kesabaran.”
Si Tang yang ikut mengintip dari balik tirai hanya bisa menahan air mata haru sambil bergumam, “Dua calon tiran kecil... dunia belum siap.”
"Cengeng" ujar Qin Mo lalu membuang muka sembari mengelap jejak air mata nya.
Dan demikianlah, hari itu menjadi awal dari bab baru dalam kisah Kekaisaran Liang di mana bukan hanya cinta antara Mei Lin dan Liang Xu yang berkembang, tapi juga lahir harapan baru untuk masa depan yang cerah.
Dua bayi kecil, dua takdir besar. Dan sepasang orang tua luar biasa yang siap menuntun mereka... dengan cara yang tak pernah biasa.
...----------------...
Sejak kelahiran Pangeran Liang Rui Feng dan Putri Liang Lang Yue, 3 bulan lalu. Istana berubah total,
Suasana yang dulu kaku dan penuh aturan mulai sering dihiasi tawa, jeritan pelayan, dan suara tangisan bayi yang bergema di koridor. Para pelayan tampak lebih sibuk dari biasanya, dan wajah Kaisar Liang Xu yang dulu dingin kini sering terlihat panik... terutama ketika digigit oleh putrinya sendiri.
Dua Bayi, Dua Dunia itulah yang di rasakan penghuni istana saat ini.
Liang Rui Feng adalah bayi yang tenang. Ia jarang menangis, matanya tajam seperti elang kecil dan bahkan ketika baru berusia dua bulan, ia sudah mulai menatap setiap orang dengan ekspresi menghakimi. Si Tang menyebutnya “Kaisar Kecil”.
Sedangkan Liang Lang Yue... ah, sang putri! Bayi perempuan itu luar biasa aktif. Ia suka menendang, memukul, dan merebut apa pun yang dipegang kakaknya. Dan kemarin, Si Tang bahkan menemukan Putri kecil itu berhasil memanjat bantal besar dan berguling ke atas kasur sambil tertawa cekikikan, meninggalkan bayinya pelayan yang kaget setengah mati.
“Yang satu jadi kaisar, yang satu jadi jenderal,” ujar Mei Lin sambil memandikan keduanya.
“Atau... yang satu jadi penulis puisi, yang satu jadi petarung jalanan,” gumam Si Tang dengan suara lirih.
Pagi ini entah pikiran dari mana tiba tiba kaisar Liang Xu nekat berkata, “Biar aku yang ganti popok kali ini.”
Si Tang langsung bersiap kabur. “Saya... saya ingat ada laporan penting di dapur.”
"Dan saya lupa jika ada yang tertinggal di Pasar" ujar Qin Mo lalu pergi
Mei Lin menyeringai, “Baiklah, Paduka. Ini kesempatan bagus.”
Tiga menit kemudian... terdengar teriakan.
“Astaga! Kenapa seperti ini?! Mereka ini... makhluk atau peledak kecil?” seru kaisar yang kaget
Mei Lin hanya tertawa terpingkal-pingkal, sambil menunjukkan cara membungkus popok dengan satu tangan. “Ingat, yang penting jangan lihat langsung ke arah senjata utama.”
“Senjata?” tanya kaisar bingung
“Pipis mereka. Mereka ahli menyemprot.” jawab Mei Lin
Tidak hanya kamar bayi yang kacau. Dapur istana kini seperti medan perang. Karena Mei Lin sedang menyusui, ia memiliki nafsu makan luar biasa dan ngidam makanan aneh-aneh.
“Aku ingin roti panggang isi acar mangga, dilumuri madu dan taburan cabe kering.”
Para juru masak melongo.
“Dan jus semangka dengan sejumput garam laut dan dua lembar daun mint. Tapi daunnya harus yang dipetik oleh anak pelayan paling muda.”
“Kita... kita harus membuat sistem giliran ngambil daun mint,” ujar pelayan dapur dengan panik.
bersambung
bukan hanya pedang tapi kata² yang tepat juga bisa memutus permusuhan
tapi itu pula yang paling aku suka 😅