Hinata di titipkan pada keluarga Hashirama oleh ayahnya yang menghilang secara tiba-tiba.
Di sana, di rumah besar keluarga itu yang layaknya istana. Hadir empat orang pangeran pewaris tahta.
Uchiha Sasuke
Namikaze Naruto
Ootsutsuki Toneri
Kazekage Gaara
Akankan Hinata bisa bertahan hidup di sana?
Disclaimer : All Character belongs to Masashi Kishimoto. Namun kisah ini adalah original karya Author. Dilarang meniru, memplagiat atau mencomot sebagian atau keseluruhan isi dalam kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vita Anne, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Two Fraction
Kakek masih menatap Hinata lekat-lekat sementara gadis itu hanya mengusap punggung tangannya yang gemetar.
Bukan tanpa alasan kakek membawa nama~nya ke rumah ini sejak beberapa tahun lalu. Semua jadi masuk akal di kepalanya.
Di belahan dunia mana seorang pengusaha besar menjodohkan anggota keluarganya dengan orang biasa seperti diri~nya.
Meski Ayah adalah orang kepercayaan Kakek. Itu belum cukup menjadi alasan yang kuat untuk mereka menjalin ikatan saudara dengan saling menikahkan keduanya.
Benar, karena pernah ada kejadian di masa lalu. Kejadian dimana semua di mulai dulu.
Hinata kembali memejamkan matanya seraya menghembus nafas dalam.
Flashback
Tubuh Hinata bergetar takut. Dia memegang cup teh yang mengepul di depan wajahnya. Dia sedang duduk di ruang gawat darurat rumah sakit. Dia Bersyukur, dia masih selamat dan sadar sampai saat polisi dan ambulance datang ke sana. Ke lokasi kejadian kecelakaan itu.
Gadis itu meringis ketakutan melihat apa yang ada di depan matanya. Kedua orang itu terluka dan bersimbah darah, salah satunya mengeluarkankan darah lebih banyak di kakinya. Dia si pengendara motor dan lelaki yang telah menyelamatkan nya tadi.
Ayah berlari menghampiri Hinata bersama Kakek yang mengikuti di belakangnya dengan wajah khawatir. Sementara ayah menghampiri Hinata, Kakek beranjak cepat ke dalam ruang operasi bersama beberapa orang di belakangnya.
"Kau baik-baik saja sayang?" Tanya Ayah sembali memeluk sang putri yang langsung menyusupkan wajahnya ke dalam jas besar Ayah dan melingkari lengannya di sana, dia menangis ketakutan.
"Tenanglah! Ayah sudah di sini." Ucap ayah sembari mengecup pucuk kepala sang putri memberikan ketenangan.
...°°°...
Hinata sedang berjalan dengan wajah sembab sembari mengenakan pakaian pasien. Meski dia tidak mengalami luka serius dia harus tetap di sini. Menjalani beberapa pengobatan dan terapi untuk trauma nya.
Gadis itu melewati sebuah kamar berdinding kaca dimana seorang pria sedang di rawat tak sadarkan diri. Di bawahnya ada seorang wanita paruh baya sedang menangis hebat dan memohon pada semua dokter yang ada di sana.
Wanita itu meraung hebat dan hampir kehabisan suaranya yang sejak tadi terus menangis terisak-isak.
"Hiks hiks... Bagaimana kami bisa melanjutkan hidup kami dengan cara seperti ini! Tolonglah... Kenapa kalian begitu kejam pada ku?... Aku tidak akan bisa menanggung semua nya sendiri mulai sekarang, bagaimana bisa dia kehilangan kedua kakinya, ini tidak benar, Tuhan tolonglah suami ku!!!"
Hinata menangkup bibirnya dengan kedua telapak tangannya yang gemetar. Matanya ikut bergetar hebat karena takut.
Apakah itu benar? Dia kehilangan kedua kakinya?
Dia melihat pria yang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang rawat di depan wanita itu.
Benar! Kakinya terbalut perban sampai batas perpotongan dengkul.
Hinata terduduk di bangku tunggu di lorong rumah sakit dengan lesu. Perasaan bersalah ini seolah mencabik hatinya. Semua adalah salahnya. Andai saja malam itu dia tidak pergi dari hotel dan merancu. Semua ini tidak akan terjadi. Dan dia tidak akan melukai siapapun.
Segaris air mata meluncur membasahi kedua pipi yang memerah. Gadis itu mengusap pipinya kasar sembari terisak. Memaki dirinya dengan sumpah serapah yang tidak akan bisa membayar luka siapapun.
Jika harus ada yang terluka! Seharusnya itu adalah dia, bukan orang lain!
...°°°...
Hinata kembali melangkah dengan gontai. Dia harus kembali ke kamar rawatnya. Tubuhnya terasa gemetar sejak tadi karena rasa takut dan putus asa juga rasa bersalah. Ayah sedang di kantor polisi mengurus semuanya.
Dia tercekat, melihat pemandangan yang ada di depannya.
"Biarkan aku bertemu dengannya! Dia harus merasakan apa yang ku rasakan! Dia harus menderita, aku harap dia kehilangan kedua kakinya seperti apa yang suami ku rasakan! Kemana hati nurani kalian Tuan! Pergilah kalian semua! Persetan dengan semua!"Suaranya memekik nyaring.
Wanita itu datang ke sana. Ke kamar VIP dimana Sasuke di rawat. Dia memohon untuk masuk dan bertemu pria itu namun beberapa penjaga menghalanginya. Sebelumnya, dia terus memaki dan memukul penjaga di depan kamar itu seraya mengamuk dengan deraian air mata dan isak tangis yang sejak tadi tidak berhenti.
Hinata melangkah dengan pelan, mendekati wanita itu dan meraih tangannya perlahan. Dia tidak bisa menahan air mata yang kembali jatuh di sana. Di kedua belah pipinya yang memerah dan basah oleh air mata.
Gadis itu tersungkur seraya memohon. Dia berlutut seraya memegang tangan wanita itu dengan kedua tangannya, tubuhnya masih terus bergetar hebat. Isakan tangis yang kini lolos dari bibirnya tidak bisa lagi dia kendalikan.
"Ma_maafkan__ aku!"Desis gadis itu pelan dengan suara terbata. Dia menunduk penuh rasa bersalah. Tenggorokannya seolah tercekat dan dia menelan ludah serat sebelum kembali melanjutkan kalimatnya."Ini semua salah ku! Aku yang harus menanggung semuanya. Bukan orang lain, bukan suami anda, atau orang yang ada di dalam sana! Semua ini salah ku. Hiks hiks! seharusnya anda menghukum ku saja." Ucap gadis itu dengan suara bergetar karena tangis yang pecah.
Wanita itu tercekat. Melihat seorang gadis muda sedang berlutut di depannya memohon pengampunan. Meski dia masih belum menerima apa yang terjadi. Dia tahu gadis itu memohon ampun dengan tulus.
Terlihat jelas di mata bulannya yang basah oleh air mata. Namun rasa marah yang wanita itu rasakan tidak bisa mereda meski dia melihat ketulusan terpancar dari wajah Hinata yang lusuh.
"Anda pantas menghukum ku dengan apapun. Dan aku akan menerima semuanya. Aku mohon hukum aku... Aku akan mati dengan rasa bersalah. Aku, akan menanggung semuanya. Hiks hiks!!" Sambung gadis itu lagi sembari mengusap air mata yang telah membanjiri kedua belah pipinya.
Pria itu di sana, Sasuke melihat Hinata yang sedang bersimpuh melalui kaca di antara pintu ruang rawatnya. Hatinya tercekat melihat apa yang telah dilakukan gadis itu.
Dia tidak bisa melakukan apapun. Kakek menyuruhnya untuk tetap diam dan menjauh dari Segala yang bersinggungan dengan kecelakaan itu.
Meski dia ingin sekali mengatakan sesuatu dan ikut menanggung rasa bersalah yang wanita muda itu rasakan. Namun, dia tidak bisa membantah apa yang telah kakek instruksikan agar masalah tidak semakin besar.
Sementara Hinata masih menangis tanpa dia tahu apa yang bisa dia lakukan untuk membuat segalanya lebih baik. Perasaan bersalah ini memenuhi seluruh hati dan perasaannya. Semua terasa menghancurkan hidupnya.
Beberapa langkah di belakangnya. Seorang Pria tinggi dengan mata sebiru lautan melihat punggung gadis itu yang tengah berlutut seraya memohon. Apa yang dia lakukan Membuat semuanya terdiam tanpa bisa melakukan apapun.
Pria itu hanya menyilangkan tangan di depan dada seraya menatap Hinata lekat-lekat.
Dia, Namikaze Naruto. Cucu kedua kakek, tengah menatap kejadian memilukan di depannya dengan raut wajah yang sulit di artikan.
Flashback Off
To be continued