Maura terpaksa menyetujui ajakan Elvano yang memintanya untuk melakukan pernikahan palsu setelah mengetahui kekasihnya berselingkuh dengan sahabat baiknya sendiri.
Elvano sendiri adalah seorang pengusaha sukses yang masih betah menyendiri karena sedang menunggu kekasihnya kembali. Tekanan dari keluarga membuat Elvano terpaksa harus mengikat perjanjian dengan seorang gadis yang baru saja dikenalnya.
Apakah mereka mampu menjaga rahasia pernikahan palsu mereka, ataukah cinta sejati akan mengubah rencana mereka?
Simak kisahnya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 : Perasaan bersalah.
Selama masa pemulihan, Rosa dan Oma Mia melarang Maura keluar rumah. Makan, tidur, menonton televisi, itu yang dilakukan oleh Maura selama dua minggu terakhir sejak drama keguguran yang dibuatnya. Oma Mia melarangnya untuk melakukan aktivitas apapun, wanita tua itu memperlakukan Maura dengan sangat baik dan tidak membiarkan Maura mengalami lelah.
"Ya ampun, aku benar-benar sangat bosan!" keluh Maura yang kini sedang duduk di atas ranjang dengan layar televisi yang menyala.
"Sampai kapan mereka akan memperlakukan aku seperti orang sakit? Bahkan datang bulanku sudah berakhir sejak satu minggu yang lalu." Maura kembali menggerutu, kali ini dia benar-benar sudah merasa bosan.
Maura meraih remote tv diatas nakas, mematikan televisinya lalu bergegas turun dari ranjang. Maura ingin menemui Oma Mia dan meminta izin untuk pergi ke kantor Elvano, namun begitu sampai di depan kamar Oma Mia, langkahnya tertahan saat mendengar percakapan antara Rosa dan Oma Mia didalam kamar.
"Sudahlah, Bu, jangan terus dipikirkan, nanti juga Maura bisa hamil lagi. Mereka kan masih muda dan masih banyak kesempatan untuk memiliki seorang anak." Rosa mengusap lembut bahu ibu mertuanya.
"Ibu hanya kepikiran saja, Ros. Padahal tinggal beberapa bulan lagi rumah kita ini akan ramai dengan tangisan dan tawa seorang bayi, tapi ternyata takdir berkata lain." ucap Oma Mia.
"Ibu tidak marah dan tidak menyalahkan siapapun, semua ini adalah musibah, tidak ada yang tahu kalau Maura akan mengalami hal yang sama seperti ibu dulu." Oma Mia menitikkan air matanya, namun langsung dia seka dengan jari-jari tangannya.
"Ini, Ibu minum obatnya dulu." Rosa memberikan obat yang baru saja dia keluarkan dari dalam botol. "Jangan terus dipikirkan, nanti darah tinggi Ibu bisa naik."
Oma Mia mengangguk, "Setelah ini kamu lihat Maura ya? Pastikan dia makan dengan teratur supaya saat pergi berbulan madu nanti kondisinya sudah fit,"
Oma Mia menerima uluran gelas berisikan air putih dari tangan menantunya, memberikan gelas itu kembali setelah dia meminum obatnya. Mereka bahkan tidak menyadari kehadiran Maura yang sedang berdiri di dekat pintu kamar. Tubuh gadis itu membeku dengan mata berkaca-kaca.
Selama ini Oma Mia selalu tersenyum dan bersikap seolah musibah keguguran yang dialaminya bukanlah suatu masalah besar. Namun hari ini Maura menangkap sesuatu yang berbeda, wanita itu menangis dan terlihat begitu sedih.
Maura melangkahkan kakinya mundur beberapa langkah saat mendengar Rosa berpamitan keluar, lalu kembali berjalan maju seolah ingin menunjukkan bahwa dia baru saja datang dan bersikap seolah tidak mendengar apapun.
"Ma." panggil Maura saat melihat Rosa keluar dari kamar Oma Mia.
"Eh, Maura. Kamu kok turun, Sayang. Apa kamu butuh sesuatu?" tanya Rosa sembari berjalan mendekat setelah menutup pintu kamar Oma Mia dengan rapat.
"Aku boleh keluar nggak, Ma?" tanya Maura. "Aku bosan dikamar dan dirumah terus, aku ingin pergi ke kantor kak El dan mengajaknya makan siang diluar,"
Rosa terdiam sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepala, "Mau diantar sama supir, Sayang?" tanyanya menawarkan.
Maura menggeleng cepat dengan sebuah senyuman yang dipaksakan, "Nggak usah, Ma. Aku bawa mobil sendiri saja."
"Tapi..."
"Aku sudah merasa lebih baik kok, Ma, jadi Mama nggak usah khawatir." terang Maura seolah tahu akan kekhawatiran mama mertuanya.
"Ya sudah," Rosa akhirnya setuju. "Tapi kamu hati-hati ya dijalan. Kalau sudah sampai kantor El langsung kabarin Mama."
"Ya, Ma."
Maura mengambil salah satu kunci mobil dari dalam lemari. Bukan kantor Elvano tujuan utamanya, Maura bahkan tidak tahu kemana dia akan pergi membawa mobilnya. Dia hanya mengikuti arah jalan didepannya. Saat ini pikirannya tengah berkecamuk, obrolan Oma Mia dan Mama Rosa menganggu hati dan pikirannya.
Maura bahkan tak sempat mengganti pakaiannya, dia hanya mengenakan celana pendek diatas lutut dengan atasan kaos body fit berwarna jingga. Rambutnya diikat tinggi ke atas, wajahnya polos tanpa polesan makeup. Sebenarnya tadi Rosa ingin mengingatkan Maura untuk berganti pakaian lebih dulu, namun Maura sudah keburu pergi dan berpura-pura tidak mendengar panggilan dari mama mertuanya.
Mobil berwarna putih itu menepi saat melewati jalanan yang cukup sepi, Maura membenamkan wajahnya di atas setir mobil dengan kedua tangan yang dia pakai sebagai tumpuan. Air matanya mengalir seiring dengan perasaan bersalah yang terus menghinggapi. Tangis itu kian keras dan hanya dia seorang yang bisa mendengarnya.
...••••••••••...
Siang ini Elvano sedang berada di sebuah restaurant dan sedang menikmati makan siang bersama seorang klien sembari membahas proyek kerjasama yang sedang mereka rencanakan.
"Malam itu di acara gala dinner saya sempat melihat Anda datang bersama seorang wanita, siapa wanita itu?" tanya Tuan Mike.
"Wanita itu, dia istri saya." jawab Elvano dengan senyuman tipis diwajahnya.
"Anda sudah menikah? Maaf saya tidak tahu tentang itu," ungkap Tuan Mike penuh sesal.
"Tidak apa, lagipula pernikahan kami memang sengaja belum di publikasikan karena saat ini istri saya sedang sakit." jawab Elvano.
Drddttt... Drddttt...
Elvano melirik ponselnya diatas meja dan melihat ada panggilan dari sang mama disana.
"Permisi, saya angkat telepon sebentar."
Elvano berjalan sedikit menjauh setelah mendapatkan anggukan dari Tuan Mike, menggeser tombol jawab dan mendekatkan ponsel itu ke telinganya.
"El, Maura sudah sama kamu, kan?" tanya Rosa dengan suara yang terdengar khawatir.
"Maura?" kening Elvano nampak berkerut.
"Iya, tadi Maura pamit katanya mau ke kantor kamu dan mau ngajakin kamu makan siang bareng. Mama suruh dia buat ngabarin Mama kalau sudah sampai, tapi dari tadi Mama telepon nggak di angkat-angkat, pas Mama cek kekamar kalian ternyata Maura nggak bawa handphone. Handphonenya ketinggalan di atas meja." terang Rosa panjang lebar.
Otak Elvano langsung berpikir dengan cepat, memikirkan kemungkinan-kemungkinan dimana Maura sekarang.
"Ah, iya Ma, Maura sudah bersamaku sekarang dan kami sedang makan siang bareng." Elvano terpaksa berbohong supaya keluarganya tidak cemas.
"Kalau begitu aku tutup teleponnya dulu ya, Ma. Kasihan Maura sudah nungguin."
Rosa lega mendengarnya. "Oh, iya El. Nanti Maura pulangnya sama kamu saja ya, jangan bawa mobil sendiri. Kondisinya belum benar-benar pulih, Mama khawatir terjadi apa-apa dijalan."
"Ya, Ma."
Elvano tertegun sejenak begitu panggilan telepon itu terputus. Sejak tadi bahkan dia tidak mendapatkan kabar dari asistennya yang memberitahukan jika Maura datang berkunjung ke kantor. Mungkinkah sekarang Maura memang sudah sampai di kantor dan sedang menunggunya?
Elvano menekan tombol panggil untuk menelpon asistennya yang saat ini sedang standby dikantor.
"Ryan, apa istriku ada dikantor sekarang?"
"I-istri?" ada jeda sejenak setelah asisten Ryan mengulang kata istri yang diucapkan oleh tuan mudanya. "Tidak ada, Tuan. Sejak tadi saya disini dan saya tidak melihat kehadiran nona Maura di kantor."
Elvano terkejut mendengar jawaban yang diberikan oleh asistennya. Jika Maura tidak ada dirumah dan dikantornya, lalu dimana gadis itu sekarang?
...
...
...
Bersambung...
semua perbuatan yg dipilih ada yg harus dipertanggungjawabkan bukan?
itu jalan yg lu pilih
nikmati aja😏
..pertama dan terakhir😏😏😏
emang kenapa?
kepo deh🤣🤣
mau gak?
🤣🤣
up lagi Thor 😭😭
semangat Thor updatetan ya
selalu ditunggu
mudah mudahan terjadi yg diinginkan 🤣🤣
keguguran ni jgn jgn alesannya