Salah masuk kamar, berujung ngamar ❌ Niat hati ingin kabur dari Juragan Agus—yang punya istri tiga. Malah ngumpet di kamar bule Russia.
Alizha Shafira—gadis yatim piatu yang mendadak dijual oleh bibinya sendiri. Alih-alih kabur dari Juragan istri tiga, Alizha malah bertemu dengan pria asing.
Arsen Mikhailovich Valensky—pria dingin yang tidak menyukai keributan, mendadak tertarik dengan kecerewetan Alizha—si gadis yang nyasar ke kamarnya.
Siapa Arsen sebenarnya? Apakah dia pria jahat yang mirip seperti mafia di dalam novel?
Dan, apakah Alizha mampu menaklukkan hati pria blasteran—yang membuatnya pusing tujuh keliling?
Welcome to cerita baper + gokil, Om Bule dan bocil tengilnya. Ikutin kisah mereka yang penuh keributan di sini👇🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wardha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bukan film bilu!
Arsen sudah berdiri di depan pintu kamar mandi dengan wajah serius, tapi keningnya berkerut menahan tawa. "Alizha, kamu bilang kebanjiran. Saya pikir benar-benar banjir."
Dari dalam, Alizha sudah ngomel-ngomel tidak karuan. "Ya memang banjir! Kamu tahu saya lagi kedatangan tamu. Red day! You know? Tembus!"
Arsen mendengus geli, lalu melangkah ke arah pintu depan ketika suara bel terdengar. Anton datang membawa kantong besar. "Ini pakaian yang Tuan minta."
Arsen buru-buru mengambilnya, lalu meminta Anton untuk pergi. Dia enggan ditatap penuh selidik oleh asistennya itu.
Dia kembali ke depan pintu kamar mandi. "Baby goat, saya taruh di gagang pintu. Ambillah."
Pintu sedikit terbuka, tangan mungil Alizha menyambar kantong itu secepat kilat, lalu ditutup dengan keras. Suara gaduh terdengar dari dalam, entah dia sedang mengomel atau bernyanyi sumbang.
Arsen menyandarkan bahunya ke dinding, bibirnya tidak bisa menahan senyum. "Gadis itu benar-benar seperti bom waktu. Bisa meledak kapan saja."
Beberapa menit kemudian, pintu terbuka. Alizha keluar dengan wajah masih setengah kesal, tapi bajunya sudah rapi dan wangi. "Kalau bukan karena saya ini wanita baik-baik, sudah saya lempar sandal ke kepala si bule gemblung itu. Saya minta pakaian, kok malah ditawarin kerang." Ternyata dia masih salah paham juga.
Arsen menoleh perlahan, senyum sinisnya muncul. "Lemparlah. Saya ingin lihat apakah sandalmu cukup keras untuk menembus kepala batu saya."
Alizha mendengus, lalu melipat tangan di dada. "Dasar bule edan!"
Arsen terkekeh lagi. "Ngomel saja terus. Karena omelanmu itu yang membuat saya tertarik."
Alizha terdiam sejenak, wajahnya langsung memerah. "Tidak perlu gombal begitulah. Masih pagi ini, Mister."
Arsen hanya mengangkat alis sambil menahan tawa.
Alizha masih menggerutu sambil melipat tangannya di dada. "Baru beberapa jam, saya bawaannya emosi terus deh."
Arsen mendekat pelan, senyum nakalnya muncul lagi. "Kau selalu cerewet, tapi ada satu hal yang menarik."
Alizha menoleh cepat, alisnya terangkat. "Apa lagi, Om Mister? Jangan macam-macam!"
Tatapan Arsen turun sejenak ke arah kerudung yang menutupi kepala Alizha, lalu kembali menatap matanya lekat. "Kerudungmu itu, kau tidak pernah lepas, bahkan ketika hanya ada kita berdua. Apa kau takut?"
Alizha langsung merengut. "Takut apa? Ya jelas saya tidak mungkin lepas, ini perintah agama. Saya bukan perempuan yang asal buka tutup!"
Arsen menyeringai, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit, mencoba menantang gadis itu. "Atau, kau takut kalau saya jadi baper kalau melihatmu tanpa itu?"
Mata Alizha langsung melotot, pipinya memerah sampai ke telinga. Sukur kerudung masih dia pertahankan. kalau tidak, jelas Arsen tahu dia lagi bersemu saat ini.
"Astaghfirullah! Baper dari mana, Mister?! Jangan sok-sokan! Saya justru takut mata saya dosa lihat kelakuan kamu tiap hari. Udahlah tukang mabuk, malah tidur sambil peluk saya. Alhamdulillah saya masih hidup, padahal sudah nyari metong gara-gara sesak napas."
Arsen tertawa kecil, bahunya bergetar menahan geli. "Saya hanya penasaran saja. Tapi tidak akan memaksamu. Itu hakmu."
Alizha mendesis, "Terserah kamu, Mister! Kalau saya beneran marah, siap-siap saja kerudung saya bisa berubah jadi ular." Alizha spontan menjulurkan tangannya selayaknya ular-ularan.
Arsen mengulum senyum. Baru beberapa jam jadi seorang suami, dia sudah kebanyakan tertawa dan tersenyum. Seketika wajah temboknya itu menghilang karena Alizha. Tapi sayangnya, dia masih belum menyadari hal itu.
Alizha tiba-tiba melipat tangan di dada dengan gaya sok tegas. "Om Mister, saya kan istri sah. Saya berhak atas segalanya yang kamu punya. Termasuk waktu kamu. Jadi, sekarang temani saya nonton TV! Ini tuntutan seorang gadis yang kamu paksa nikah lho. Kamu kan udah janji."
"Hem," Arsen berdehem setuju, kebetulan memang waktunya luang pagi ini. "Mau nonton apa?"
"Cartoon!" katanya antusias.
Arsen malah terbatuk karena syok. "Cartoon? Really?" Dia memandangnya heran. "Kau mau menonton itu? Bukan drama atau film dewasa?"
Alizha mendengus, mengibaskan tangannya. "Ya jelas kartun, lah! Saya ini masih muda, wajar dong suka tontonan lucu-lucu. Kamu jangan protes, pokoknya harus nemenin."
Arsen menyandarkan punggung, lalu senyumnya melebar nakal. "Hem, kalau begitu, ada syarat. Kau harus lepas kerudungmu dulu."
Mata Alizha langsung melotot besar. "Astaghfirullah! Mister! Otakmu itu kenapa sih? Kok setiap ngomong selalu kayak ada hawa mesum?!"
Arsen terperangah sebentar, lalu mengangkat kedua tangannya. "Hey, easy, baby goat! Saya hanya ingin melihat wajahmu dengan jelas, bukan untuk yang aneh-aneh."
Alizha semakin ngomel sambil menunjuk wajahnya sendiri. "Wajah saya ini tetap bisa dilihat meski saya pakai kerudung! Yang penting hati saya, Mister. Kamu itu modus terus, pantas saja tidak move on dari mantan, pikirannya melayang-layang terus!"
Arsen terkekeh, mencoba bertahan dengan argumennya, tapi akhirnya menghela napas panjang. "Okay, fine. You win." Dia pun duduk di samping Alizha, menatap layar TV dengan malas.
Alizha tersenyum puas, lalu mengambil remote. "Bagus, begitu dong. Jangan banyak syarat kalau lagi nemenin istri. Sekarang diem, jangan ganggu saya ketawa nonton kartun!"
Arsen meliriknya sebentar, geleng-geleng kepala sambil berbisik kecil, "Unbelievable."
Film pun dimulai. Alizha nonton dengan tenang.
Arsen duduk dengan wajah kaku, seolah masih tidak percaya dirinya benar-benar menonton kartun. "Why? Kenapa harus cartoon? Kenapa tidak film dewasa? Romansa, misalnya?"
Alizha yang sedang asyik nonton, langsung mendelik. Matanya membesar. "Astaghfirullah! Haram! No, no! Haram nonton film biru!"
Arsen spontan menoleh cepat, memiringkan kepalanya seperti orang bingung. "Film biru? What the hell?" Dia reflek menyentil kening Alizha. "Maksud saya film romansa orang dewasa, bukan film jorok, baby goat!"
Alizha mengusap keningnya sambil manyun. "Ya namanya juga bule. Ngomongnya suka bikin salah paham. Saya kira kamu ngajak yang aneh-aneh."
Arsen mendesah panjang, lalu menepuk kening sendiri. "God, why me?"
Arsen menoleh singkat ke arah Alizha yang kembali fokus ke kartun dengan wajah polosnya.
Lalu, dia meraih ponselnya. Mengirim pesan singkat ke Anton. [Apa wajah saya mirip pria mesum?]
Sementara di lobi, Anton mengernyit membaca pesan dari bosnya. "Apa dia benar-benar menyantap gadis itu?" batinnya bertanya-tanya, lalu mengingat soal tadi pagi. "Astaga!"