Seorang dokter jenius dari satuan angkatan darat meninggal karena tanpa sengaja menginjak ranjau yang di pasang untuk musuh.
Tapi bukanya ke akhirat ia justru ke dunia lain dan menemukan takdirnya yang luar biasa.
ingin tau kelanjutannya ayo ikuti kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 kedatangan pangeran kedua
Li Xiaoran menatap bayangan hitamnya tanpa berkedip. Setiap gerakan si kembaran terasa seperti cermin, namun aura yang memancar darinya adalah dingin pekat, nyaris memutus napas.
Luo Yun mundur setapak. “Kalau dia melawan dirinya sendiri… kita harus nonton atau ikut bantu?”
Yue Lan menyipitkan mata. “Kau bantu, tapi jangan salah tebas.”
“Kalau aku salah tebas, yang asli atau yang palsu?”
“Kalau salah, dua-duanya,” jawab Yue Lan datar.
Bayangan Li Xiaoran mulai bergerak. Dalam satu lompatan, ia mengayunkan pedang ke arah dada Xiaoran asli. Tebasan itu ditangkis, tapi tenaga di baliknya membuat tanah di bawah kaki mereka retak.
Li Xiaoran mengerang pelan. Dia memakai semua teknikku… bahkan mungkin lebih cepat.
Tiba-tiba, suara riak air terdengar dari balik kabut di sisi kiri. Langkah berat mendekat. Kabut berwarna perak terbelah, memperlihatkan sosok tinggi dengan jubah ungu gelap berlapis pelindung tipis. Matanya tajam, dan di pinggangnya tergantung pedang bersarung hitam—Pangeran Kedua, Li Xuan.
" Maaf terlambat,” suaranya dalam dan tegas, “ Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian?”
Li Xiaoran nyaris tersenyum, tapi fokusnya tidak bergeser dari lawan. “Anda seharusnya di istana. Bagaimana ”
Li Xuan mengangkat tangan, memotong kalimat itu. “Nanti. Sekarang kita hancurkan tempat ini.”
Tuan Bayangan tertawa rendah. “Oh, tamu tambahan. Bagus… aku punya cukup kabut untuk membuat dua bayangan lagi.”
Seperti menjawab tantangannya, dua gumpalan kabut padat mulai membentuk tubuh—satu menjadi tiruan Li Xuan, satu lagi berubah menjadi Ruan Tian dengan ekspresi menyeramkan.
Bai He langsung mene an ludah. “Kalau bayangan Ruan Tian bisa masak, kita semua tamat.”
Ruan Tian mendesis, “Bai He, mulutmu akan kuhentikan permanen.”
Li Xiaoran melangkah maju, menatap versi gelap dirinya. “Menarik… aku selalu penasaran bagaimana rasanya membunuh diriku sendiri.”
Dengan gerakan secepat kilat, ia menebas. Dentingan logam memenuhi udara, dan kabut berputar liar di sekitar mereka.
Li Xiaoran memutar pedangnya, menyerang bayangannya dari sisi kanan, sementara pangeran kedua menghantam ke kiri. Setiap tebasan mengoyak kabut, tapi bayangan itu selalu kembali membentuk diri.
“Serang dari dalam pusaran!” teriak pangeran kedua. “Jangan biarkan kabutnya utuh!”
Shui Ying dan Yue Lan ikut menerjang, membentuk lingkaran serangan. Sementara itu, Bai He dan Lan’er menahan bayangan Ruan Tian yang, meski hanya ilusi, memiliki kekuatan cukup untuk menghantam batu menjadi pecahan.
Di tengah pertempuran, Tuan Bayangan berbisik langsung ke telinga Li Xiaoran entah dari mana suaranya muncul.
“Bahkan jika kau menang di sini… kabutku akan selalu mengikuti. Ingatanmu… perlahan akan menjadi milikku.”
Li Xiaoran menggertakkan gigi, lalu menatap Ruan Tian. “gege… kita gunakan jurus gabungan itu.”
Ruan Tian tersenyum tipis. “Kukira kau sudah lupa.”
Keduanya melompat bersamaan, pedang bersinar satu biru terang, satu hitam berkilau. Saat tebasan mereka bertemu di tengah pusaran kabut, cahaya dan kegelapan saling melilit, memotong ilusi dari dalam. Jeritan panjang menggema, dan lingkaran batu mulai bergetar.
Namun, sebelum kabut benar-benar sirna, Tuan Bayangan menampakkan wujudnya untuk pertama kali tinggi, berkerudung, dengan mata merah seperti bara api. Ia menatap langsung pada Li Xiaoran dan semuanya.
“Baiklah… kalau kalian ingin pulau ini, rebutlah langsung dari tanganku.”
...----------------...
Tuan Bayangan melangkah maju, dan setiap langkahnya membuat tanah di bawah lingkaran batu retak memancarkan cahaya merah. Udara di sekitarnya berdenyut seperti gelombang panas, namun rasanya dingin membekukan tulang.
pangeran kedua menurunkan pedangnya sedikit, mengukur jarak. “Dia bukan sekadar ilusi… ini tubuh aslinya.”
Li Xiaoran mengangguk. “Dan itu artinya dia bisa dibunuh.”
Tuan Bayangan mengangkat kedua tangannya, dan dari retakan tanah, menjulang pilar-pilar kabut hitam yang melilit seperti ular. Pilar itu merayap mendekati mereka, mengeluarkan suara berdesis seperti ribuan bisikan.
Shui Ying melompat ke depan, menebas salah satu lilitan, tapi bekas tebasan itu langsung menutup kembali. “Tidak mempan!” serunya.
“Gunakan cahaya, bukan tenaga,” kata pangeran kedua, lalu ia melepaskan tebasan berbentuk setengah bulan berwarna hitam ke arah salah satu pilar. Aneh, bukannya hancur, pilar itu justru bergetar, seolah ketakutan.
Li Xiaoran segera paham, memanggil kembali riak biru di pedangnya. Begitu ia menebas, pilar yang terkena langsung menguap jadi kabut tipis.
Tuan Bayangan memiringkan kepalanya. “Cahaya… dan kegelapan… dalam satu darah. Menarik.”
Tatapannya mengeras. “Kalau begitu, mari kita lihat… siapa yang lebih pantas memilikinya.”
Kabut di sekeliling mereka berputar membentuk arena tertutup. Bayangan-bayangan sebelumnya menghilang, menyisakan hanya rombongan mereka dan Tuan Bayangan.
Bai He melirik ke kanan-kiri. “Bagus… sekarang kita seperti di arena tinju, tapi lawannya hantu.”
Lan’er mencubit lengannya. “Kalau begitu, bertarunglah seperti nyawamu di ujung tombak—karena memang begitu.”
pangeran kedua mengangguk pada Li Xiaoran. “Kau serang dari atas, aku dari bawah. Paksa dia buka pertahanannya.”
Yue Lan, Shui Ying, dan Ruan Tian membentuk lingkar luar, memotong setiap serpihan kabut yang mencoba menyerang dari belakang.
Pertempuran dimulai. Li Xiaoran melompat tinggi, pedangnya menyala biru, pangeran kedua berlari rendah, tebasannya seperti kilatan hitam menyapu tanah. Tuan Bayangan mengangkat satu tangan, membentuk perisai kabut merah. Dua tebasan itu menghantam bersamaan, menciptakan ledakan cahaya yang membuat tanah berguncang.
Dari balik perisai yang retak, Tuan Bayangan untuk pertama kali mengerang. Darah hitam menetes dari ujung jubahnya.
“Bagus… tapi tidak cukup,” desisnya, lalu ia menancapkan tangannya ke tanah. Seketika, seluruh arena berubah batu-batu hitam itu terangkat, melayang di udara seperti pulau-pulau kecil.
Bai He terhuyung-huyung di atas pijakan yang ikut naik. “Oke… ini mulai terasa seperti mimpi buruk.”
menatap sekeliling, lalu pada Li Xiaoran. “Kita harus mengakhiri ini sekarang. Kalau tidak, dia akan memisahkan kita satu per satu.”
Tuan Bayangan berdiri di puncak batu tertinggi, kedua matanya menyala semakin terang. “Datanglah… rebut pulau ini kalau kalian berani.”
Li Xuan menghunus pedangnya sekali lagi, dan Li Xiaoran menyusul naik ke pijakan berikutnya.
Kabut berputar seperti pusaran raksasa di bawah mereka, siap menelan siapa pun yang jatuh.
Di atas sana… penentuan akhir akan dimulai.
Bersambung
semangat Xiaoran dan yang lain...
semangat kak author dan sehat selalu