Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21
Ibu, aku tak tahu kamu dimana
sekarang. Tapi kalau ibu bisa
melihatku sekarang, aku akan
sangat senang." gumam Jansen
dengan mata berkaca-kaca. la
melihat-lihat sekelilingnya.
menikmati desain interior yang
elegan dan mewah,
Setelah puas menikmati
suasana ruang tamu, Jansen
melanjutkan perjalanannya
untuk memilih kamar, la sudah
mengetahui letak kamar utama
berkat tour yang diberikan oleh
Manajer Sony. Kamar itu begitu
luas dengan tempat tidur yang
besar dan mewah. Tanpa ragu,
Jansen menghempaskan
tubuhnya ke atas ranjang.
merasakan kenyamanan yang
belum pernah ia rusakan
sebelumnya.
Mata Jansen menatap
langit langit kamar yang tinggi.
"jika ibu ada disini, apakah dia
akan bertanya bagaimana bisa
aku memilikinya? Apa yang
harus aku loitakkan?"
"Aku harus memiliki alasan
kuat agar Ibu percaya saat
berkunjung. Aku akan memulai
sebuah Bisnis. Namun, bisnis
apa yang baik, yang
menghasilkan banyak uang?
Sedang aku tidak memiliki
banyak pengalaman yang
berbeda selain pengalaman
menjadi pengantar paket,"
gumamnya. Terlarut dalam
lamunan, Jansen tak sadar
waktu berlalu, hingga akhirnya
dia terlelap.
Tak jauh dari tempat
tinggalnya, pesta ulang tahun
diadakan dengan meriah di
salah satu perumahan
mewah.
Musik dan tawa riang terdengar
jelas, menggema hingga ke
telinga Jansen yang sedang
terlelap dalam tidurnya.
Kedengaran gemerlap lampu
lampu hias yang menari-nari,
serta suara orang-orang yang
bergembira ria, menikmati
hidangan yang beraneka ragam.
Jansen terkejut saat
terbangun dari tidurnya.
Matanya langsung menatap jam
dinding besar yang
menunjukkan pukul sembilan
malam. "Astagaa Aku lupa ada
janji dengan Larissa, Aku
terlambat," serunya sambil
melompat dari tempat tidur dan
berlari menuju kamar mandi.
Dalam sekejap, Jansen
selesai mandi dan keluar dari
kamar mandi dengan handuk
melilit tubuhnya. Dia segera
membuka buntelan kain yang
berisi pakaian miliknya. Sambil
mencari pakaian yang cocok,
Jansen tak sengaja menatap
tubuhnya
di cermin. Kini,
tubuhnya terlihat atletis dan
kekar.
"Sungguh tubuh yang
diimpikan oleh banyak lelaki di
dunia," ujar Jansen bangga
sambil tersenyum
puas. Tanpa
menyadari, waktu terus berjalan
dan Jansen semakin terlambat
untuk janji dengan Larissa.
Namun, la terus saja mencoba
berbagai pakaian untuk
memastikan penampilannya
sempurna pada malam itu.
Jansen berdiri di depan
lemari pakaiannya, merasa
frustrasi saat melihat pilihan-
pilihan pakaian yang ada di
dalamnya. Tidak ada satupun
yang terlihat bagus dan cocok
untuk dikenakan pada acara
yang akan ia hadiri. Ia mencoba
mengenakan pakaian baru yang
baru saja dibelinya, namun
ternyata pakaian itu tidak sesuai
dengan bentuk tubuhnya.
Kesempitan di beberapa bagian
membuatnya merasa tidak
nyaman.
Ia pun bingung, "Apakah
aka harus membeli pakaian di
Toko Sistem? gumamnya pelan.
mempertimbangkan opsi
tersebut. Setelah berpikir
sejenak, Jansen akhirnya
memutuskan
untuk pergi ke
Toko Sistem. Di sana, la
menghabiskan waktu yang
cukup lama untuk memilih
pakaian yang paling cocok
untuknya. Tidak terlalu mewah,
namun juga tidak terlalu murah.
Akhirnya, la membeli satu
set pakaian lengkap beserta
sepatu yang sesuai dengan selera
dan kebutuhannya,
dengan harga yang harus ia bayar
Dengan pemotongan 50 poin dari akunnya. Angka yang cukup besar, namun Jansen merasa puas dengan pilihannya.
berlangsung meriah dengan cukup banyak tamu yang hadir. Dekorasi balon dan pita berwarna-warni
menghiasi ruangan, serta suara tertawa dan musik menggema di sepanjang malam. Jam madah menunjukkan pukul sembilan lewat, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan untuk
pesta dimulai
Larissa, gadis berambut panjang berusia 20 tahun, tampak gelisah sambil sesekali melirik ke arah pintu. Dinda, sahabatnya yang sudah mengenal Larissa sejak kecil,
menyadari perubahan sikap Larissa.
Larissa, tampaknya kamu
menunggu seseorang, siapa dia? Apakah kamu sekarang memiliki gobetan?" tanya Dinda dengan wajah
penasaran.
Ah, aku hanya merenung, usiaku kian bertambah dan tidak lama lagi kita akan wisuda, bekerja, dan menikah,"
jawab Larissa sambil tersenyum kecut.
"Hobo, kama mulai tidak jujur, Larissa. Aku telah memperhatikanmu untuk waktu yang lama. Dan kamu sering melihat ke pinta," ujar Linda sambil tersenyum jahil.
Larissa tersipu malu dan
menunduk, mencoba mengalihkan perhatian dari pertanyaan Dinda. Namun, rasa penasarannya membuat Dinda semakin yakin bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh
Larissa.
Sementara itu, di luar ruangan,
sosok pemuda tampan dengan setelan
jas rapi sedang berjalan menuju pintu.
Matanya mencari seseorang, dan begitu melihat Larissa, senyum merekah di
wajahnya. Ia melambaikan tangan dan berjalan mendekati Larissa yang saat Itu tengah berbicara dengan Dinda,
Ketika Larissa menyadari
kehadiran pemuda tersebut, wajahnya
bersemu merah dan detak jantungnya
semakin cepat.
Dinda menatap tak percaya ke arah
Larissa yang tengah tersenyum pada
Jansen. Hampir tak bisa dipercaya bahwa sosok yang ditunggu Larissa adalah Jansen, pemuda yang dulu
sering dihina dan dianggap miakin oleh
orang-orang sekitar.
Wajah Dinda mengernyit, seolah
mencoba mencerna apa yang baru saja
disaksikannya, la merasa seperti
sedang menonton adegan di film yang penuh dengan kejutan, seolah hari ini adalah hari ulang tahunnya sendiri dan
ja baru saja diberi surprise yang
mengejutkan.
Dengan langkah pasti, Dinda
menarik tangan Larissa menjauh dari
Jansen. "Larissa, bukankah dia itu
Jansen?" tanya Dinda dengan nada skeptis, menunjuk ke arah pemuda tersebut. "Memang sekarang dia
terlihat sedikit berbeda, tapi tetap saja
dia itu miskin. Apakah kamu...."
Larissa tersenyum tenang.
menatap Dinda dengan tajam. "Miskin
atau kaya hanyalah status di mata orang lain, Dinda. Paktanya, hati adalah yang terpenting. Bukan masalah kan kalau aku berteman dengan dia?" jawab
Larissa dengan mantap.
Dinda terdiam, tak mampu
menjawab pertanyaan sahabatnya. Ia
masih terbayang-bayang wajah Jansen
yang kini terlihat jauh lebih tampan
dan percaya diri, membuatnya merasa
terhenyak. Mungkin selama ini Dinda
terlalu fokus pada status sosial dan melupakan bahwa hati yang baik adalah yang paling berharga.
Dinda menatap Larissa dengan
tajam, "Namun tetap saja apa kata
orang kalau karma dekat dengannya.
Kabar mengatakan bahwa dia sekarang
dekat dengan Lorenza. Entah kami atau
Lorenza, kalian berdua sungguh mengherankan. Aku tak paham dari pandangan kalian berdua." ucap Dinda
dengan nada sinis
Larissa mencoba menjawab dengan
tenang. Apa yang salah Dinda
Dinda melanjutkan, "Tidak ada. Hanya, kamau dikelilingi oleh banyak lelaki kaya dan tampan. Mengapa kamu
tidak pilih salah satu, seperti Kevin.
Dia bahkan sangat memujama."
Mendengar ucapan Dinda, Larissa
tersenyum lembut, Jangan bedakan
manusia, setiap orang memiliki hak berteman. Larissa menegaskan pendiriannya, walaupun ia tahu Dinda
mungkin tidak akan mengerti.
Jansen berdiri tegap di tengah
keramaian, mengabaikan tatapan sinis
dan ejekan yang dilemparkan ke
arahnya, ta jelas mendengar apa yang
dikatakan oleh Dinda, namun entah mengapa, ia tidak merasa tersinggung sama sekali. Mentalnya yang kini sudah terlatih membuatnya tak peduli
dengan ucapan seperti itu. Sungguh,
sekarang ini dengan Sistem yang
membantunya, kekayaan hanyalah
masalah waktu.
Dengan percaya diri, Jansen
melipat kedua tangannya di dada dan
bersandar pada dinding, memandangi banyak orang yang ada di sekelilingnya. Ja merasa tak perlu terpengaruh oleh
pandangan orang lain, karena ja tahu
dirinya lebih baik dari mereka.
Tiba-tiba, seorang pemuda
berwajah sombong menghampiri
Jansen dan menatapnya dengan
pandangan remeh. "Oh siapa ini, mengapa bisa ada di sini? ejek pemuda itu sambil memandangi Jansen dari atas aumpai bawah.
"Apa pedulimu. Urus apa yang
seharusnya kamu urus, jangan
mengurusi ku, karena aku sudah cukup
kurus," ucap Jansen dengan nada sinis
dan menyeringai.
Suasana yang tadinya tegang mulai
berubah menjadi riuh ketika dia
melontarkan kalimat tajam kepada
Kevin.
Mendengar ucapan Jansen, orang-orang yang tadinya hendak marah karena sikap Kevin langsung terdiam.
Namun, tak lama kemudian, mereka
terkekeh dan tertawa mendengar
guyonan di ujung kalimat Jansen,
"Dia sungguh licu!" ujar seseorang di belakang Kevin, sambil menepuk nepuk pundaknya
Wajah Kevin memerah karena
malu, tangannya sudah siap untak memukul Jansen, namun tiba-tiba Andara, sahabatnya, menepuk bahunya
pelan. "Untuk ape memurunkan level.
kamu, Bre?" bisik Andara.
Kevin menghela nafas panjang,
kemudian menatap Jansen dengan
sinis. "Kama benar, gembel tetap saja
gembel walaa berpakaian bagus."
ujarnya sambil berlalu pergi bersama
Andara, meninggalkan Jansen yang
tersenyum lebar di tengah kerumunan
orang yang masih tertawa.
"Eh Kevin," sapa Dinda saat melihat sosok Kevin yang sedang mendekati Larissa dengan langkah pasti dan semangat yang terpancar jelas dari
wajahnya.
Kevin mengangguk, matanya
memperhatikan Larissa yang tampak cantik bak peri dengan gaun yang bersinar malam ini, menarik perhatian
banyak orang di sekitarnya.
"Selamat ulang tahun, Larissa. Ini
kado untukmu seru Kevin sambil
menyerahkan kotak berwarna perak
yang sudah la bungkus dengan rapi.
Tampak ada usaha yang ia lakukan
untuk membuat kado tersebut terlihat
spesial.
"Buka! Buka! Bukal tiba-tiba saja
tamu-tamu undangan yang merupakan teman-teman sekelas mereka mendekat dan membuat lingkaran di
sekitar Larissa, Seruan untuk
membuka kado itu menggems
berulang kali, membuat suasana
semakin riuh dan penuh keceriaan.
Mata kecil Larissa memandangi
Jansen yang berdiri di belakang Kevin. Dalam hati, dia merasa ingin tahu apa yang akan Jansen berikan padanya nanti. Namun, bagi Kevin, ja merasa
seolah-olah Larinsa sedang
memandangnya dengan tatapan yang
penuh arti. Ini membuat perasaan
Kevin berbunga, mengira bahwa
Larissa mungkin juga tertarik padanya.
"Larisa, sebenarnya aku sangat
mencintaimu. Maukah kama menjadi pacarku?" ucap Kevin. la berlutut dengan anggun, kemudian lembut memegang tangan Larissa. Wajahnya.
penuh harap.
Larissa menahan nafas.
Keterkejutan memenuhi hatinya.
namun ia tahu betul bagaimana sifat
Kevin. Itu bukan hal yang cukup untuk
menyentuh lubuk hati paling dalam.
"Terima kasih," seru seorang teman
di halaman rumah itu. Larisa, jangan
ragu, cepat terima!" bisik Dinda di
telinga Larissa
Namun, dengan berat hati, Larissa
menggeleng. "Maaf," satu kata itu
bagaikan jarum tajam yang menusuk
hati. Seperti ledakan petir yang
mencabik-cabik langit, kecewa teru
memekikkan telinga.
Kevin terpaku, merasa hatinya
hancur lebur bak kaca yang dilempar dengan palu dari ketinggian. "Maaf? Untuk apa?" tanya Kevin dengan suara
bergetar.
"Aku masih ingin sendiri!" jawab
Larissa, suaranya serak. "Aku belum
siap untuk menjalin hubungan."
Masa salah dan malu menyelimuti
Kevin. "Apakah kau tidak bisa
memberiku kesempatan?" tanya Kevin
dengan nada memelas.
Tiba-tiba Andara menepuk pundak
Kevin dan berkata, "Kamu adalah
pemuda berkualitas. Untuk apa
mengemis cinta? Ayo, pergi dari sinif"
ujarnya.
Kevin menatap Larissa dengan
campur aduk perasaan, ada kecewa,
marah, dan kebencian. Namun, dibalik
Tatapan itu, ada pula rasa sayang yang tak bisa diungkapkan. Dalam diam, Kevin menggigit bibir, berusaha tegar menghadapi kenyataan pahit ini.