Ayo Bercerai Kaisar!

Di dalam kamar yang masih terlihat begitu berantakan tampak seorang wanita masih nyaman menutup matanya. Hingga siang matahari memaksanya untuk bangun.

"Ung."

Annete menatap seluruh ruangan dengan bingung, ini bukanlah kamarnya dan kenapa kepalanya terasa begitu sakit.

Hingga ia langsung sadar dan melihat bagaimana pakaian yang ia kenakan terakhir kali sudah tergeletak di atas lantai.

"Aku pasti akan mati."

Yakin Annete saat mengingat dengan jelas apa yang ia lakukan kemarin.

"Aku harus cepat pergi dari tempat terkutuk ini sebelum hal buruk lainnya terjadi."

Annete mencoba untuk berdiri akan tetapi tubuhnya benar-benar sangat sakit terutama pada bagian bawahnya.

"AKH!"

Rintihnya saat mencoba untuk berjalan.

"KREK." Pintu terbuka menampilkan Aldrich dengan tatapan datarnya dan juga rambutnya yang masih tampak basah. Dengan cepat Annete memperbaiki selimut yang satu-satunya bisa menutupi tubuhnya yang polos.

"Minum saja ramuan yang ada di atas meja, itu bisa meredakan rasa sakit."

Annete melirik sejenak pada gelas yang ada di samping tempat tidurnya.

'Apa itu racun? Tampaknya dia akan membunuhku,' batik Annete dengan terus menatap pada ramuan berwarna hitam pekat.

"Apa yang kau pikirkan? Cepat minum!"

"Akh, saya akan meminumnya."

Dengan tangan yang bergetar Annete meminum minuman tersebut. Tapi ternyata penampilannya berbeda jauh dengan rasanya. Rasanya benar-benar manis layaknya seperti susu segar.

'Ini benar-benar enak.'

"Ini baju untukmu, bersihkan dirimu lalu kembali ke kekaisaran!" Aldrich melempar beberapa gaun keatas kasur mereka.

Akan tetapi ketika melihat ke atas kasur ekspresi wajahnya terlihat sedikit berubah saat melihat noda darah di sana.

"Cepat lakukan apa yang aku perintahkan. Aku tidak memiliki banyak waktu untuk terus berada di tempat menyebalkan ini."

"Hmm baik yang mulia!"

Annete segera mengambil gaun tersebut dan berlari kearah kamar mandi. Secepat mungkin ia membersihkan diri hingga dia jauh lebih sehat dari sebelumnya.

"Bajunya benar-benar pas di badanku tapi... bagaimana cara menutupi tanda ini!"

Annete awalnya sudah terkejut saat melihat bagaimana tubuhnya memiliki begitu banyak tanda merah terutama di bagian leher dan juga dadanya.

"Aku tutup saja dengan rambut."

Annete mencoba mengatur rambutnya sedemikan rupa agar bisa menutupi tanda itu.

"KREK!"

"Akh, Anda masih ada disini?"

Aldrich menatapnya sejenak lalu menghembus nafas dengan kasar. Pria tersebut duduk dengan nyaman di atas kursi yang ada disana lalu dengan wajah sombongnya di tambah dengan segelas anggur yang entah datang dari mana.

"Baiklah jika begitu maka apa kesalahanmu?"

Bersama dengan itu Aldrich meletakkan gelas tersebut ke atas meja.

'Sial, aku benar-benar sial.'

"Kenapa diam? Tadi malam saja kau begitu berisik tapi sekarang justru hanya diam."

Mendengar perkataan Aldrich membuat wajah Annete memerah.

"I-itu benar-benar bukan karena saya sengaja tapi tadi malam saya begitu karena pengaruh obat."

"Baiklah, jika begitu kenapa kau ada di tempat seperti ini?"

"Nah, saya datang kesini awalnya karena ingin menyelidiki salah satu dari kasus di buku yang Nada tugaskan."

"Kenapa sendiri dan tidak membawa penyelidik lainnya?"

"Itu karena saya pikir ini hanya rumah biasa, siapa yang tahu bahwa rumah bunga adalah tempat seperti ini," cicitnya.

'Sebenarnya karena aku mau menghindari mu makanya datang pagi-pagi kesini seorang diri.'

"Tapi kenapa kau bisa menggunakan baju yang tidak bermoral itu?" tunjuk Aldrich pada gaun merah yang di gunakan oleh Annete sebelumya.

'Hanya orang-orang yang kerja di rumah bungalah yang menggunakan pakaian seperti itu.'

"Saya di jebak yang mulia, saya berani bersumpah jika saya tadi membeli roti dengan nenek tua. Nah ketika memakannya mendadak saya tidak sadarkan diri dan ada di tempat ini dengan pakaian itu."

Jelas Annete panjang lebar, jelas jika Aldrich marah padanya karena jika ada yang tahu bahwa istri seorang kaisar ada di tempat seperti ini maka harga diri kaisar lah taruhannya.

"Yang mulia saya benar-benar minta maaf," cicit Annete dengan menatap takut pada pria yang sedari tadi berekspresi dingin. Bahkan gelas yang di pegangnya hampir saja pecah.

"Maaf?"

"Iya, saya minta maaf karena kecerobohan saya dan merugikan Anda."

"Memangnya apa kecerobohanmu yang membuat ku rugi?"

Aldrich sedikit menarik sudut bibirnya saat melihat Annete jelas panik dari wajahnya.

"Ya sudahlah," Pria tersebut langsung berdiri lalu meninggalkan Annete yang masih penuh kebingungan.

"Hmm, karena sudah terlanjur berada di sini jadi aku akan membantumu memecahkan kasus kali ini."

"Tidak! Saya bisa sen..."

"Jangan keras kepala, aku tidak ingin jika kejadian tadi malam terulang lagi."

Annete sedikit membuka matanya lebar namun sedetik kemudian pandangannya kembali menjadi sayu.

"Iya yang mulia, saya pastikan dengan hidup saya bahwa saya tidak akan melakukan hal-hal seperti itu pada Anda."

"Hmm, awas jika kau ingkar maka aku akan langsung menghabisi mu!"

"Saya janji yang mulia!"

Annette cukup yakin dengan apa yang ia janjikan. Yang ia inginkan adalah bercerai jadi tidur bersama adalah sesuatu yang memang tidak ia inginkan.

'Tunggu dulu, kan nanti aku akan bercerai nah karena aku sudah melakukannya maka aku bukanlah janda perawan lagi dong. Sebenarnya tidak begitu buruk juga.'

Annete lantas menganggukkan kepalanya menyetujui apa yang ia pikirkan.

"Apa yang kau pikirkan! Cepat pergi!"

"Iya yang mulia!"

Sadar Annete dan langsung mengikuti langkah kaki pria tersebut. Annete mengikuti Aldrich dengan begitu tenang di belakangnya.

"Maju, jika begini maka orang-orang akan curiga."

"Baiklah yang mulia."

"Apa rencanamu?" tanya Aldrich.

"Rencana?" Annete mengedipkan matanya beberapa kali tidak begitu mengerti dengan maksud Aldrich.

"Iya rencana, jangan bilang kau ingin menyelesaikan kasus ini tanpa rencana?"

Aldrich menghentikan langkah kakinya lalu menatap tajam Annete yang berdiri disampingnya dengan mendongakkan kepala karena perbedaan tinggi.

"Saya tentunya punya rencana hehehe."

"Apa?"

'Mati kau Annete, apa memang rencanamu saat kau bahkan terus tertimpa masalah.'

"Ternyata kau memang tidak punya, benar-benar bodoh."

"Sa-saya hanya belum memiliki waktu untuk berpikir dan memahami keadaan. Lagipula Anda kan tahu apa yang kita lakukan kemarin. Bagaimana saya bisa memikirkan rencana dengan keadaan seperti itu? Dimana Anda terus saja me..."

Lagi-lagi Annete menyesali mulutnya yang sangat sulit ia kontrol. Wajahnya benar-benar memerah saat kembali mengingat kejadian gila itu.

"Aku terus saja apa?"

Pria itu melipat tangan di depan dada dengan terus menatap wajah Annete yang memerah dan penuh kebingungan.

'Kurasa dia sedikit lucu hanya sedikit.'