Akibat kesalahan satu malam, ia terjerat dalam sebuah pernikahan dengan seorang pria beristri.
Kebencian istri pertama membuatnya diabaikan, tak dianggap, bahkan dirampas haknya sebagai istri dan ibu.
Mampukah Lula bertahan dengan status sebagai istri yang disembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebenarnya ....
"Bukan itu maksudku, Allan." Dirga mulai frustrasi lantas meraih secangkir kopi di atas meja dan menyeruputnya.
"Lalu apa lagi? Apa jangan-jangan kamu butuh tutorial kelonan?"
Semakin kesal karena sepupunya itu terus mengajak bercanda, Dirga menggulung tissue membentuk bola kecil dan melemparkan ke tubuh Allan. Membuat laki-laki itu tergelak hingga tatapan orang-orang mengarah kepada mereka.
"Bukan masalah kelonannya. Aku ragu akan sesuatu," ujar Dirga mulai kesal.
"Ragu kenapa lagi? Kenapa hidupmu penuh dengan keraguan."
"Aku serius, Lan," ujar Dirga membuat Allan menatapnya lekat. "Kamu bilang aku sudah menjatuhkan talak kepada Lula. Apa tidak dibutuhkan ijab kabul lagi untuk membatalkan talaknya?"
Dokter Allan tersenyum. Menuang teh ke dalam cangkir dan menambahkan sedikit gula. Mengaduk dengan sendok. Ia menyeruput teh sebelum mulai menjelaskan, karena menjelaskan sesuatu kepada Dirga butuh kesabaran ekstra.
"Sebenarnya ada banyak pandangan yang berbeda-beda tentang hal ini dan kadang masih diperdebatkan. Ada yang mengatakan boleh langsung rujuk, tapi ada juga yang mengatakan harus ijab kabul lagi. Kalau memang kamu ragu, ijab kabul saja lagi."
Dirga mengangguk mengerti.
"Tapi Allan ... Ada sesuatu yang masih aku rahasiakan darimu dan aku mau mengakuinya."
"Apaan?"
Dirga terdiam beberapa saat kemudian menarik napas dalam. Ia belum pernah menceritakan kepada sepupunya itu, apa yang menyebabkannya terpaksa menikahi Lula.
"Sebenarnya aku menikahi Lula karena dia hamil. Bukan seperti yang kamu pikirkan selama ini."
Dokter Allan melebarkan kelopak matanya. Terkejut hingga tersedak teh manis yang baru diseruputnya. "Maksud kamu ... sebelum menikahi Lula, dia sudah hamil duluan?"
Dirga mengangguk.
"Malam itu aku mabuk dan tanpa sengaja melecehkan Lula."
Allan menghela napas panjang seraya menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa tidak beritahu sejak awal? Kamu benar-benar keterlaluan. Kamu mengerti hukum menikahi wanita hamil di luar nikah tidak? Hampir saja kamu jatuh ke dalam lubang dosa yang jauh lebih dalam." Ia meraih tissue dan mengusap bibirnya yang tampak basah, lalu kemudian menatap Dirga dengan serius. "Kalau keadaannya memang seperti itu, kalian bisa ijab kabul ulang nanti setelah anaknya lahir."
"Baiklah, aku mengerti."
"Makanya jangan berbuat zina. Zina itu haram dan dosanya sangat berat."
Dirga menunduk malu.
*
*
*
*
Setelah pembicaraan dengan Dokter Allan, Dirga meninggalkan kafe dan beranjak menuju rumah. Dokter Allan banyak memberinya saran yang membuat Dirga cukup lega.
Ia melihat garasi dan tak mendapati mobil istrinya di sana -- yang menandai bahwa Alika sedang tak berada di rumah.
"Mbok Darmi, Alika belum pulang?" tanya Dirga pada Mbok Darmi yang sedang menyetrika pakaian.
"Belum pulang, Pak. Tadi siang cuma pulang ambil mobil, lalu pergi lagi."
"Dia tidak bilang mau ke mana?"
Wanita itu menggelengkan kepala. "Ibu Alika cuma bilang mau bertemu temannya."
"Oh ... Ya sudah Mbok, terima kasih."
Dirga kemudian masuk ke kamar. Membuka pakaian dan masuk ke kamar mandi. Ia akan berganti pakaian dulu lalu ke rumah Lula lagi.
Beberapa menit kemudian, Dirga keluar dari kamar mandi dan sangat terkejut mendapati Alika sudah berada di dalam kamar. Duduk di tepi ranjang dengan memainkan ponselnya. Namun kemudian ia masukkan kembali ke dalam tas saat melihat suaminya keluar dari kamar mandi.
Dengan cepat Dirga memakai pakaian tanpa mengindahkan kehadiran Alika di sana. Sementara Alika tampak heran melihat suaminya yang berpakaian rapi seperti akan keluar.
"Kamu mau kemana?" Alika berdiri dan berjalan mendekati suaminya.
"Aku mau ke rumah Lula," jawab Dirga dengan santai. Merapikan pakaiannya sambil menatap cermin.
Raut wajah Alika pun berubah dan mulai terlihat marah. Ia tak pernah rela jika suaminya itu pergi ke rumah istri keduanya. "Kamu tidak boleh ke sana. Bagaimana dengan aku, kamu mau meninggalkan aku hanya demi dia?"
"Tolong mengertilah, Alika ... Persalinan Lula tinggal menghitung hari. Aku harus menemaninya."
Alika mencengkram kuat lengan suaminya. "Tidak, Dirga. Aku tidak akan membiarkan kamu ke rumah wanita itu. Aku lebih membutuhkan kamu dan aku yang paling berhak atas kamu!"
"Lula juga istriku dan dia lebih membutuhkan aku, Al! Tolong jangan memperkeruh suasana."
Ia menghempas tangan Alika, kemudian beranjak keluar dari kamar. Menuju mobil dengan tergesa-gesa. Dirga tak peduli lagi seberapa banyak Alika berteriak memanggil namanya.
*
*
*
*
Mata Dirga memancarkan kemarahan saat baru mobil yang dikendarainya berhenti tak jauh dari rumah Lula. Betapa tidak, di hadapannya tampak Hito yang baru saja menaiki mobilnya. Sepertinya laki-laki itu benar-benar menginginkan Lula sampai kemana pun dikejar. Rasanya Dirga sudah tak dapat lagi memiliki kesabaran. Ia menginjak pedal gas hingga mobil melaju mengikuti mobil Hito.
Dirga menambah kecepatan laju mobil, saat tiba di persimpangan jalan, menyalip dan berhenti tepat di depan Hito. membuat mobil di belakangnya terhenti secara mendadak.
"Apa-apaan kamu!" ujar Hito yang langsung turun dari mobilnya, begitu menyadari siapa yang berusaha menghentikannya.
Dirga pun keluar dari mobil. Membanting pintu dengan kasar yang semakin menegaskan jika ia sedang dalam keadaan sangat marah.
Keduanya kini saling berhadapan dan saling melempar tatapan permusuhan.
"Untuk kesekian kalinya aku ingatkan, jauhi Lula!"
Hito terkekeh, yang membuat kemarahan Dirga seakan meledak.
"Menjauhi Lula? Apa kamu bercanda?"
Tangan Dirga mengepal hingga urat-uratnya tampak menonjol. Sepertinya Hito baru saja mengibarkan bendera peperangan.
"Aku akan merebut Lula dari kamu dengan cara apapun. Lagi pula, kamu tidak pantas untuk Lula."
Bugh! Dirga menghantamkan kepalan tinju kerasnya pada wajah Hito, hingga terlihat cairan merah mengalir di sudut bibirnya.
Ia mencengkram kuat leher kemeja laki-laki itu. "Aku tidak akan pernah melepas Lula. Jadi silahkan kamu berusaha, karena kamu tidak akan pernah berhasil!"
Dirga mendorong tubuh Hito hingga terhempas membentur mobilnya. Kemudian melayangkan tatapan sinis.
Dikuasai rasa marah, Dirga melayangkan tinju ke bagian perut Hito yang membuatnya tersungkur ke jalan.
"Kalau kamu masih mendekati Lula, maka kamu akan mendapatkan yang lebih dari ini!" Setelah mengucapkan kalimat bernada ancaman itu, Dirga pergi begitu saja meninggalkan Hito.
Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Hito mengusap sudut bibirnya dengan jari. Menatap mobil Dirga yang sudah melaju.
"Brengsek!"
*
*
*
Langkah Dirga terhenti di ambang pintu saat menemukan buket bunga di depan pintu. Ia meraihnya. Tampak sebuah kartu kecil mengapit di sela-sela bunga.
Aku akan menunggumu sampai kapanpun. Hito
Dirga mendengus, kemudian membuang buket bunga itu ke tempat sampah. Mengeluarkan kunci cadangan dan membuka pintu.
Suasana rumah sangat sepi dengan pencahayaan temaram. Hanya ada satu lampu yang menyala. Sepertinya Lula sudah masuk ke kamar untuk tidur.
Dirga masuk ke dalam kamar. Tampak Lula sudah tertidur dengan selimut yang hanya menutupi kaki.
Lula membolak-balikkan tubuhnya dengan gelisah untuk mencari posisi tidur yang nyaman. Dirga mendekat menatap wajah istrinya itu. Hatinya seperti tercubit melihat Lula tidur dengan sisa cairan bening di ujung mata, juga deretan bulu mata yang tampak basah menandakan ia habis menangis.
Dirga berjongkok di sisi tempat tidur. Mengusap rambut Lula dan mencium keningnya.
"Maafkan aku, Lula."
****
kapan ada karya baru lagi Thor
hahahaha