 
                            Pangeran Chao Changming dihukum buang selama 5 tahun, dan ia hidup di sebuah desa yang terpencil. Pernikahannya selama 4 tahun dengan seorang wanita desa tidak menghasilkan apa-apa baginya. Pangeran Chao Changming telah berusaha dengan baik, belajar ilmu pengobatan dan menjadi tabib yang cukup terkenal di desanya. Sayang sekali istrinya tidak menghargai usahanya, sehingga minta cerai setelah bertemu dengan tuan muda Gen Guang yang merupakan sarjana muda, dan anak seorang pejabat daerah. Pangeran Chao Changming tidak putus asa, kembali ke istana setelah mendapat kabar bahwa kaisar telah tiada. Artinya tahta kosong, ia tidak akan membiarkan siapapun menduduki tahta selain dirinya yang telah mendapatkan wasiat dari Kaisar. Bagaimana kelanjutannya?. Temukan jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Retto fuaia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DI HADANG MUSUH?
...***...
Pangeran Chao Changming menatap kereta kereta kuda yang telah siap digunakan, ia akan berangkat hari ini juga. Namun ketika hendak menaiki kereta kuda ia dihadang oleh Yan Xicai dan Gen Guang.
"Yho! Bukankah kau si beban? Mau ke mana kau menggunakan kereta kuda?." Gen Guang memandang rendah pada pangeran Chao Changming. "Apakah kau telah menemukan seseorang yang bersedia menampungmu secara gratis?."
"Aku mau ke mana? Itu bukan urusanmu!." Tegas pangeran Chao Changming. "Sebaiknya kau jaga saja kesehatan mu, tampaknya kau tidak tahan dengan cuaca panas." Ucapnya sambil memperhatikan keadaan tubuh Gen Guang.
Deg!.
Gen Guang tampak terkejut. "Bagaimana bisa dia mengetahui jika aku tidak tahan dengan cuaca panas?." Dalam hatinya terasa bingung.
"Xu ning?! Kau bicara apa?!." Respon Yan Xicai dengan marahnya. "Apakah kau sedang mengutuk tuan muda gen guang? Hah?!."
"Sudahlah!." Balas Pangeran Chao Changming dengan kesalnya. "Aku sedang malas berdebat dengan kalian, minggir!." Ia dorong paksa kedua orang aneh menurutnya.
"Hei!." Yan Xicai mengeraskan suaranya. "Apakah seperti itu sikapmu padaku? Di mana rasa hormatmu padaku?!."
Pangeran Chao Changming menghentikan langkahnya, membalikkan badannya. "Kita sudah cerai, memangnya aku harus menghormati kau?." Pangeran Chao Changming tampak kesal, berusaha menahan amarahnya yang hampir meledak.
"Kau itu hanyalah orang miskin!." Yan Xicai menunjuk kasar pada Pangeran Chao Changming. "Di mana rasa hormat mu pada kami?! Pada para bangsawan yang memiliki harga diri yang lebih mulia dibandingkan kau!."
"Haiya! Tidak ada alasan bagiku untuk menghormatinya." Respon Pangeran Chao Changming dengan aneh. "Aku rasa kau sudah mulia gila!." Ia kibaskan lengan bajunya yang panjang itu sebagai ungkapan perasaan kesal di hatinya.
Tanpa menunggu respon dari mereka, pangeran Chao Changming langsung meninggalkan tempat, segera menaiki kereta kudanya.
"Xiao li? Jalankan kereta kudanya." Perintah pangeran Chao Changming.
"Baik!." Respon Xiao Li, ia langsung menepuk pelan kuda itu supaya berjalan.
"Hei! Berhenti kau!." Yan Xicai benar-benar kesal, tapi Pangeran Chao Changming sudah tidak mendengarkan ucapannya.
"Gusti pangeran, apakah tidak apa-apa membiarkan mereka bersikap seperti itu pada anda?." Xiao Li tampak kesal.
"Abaikan saja." Respon Pangeran Chao Changming. "Lagipula aku tidak akan bertemu lagi dengan mereka."
"Baiklah, hamba mengerti." Xiao Li hanya nurut saja.
...***...
Kediaman Selir Jing Xiao.
Saat itu ia sedang berbincang-bincang dengan kedua anaknya.
"Ayahanda kalian telah tiada, pemilihan calon Kaisar sangat ketat sekali." Selir pangeran Jing Xiao menatap anaknya dengan lembut. "Kalian tidak boleh kalah dari yang lain."
"Tentu saja ibunda." Respon Pangeran Jing Guo dengan penuh percaya diri. "Saya pasti bisa menjadi Kaisar terbaik di negeri ini."
"Saya percaya jika kakak pertama pasti bisa menjadi Kaisar." Pangeran Jing Xue menyemangati saudaranya. "Tapi, kabarnya saya dapatkan chao changming akan segera kembali ke istana ini."
"Kalau masalah itu kalian tenang saja." Respon Selir Jing Xiao dengan senyuman lebar. "Aku telah memerintahkan pendekar pembunuh bayaran untuk membunuhnya." Ia semakin tampak percaya diri. "Jika ia kembali ke istana ini? Maka kita akan menyambutnya dengan air mata duka."
"Ternyata ibunda telah bergerak dengan cepat? Sangat hebat sekali Ibunda." Pangeran Jing Guo merasa kagum pada ibundanya.
"Aku pasti akan menyingkirkan mereka semua." Tatapan matanya dipenuhi oleh ambisi yang membara. "Hanya kau saja yang boleh menjadi kandidat Kaisar terbaik nantinya." Selir Jing Xiao menatap anaknya dengan penuh kebanggaan.
"Tentu saja ibunda, saya memang yang terbaik." Ucapnya dengan senyuman menawan.
...***...
Kediaman Permaisuri Chao Xin.
Pagi yang damai untuk kehidupan permaisuri, apalagi ditemani oleh putranya yang sedang latihan ilmu beladiri.
"Istirahatlah sebentar, makanannya hampir dingin." Permaisuri Chao Xin menatap jengkel pada anaknya. "Apakah kau tidak ingin memakan masakanku lagi?."
Pangeran Chao Zi Hao menghentikan aktivitasnya, ia segera mendekati ibundanya agar tidak semakin merajuk nantinya.
"Cepat sarapan, kalau tidak ada tenaga? Bagaimana bisa bertarung nantinya? Kau bisa kalah!." Permaisuri Chao Xin semakin jengkel.
"Baik, baik, baik." Respon Pangeran Chao Zi Hao dengan pasrahnya. "Saya mengaku salah." Ia menatap ibundanya dengan tatapan memohon.
"Cepat makan sebelum dingin." Kali ini permaisuri Chao Xin tersenyum dengan lembut.
"Terima kasih ibunda permaisuri." Pangeran Chao Zi Hao tersenyum kecil, setelah itu ia mulai memakan sarapan yang telah disiapkan oleh ibunda tercintanya.
"Sebentar lagi kakakmu akan pulang, ibunda akan menyiapkan sebuah kamar untuknya." Permaisuri Chao Xin mengeluarkan sebuah surat dari saku ajaibnya, dan menyerahkannya pada anaknya.
"Hoho? Akhirnya kakak Pangeran mau kembali? Apakah karena ayahanda meninggal? Ia bergegas untuk kembali?." Pangeran Chao Zi Hao menebak alasannya.
"Sebaiknya baca saja." Permaisuri Chao Xin tertawa geli melihat reaksi anak keduanya itu.
Pangeran Chao Zi Hao membuka lipatan surat itu, dan membacanya.
"Adik pentakilan, aku akan kembali ke istana. Jangan sampai kau membuat jebakan untukku." Pangeran Chao Zi Hao mengkerut keningnya dengan aneh. "Jika ketahuan olehku? Hukuman berat akan menanti dirimu yang lemah lembut itu." Ia merasa kesal dengan kalimat yang dituliskan oleh kakaknya. "Surat macam apa ini?!." Ia banting kertas itu yang perasaan jengkel.
"Hahaha!." Permaisuri Chao Xin tertawa keras mendengarnya. "Memangnya mau kau apakan kakakmu itu? Sehingga ia menyadari trik kecil yang akan kau berikan kepadanya?." Ia mencolek pipi anaknya yang mengembang lucu.
"Hanya kenakalan kecil saja ibunda, hehehe! Bukan bermaksud mencari musuh dengan kakak pertama." Pangeran Chao Zi Hao malah cengengesan menahan perasaan yang ada di hatinya.
"Hm! Terserah kalian saja." Respon Permaisuri Chao Xin dengan lelahnya.
"Ya, ya, ya, saya mengerti." Pangeran Chao Zi Hao melanjutkan makannya. "Hanya kakak pertama yang paling mengerti ibunda permaisuri." Ia juga ikutan pasrah.
...***...
Perjalanan Pangeran Chao Changming menuju istana.
Saat itu kereta kuda telah melewati hutan, dan hampir menuju perbatasan sebuah desa. Namun tiba-tiba saja ada 10 orang pendekar pembunuh bayaran melompat di atas kereta kuda, mereka telah siap untuk menyerang pangeran Chao Changming.
"Main keroyokan? Sungguh tidak tahu malu!." Pangean Chao Changming tentunya menyadari hawa yang tidak biasa mendekati kereta kudanya. Hatinya terasa jengkel, setelah itu ia keluar dari kereta kuda dengan menggunakan jurus meringankan tubuh.
Deg!.
Xiao Li terkejut ketika merasakan terpaan angin yang sangat kencang melewati tubuhnya.
"Huwa!." Xiao Li merinding merasakan kekuatan tenaga dalam yang tidak biasa.
Srakh!.
Pangeran Chao Changming mengeluarkan pedang Pesona Bunga Dewa Langit miliknya, dan menebasnya ke arah 10 orang pendekar membunuh bayaran yang hendak menghancurkan kereta kudanya dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam.
"Eagkh!."
Terdengar suara teriakan keras dari mereka, sabetan pedang Pesona Bunga Dewa Langit telah melukai tubuh mereka, dan bahkan menghempaskan tubuh mereka tanpa ampun.
"Gusti pangeran!." Xiao Li menghentikan laju kereta kuda, ia segera bergerak menghalangi serangan anak panah yang hendak menghujani tubuh majikannya.
Saat itu juga ada lima pendekar bersenjata melompat di udara, mereka hendak menyerang pangeran Chao Changming. Pertarungan tidak bisa dihindari, mereka benar-benar saling bertarung satu sama lain. Suasana lembah Tulang Agung terasa menyeramkan, karena di banjir oleh darah manusia.
Srakh!.
Pangeran Chao Changming telah berhasil membereskan mereka semua, ia simpan kembali pedang Pesona Bunga Dewa Langit dalam tubuhnya.
"Aiyak! Hmmm!." Pangeran Chao Changming merasa kesal, ia seka darah yang menempel di wajahnya. "Xiao li!."
"Hamba pangeran." Xiao Li langsung merespon, mendekati pangeran Chao Changming yang tampak manyun. "Ada apa pangeran? Apakah ada yang bisa hamba bantu?." Ia memberi hormat.
"Pakaianku kotor sekali." Jawab Pangeran Chao Changming sambil memperhatikan pakaiannya. "Segera belikan aku pakaian baru, tidak mungkin rasanya aku kembali ke istana dengan pakaian seperti ini." Ia menyeka darah menempel di pakaiannya. "Dan darah ini sangat bau sekali, aku sangat tidak suka." Ia melempari Xiao Li dengan sekantong uang yang banyak.
"Baik pangeran." Respon Xiao Li sambil memberi hormat. "Hamba akan segera kembali." Setelah itu ia langsung bergegas meninggalkan pangeran Chao Changming untuk melakukan tugasnya dengan baik.
"Sialan! Darah mereka benar-benar busuk dan kotor sekali." Pangeran Chao Changming mengomel kesal. "Apakah kepulanganku ingin mengganggu ketenangan mereka? Sehingga mengirimkan aku pendekar pembunuh?." Ia melangkah menuju kereta kudanya. "Mereka akan membayar mahal untuk masalah ini nantinya." Hatinya sangat tidak terima dengan apa yang telah terjadi padanya. "Jika kalian ingin bermain nyawa denganku? Maka akan aku ladani kalian dengan sepenuh hati." Pangeran Chao Changming menyeringai lebar. Ada perasaan aneh di hatinya, gejolak yang tidak biasa membakar pikirannya untuk melakukan hal yang lebih ekstrem. "Tunggu saja tanggal mainnya."
Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Simak dengan baik kisahnya.
...***...
 
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                    