NovelToon NovelToon
Mencari Suami Untuk Mama

Mencari Suami Untuk Mama

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Single Mom / Anak Genius / Hamil di luar nikah / Anak Kembar / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Alesha Aqira

Alia adalah gadis sederhana yang hidup bersama ibu kandungnya. Ia terjebak dalam kondisi putus asa saat ibunya jatuh koma dan membutuhkan operasi seharga 140 juta rupiah.

Di tengah keputusasaan itu, Mery, sang kakak tiri, menawarkan jalan keluar:

"Kalau kamu nggak ada uang buat operasi ibu, dia bakal mati di jalanan... Gantikan aku tidur dengan pria kaya itu. Aku kasih kamu 140 juta. Deal?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alesha Aqira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3 MSUM

Di ruang tunggu rumah sakit, suasana terasa dingin dan sunyi, meski jam menunjukkan hampir pukul sembilan pagi. Kursi-kursi logam berjajar rapi, namun hanya satu yang diduduki seorang gadis muda dengan wajah letih Alia.

Ia duduk memeluk tas kecilnya, mengenakan jaket tipis dan celana panjang yang mulai kusut. Rambutnya diikat seadanya, dan mata cokelatnya menatap kosong ke arah lorong menuju ruang operasi.

Beberapa jam lalu, ia menyerahkan sejumlah uang tunai ke bagian administrasi. Uang yang datang dengan cara... yang tak ingin ia kenang. Tapi ia tak punya pilihan. Ibunya harus diselamatkan.

Tangannya menggenggam secarik kain—selendang milik sang ibu, yang ia bawa sejak subuh tadi. Harumnya masih melekat, mengingatkan Alia pada masa-masa ketika ibunya masih bisa tersenyum, memasak, dan menyisir rambutnya sambil bersenandung.

Kini, wanita itu sedang berada di balik pintu besar bertuliskan “Ruang Operasi 2.”

Detik terasa begitu lambat. Alia berkali-kali melihat ke arah jam dinding.

“Apa semua ini sepadan?” pikir Alia, hatinya diliputi sesal dan rasa bersalah.

Ia menunduk, berusaha menahan air mata. Tapi kenangan malam itu tiba-tiba menyergap—tatapan pria asing yang penuh kebingungan, suara napas mereka yang bertaut, dan bagaimana semuanya terasa seperti mimpi buruk... yang nyata.

Namun saat bayangan itu datang, ia mengingat tujuan awalnya.

“Ibu harus hidup...” bisiknya pelan. “Apapun caranya.”

Pintu ruang operasi terbuka sedikit. Seorang perawat keluar, membawa berkas.

“Anak dari Ibu Dewi?” tanya perawat itu.

Alia berdiri cepat. “Saya! Saya anaknya! Bagaimana kondisi Ibu saya?”

Perawat itu tersenyum tipis. “Operasi berjalan lancar. Tapi beliau butuh perawatan intensif selama beberapa hari. Kami akan pindahkan ke ruang pemulihan sebentar lagi.”

Tubuh Alia hampir lemas karena lega. Ia nyaris terduduk kembali. Tapi di balik kelegaannya... muncul kekosongan yang menggerogoti pelan-pelan.

Ibunya akan hidup. Tapi hidup Alia sendiri—mulai hancur sejak malam itu.

 

Enam tahun telah berlalu sejak malam kelam itu. Waktu terus berjalan, membawa luka menjadi bagian dari masa lalu yang perlahan bisa diterima… meski tak pernah benar-benar dilupakan.

Kini, Alia telah menjadi seorang desainer terkenal. Namanya dikenal di berbagai kota besar, rancangannya dipakai oleh artis-artis papan atas, dan setiap koleksi terbarunya selalu ditunggu para pencinta fashion.

Namun dari semua pencapaian itu, hal paling berharga dalam hidupnya adalah sepasang anak kembar Alya dan Arel. Wajah mereka begitu mirip, seperti cerminan kecil dari dua dunia: dirinya… dan pria yang tak pernah mereka kenal.

Hari ini adalah momen yang berat bagi Alia. Kepulangannya. Ia memutuskan untuk kembali… ke tempat semua ini bermula.

 

"Al, kamu benar-benar pulang?" tanya Bagas sambil menatap Alia yang baru turun dari tangga, membawa koper kecil dan tas selempang.

"Sudah enam tahun... sudah waktunya aku pulang," sahut Alia dengan senyum tenang, meski ada getar samar dalam suaranya.

Ia menatap sekeliling, menghirup udara kota paris yang akan ia tinggalkan . Kini, ia kembali bukan sebagai gadis yang sama. Ia kembali sebagai ibu… dan wanita yang sudah berdamai dengan sebagian luka lamanya.

"Masalah antara aku, Mery, dan ibunya... harusnya sudah selesai," ucapnya dalam hati, mencoba meyakinkan diri.

Dari belakangnya, dua anak kecil berlari kecil menuju Bagas yang berdiri di sisi pagar.

"Ucapkan sampai jumpa kepada ayahmu," kata Alia sambil membetulkan rambut Alya yang sedikit kusut.

"Da-dah, Papa Bagas!" seru Alya dan Arel serempak sambil melambai riang.

Bagas tersenyum, lalu berjongkok dan memeluk keduanya bergantian. "Hati-hati di jalan ya, anak-anak pintar."

Alia memandangi mereka dengan mata yang berkaca. Bagas—satu-satunya pria yang setia membantu merawat anak-anaknya saat ia memulai kariernya dari nol. Meski bukan ayah kandung, Bagas mencintai mereka seperti darah daging sendiri.

Ia menatap pria itu dalam-dalam. Bagas yang sederhana, tulus, dan selalu ada saat dunia seolah membencinya.

"Aku nggak pernah sempat bilang ini, Gas… terima kasih," ucap Alia lirih, suaranya bergetar. "Terima kasih karena kamu banyak membantu selama disini, aku selalu merepotkanmu".

Bagas menunduk, mencoba menyembunyikan emosinya. "Kamu tahu, Al... sejak awal aku cuma ingin kamu baik-baik saja. Kamu, dan anak-anak itu. Mereka seperti... hadiah buat aku juga."

"Kalau kamu nggak muncul waktu itu, mungkin hidupku akan tetap kosong."

Alia menelan air matanya. Ia menggenggam tangan Bagas, menggenggam erat.

"Aku tidak akan pernah lupa semua yang sudah kamu lakukan terhadap aku dan anak-anak. Apa pun yang terjadi ke depannya… kamu tetap bagian dari keluarga kecilku" kata Alia pelan pada Bagas.

"Kalau butuh sesuatu... kamu tahu aku selalu ada, kan?" jawab Bagas, suaranya tenang namun dalam.

Alia mengangguk, lalu menggandeng tangan anak-anaknya. Ia melangkah pergi, menuju bandara  untuk pulang ketempat kelahirannya.

 

"Mamah, kita pulang sekarang, ya?" tanya Alya sambil menggenggam ujung baju Alia.

"Iya, Sayang," jawab Alia sambil tersenyum. Ia menunduk, mencium kening Alya, lalu menoleh ke Arel yang masih sibuk bermain batu kecil di taman. "Mama beli rumah yang besar buat kalian berdua. Ada halaman luas, kamar masing-masing, dan dapur yang mama desain sendiri."

"Mau ada ayunan!" teriak Arel riang.

"Dan kolam bola!" sambung Alya.

Alia tertawa kecil. "Nanti kita hias bareng, ya. Mama sudah simpan semua gambar kalian yang kalian coret-coret buat desain rumah kita."

"Selama aku bersama Mamah dan Kakak, aku pasti suka!" seru Alya sambil menggoyangkan kakinya riang di kursi mobil.

"Aduh, baiknya anak Mama," ucap Alia dengan senyuman hangat. Ia menoleh sebentar ke belakang, melihat kedua anaknya saling menggoda dan tertawa kecil. Hatinya terasa penuh.

Sudah lama ia tidak merasakan ketenangan seperti ini—tanpa rasa takut, tanpa bayang-bayang masa lalu. Hanya dirinya, anak-anaknya, dan dunia baru yang tengah ia bangun kembali.

Mobil pun melaju ke arah rumah yang baru dibelinya. Rumah sederhana namun hangat, dengan pekarangan luas, taman kecil, dan ruang kerja yang akan ia jadikan studio pribadi. Sebuah awal baru.

Namun tak lama setelah mereka sampai dan mulai membongkar beberapa kardus barang, dering telepon bergetar di atas meja.

Alia melihat layar ponsel sebuah pesan muncul

Jakarta, 6 April 2025 — Ema, seorang desainer muda berbakat , kembali mencuri perhatian publik dengan karya-karyanya yang inovatif dan penuh warna. Di usianya yang masih muda, Ema telah menunjukkan dedikasi tinggi dalam dunia fashion dan berhasil menciptakan sejumlah koleksi yang memukau.

Pesan itu disertai tautan sebuah laman berita. Alia membukanya perlahan. Matanya menyapu cepat judul besar di bagian atas:

"EMA Jewelry Exhibition Sukses Besar: Sentuhan Elegan Karya Desainer Misterius Menggemparkan Dunia Mode!"

Tak lama ponsel alia berdering,

"Apa kamu yakin nggak mau lihat pamerannya?"

Alia tersenyum kecil, menyandarkan tubuhnya ke sofa sambil menatap langit-langit rumah barunya yang masih terasa asing namun menenangkan.

"Ada kamu di pameran, buat aku tenang," jawabnya lembut. Suaranya penuh kepercayaan, sekaligus kelegaan.

Dari arah depan, terdengar suara pintu terbuka.

"Aku, Alya, dan Arel baru saja sampai di rumah," lanjutnya, melirik dua anaknya yang sibuk membokar barang-barang mereka dengan gaya khas anak kecil yang tak pernah bisa rapi.

"Mama, aku mau susu!" teriak Arel sambil tertawa, membuat Alia tergelak kecil.

"Sabar ya, Nak. Mama bikinin sebentar lagi."

Di seberang telepon, perempuan itu tertawa. “Mereka selalu semangat, ya.”

“Selalu,” jawab Alia, kali ini dengan tawa yang jujur.

1
Evi Lusiana
giliran nengok muka ke duany mirip
Mericy Setyaningrum
Ya Allah ada nama aku hehe
Ermintrude
Gak bisa berhenti!
Mashiro Shiina
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
filzah
Sumpah baper! 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!