NovelToon NovelToon
Ketika Dunia Kita Berbeda

Ketika Dunia Kita Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:472
Nilai: 5
Nama Author: nangka123

Pertemuan Andre dan fanda terjadi tanpa di rencanakan,dia hati yang berbeda dunia perlahan saling mendekat.tapi semakin dekat, semakin banyak hal yang harus mereka hadapi.perbedaan, restu orang tua,dan rasa takut kehilangan.mampukah Andre dan fanda melewati ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nangka123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20: Zul mulai berencana

Malam itu, rumah terasa begitu sepi setelah Ayah dan Ibu Rita kembali ke Eropa.

Di ruang keluarga, hanya ada suara televisi yang menyala pelan. Fanda bersandar di bahu Andre, matanya masih sembab karena habis menangis di bandara.

“Mas…” bisiknya lirih.

“Rasanya rumah ini terlalu besar kalau cuma ada kita berdua.”

Andre menoleh, mengusap lembut kepala istrinya.

“Kenapa, Sayang? Kamu merasa kesepian?”

Fanda mengangguk pelan.

“Bukan cuma sepi… aku juga takut. Banyak kenangan di rumah ini.”

Andre terdiam sejenak, menatap wajah istrinya yang serius.

“Kamu maksudnya… mau pindah dari sini?”

Fanda menghela napas dalam-dalam, lalu menatap Andre dengan mantap.

“Iya, Mas. Ayo kita pindah ke apartemen aja. Aku pengen kita tinggal di sana, cuma berdua. Biar kita benar-benar mulai dari awal.”

Andre tersenyum tipis, lalu menggenggam tangan Fanda erat.

“Kalau itu yang bikin kamu nyaman, aku ikut aja. Yang terpenting bagiku, kamu merasa senang. Asal ada kamu di dalamnya, udah cukup.”

Fanda tersenyum haru.

Malam itu mereka pun mulai merencanakan pindahan. Fanda sudah menyiapkan daftar barang-barang yang perlu dibawa, sementara Andre dengan semangat mencatat hal-hal teknis seperti jasa pindahan dan transportasi.

Pagi harinya, rumah besar keluarga Fanda tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa petugas jasa pindahan sibuk mengangkat kardus dan koper besar, sementara Fanda mondar-mandir sambil memberi instruksi.

“Yang itu hati-hati ya, isinya kaca semua,” ujar Fanda sambil menunjuk ke satu kardus.

Andre yang baru saja mengangkat koper besar menoleh sambil tersenyum geli. “Sayang, kalau semuanya kamu kawal gini, kasihan mereka. Percaya aja, mereka udah terbiasa.”

Fanda cemberut kecil, lalu melipat tangan di dada.

“Ya gimana, Mas… itu barang-barang kesayangan aku semua.”

Andre mendekat, mengusap pelan keringat di pelipis istrinya dengan punggung tangan.

Tak lama, semua barang berhasil dimuat ke dalam truk. Andre menggandeng tangan Fanda masuk ke mobil, lalu mereka berangkat menuju apartemen.

Apartemen itu adalah tempat awal cinta mereka tumbuh.

Begitu pintu dibuka, Fanda menatap sekeliling dan tersenyum.

“Akhirnya kita balik lagi ke sini. Rasanya beda ya, Mas… sekarang aku nggak sendirian lagi.”

Andre menurunkan koper, lalu meraih pinggang istrinya dari belakang.

“Mulai hari ini, apartemen ini bukan cuma tempat tinggal kamu, tapi rumah kita berdua.”

Fanda menoleh, menatap Andre dengan mata berbinar.

“Rumah kita…” gumamnya pelan, lalu tersenyum lebar.

Mereka pun sibuk menata barang-barang. Ada momen lucu ketika Andre salah menaruh vas bunga di kamar mandi hingga Fanda tertawa terpingkal-pingkal.

“Mas, siapa sih yang taruh bunga hias di toilet?”

“Loh, aku kira biar wangi, Sayang!” jawab Andre polos, membuat Fanda makin geli.

Meski lelah, mereka merasa bahagia. Suasana apartemen terasa lebih hangat dan hidup karena ada tawa dan percakapan di setiap harinya.

Menjelang sore, setelah semua barang selesai ditata, Fanda duduk di sofa sambil memeluk bantal.

“Mas… aku senang banget kita pindah ke sini. Rasanya kayak benar-benar mulai dari nol, bareng-bareng.”

Andre duduk di sampingnya, merangkul bahunya erat.

“Aku juga, Sayang. Aku janji, di sini aku bakal bikin kamu merasa aman, nyaman, dan bahagia.”

Fanda menatap suaminya dalam-dalam, lalu tersenyum kecil.

“Selamat datang di rumah kita, Mas.”

“Selamat datang di hidup baru,” jawab Andre sambil mengecup kening istrinya penuh kasih.

Cahaya lampu kota memantul di jendela apartemen. Fanda berdiri di balkon, menatap pemandangan gedung-gedung tinggi yang berkerlap-kerlip.

Andre datang dari belakang, merangkul pinggangnya dan bersandar di bahunya.

“Indah ya… kota ini terlihat berbeda malam hari,” ujar Fanda.

Andre tersenyum, menatap istrinya dengan lembut.

“Biarpun gedung-gedung tinggi dan lampu-lampu berkerlap-kerlip, yang paling bikin aku nyaman tetap di sampingmu, Sayang.”

Fanda menoleh, menatap mata Andre, hatinya berdebar.

“Mas… aku senang banget punya kamu di sini.”

Andre meraih tangan Fanda, menggenggamnya erat.

“Semua mimpi kita mulai dari sini, bareng-bareng. Aku janji, Sayang, di sini aku bakal lindungi kamu dan bikin kamu bahagia setiap hari.”

Fanda tersenyum, menunduk sejenak sebelum menatapnya lagi.

“Mas… aku percaya sama kamu. Rasanya semua beban kayak hilang kalau aku di sampingmu.”

Andre mengecup pelan bibir Fanda.

“Kalau aku bisa, aku mau selalu kayak gini, ngelewatin semua momen bersamamu, di sini, di rumah kita.”

Fanda menempelkan kepalanya di bahu Andre, menikmati hangatnya malam yang damai.

“Kita akan baik-baik saja, kan?” bisiknya.

Andre mengangguk mantap.

“Selama kita bareng, semua akan baik-baik saja, Sayang. Ini baru awal perjalanan kita.”

Keduanya diam sejenak, menikmati heningnya malam, suara kota yang jauh, dan hangatnya pelukan satu sama lain.

Beberapa hari setelah pindah ke apartemen, suasana apartemen Andre dan Fanda terasa nyaman dan hangat.

Namun di balik itu, Zul tak bisa berhenti memikirkan Fanda. Rasa kecewa dan cemburunya membuatnya gelisah.

Di sebuah kafe mewah, Zul duduk sendiri sambil menatap layar ponselnya. Sesekali ia mengetik pesan singkat, tapi selalu dibatalkan. Suaranya bergetar saat bicara sendiri.

“Aku nggak bakal biarin mereka bahagia begitu aja… Dia milikku dulu, dan aku nggak akan rela melihat dia bahagia bersama sopirnya itu.”

Ia menghela napas panjang, lalu menatap sekeliling kafe dengan tatapan penuh rencana.

“Mulai sekarang, aku harus cari cara buat bikin Fanda dan Andre berpisah.”

Sementara itu, di apartemen, Andre sedang menata dokumen di meja kerja. Fanda duduk di sofa sambil membaca laporan. Suasana tenang, sesekali terdengar tawa kecil mereka saat saling bercanda.

Tiba-tiba, ponsel Andre bergetar. Pesan masuk dari nomor tak dikenal:

“Bersiaplah untuk kalian berpisah.”

Andre menatap pesan itu sejenak, wajahnya tetap tenang. Ia menunjukkan pesan itu pada Fanda.

“Sayang… lihat ini. Sepertinya ada seseorang yang nggak senang sama kita.”

Fanda membaca pesan itu, bibirnya sedikit bergetar.

“Siapa ya… bisa jadi Zul?” bisiknya.

Andre mengangguk, menepuk tangan Fanda.

“Kalau memang itu dia, aku nggak bakal biarkan dia mengganggu kita. Aku akan jaga kamu, apapun yang terjadi.”

Fanda tersenyum tipis, menggenggam tangan Andre erat.

“Aku percaya sama Mas. Aku nggak takut kalau Mas ada di sampingku.”

Andre memandangnya serius, mata mereka bertemu.

“Mulai sekarang, kita harus lebih waspada. Jangan sampai dia bikin masalah. Tapi kita nggak boleh panik, Sayang. Kita hadapi ini sama-sama.”

Di tempat lain, Zul tersenyum tipis saat melihat pesan Andre belum dibalas. “Baiklah… kita lihat seberapa kuat ikatan kalian.”

Malam itu, Andre menutup jendela apartemen, mematikan lampu ruang kerja, dan merangkul Fanda dari belakang.

“Sudah malam, Sayang. Kita istirahat dulu. Apapun yang terjadi, ingat… aku selalu di sini untuk kamu.”

Fanda menempelkan kepalanya di bahu Andre, merasa aman meski ancaman Zul mulai muncul.

“Iya, Mas… aku sangat senang Mas ada di sisiku.”

1
Nurqaireen Zayani
Menarik perhatian.
nangka123: trimakasih 🙏
total 1 replies
pine
Jangan berhenti menulis, thor! Suka banget sama style kamu!
nangka123: siap kak🙏
total 1 replies
Rena Ryuuguu
Ceritanya sangat menghibur, thor. Ayo terus berkarya!
nangka123: siap kakk,,🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!