Leon, pria yang ku cintai selama 7 tahun tega mengkhianati Yola demi sekertaris bernama Erlin, Yola merasa terpukul melihat tingkah laku suamiku, aku merasa betapa jahatnya suamiku padaku, sampai akhirnya ku memilih untuk mengiklaskan pernikahan kita, tetapi suamiku tidak ingin berpisah bagaimana pilihanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Walau Yoto sudah berkata demikian, hati Yola masih penasaran dengan apa rahasia suaminya itu, yaitu Leon.
Sedangkan Leon, yang masih bersama sekretarisnya, hanya merasa hasrat dan nafsunya sudah terpenuhi dengan wanita tersebut. Leon juga bingung harus bagaimana dengan sekretarisnya yang sedang mengandung benihnya itu. Apakah dirinya harus benar-benar cerai dengan Yola? Tetapi kenapa, rasa ingin bercerai justru membuatnya gundah sehingga tidak bisa terkatakan oleh Yola.
Padahal dulu Leon tidak menyukai Yola. Menikahi Yola adalah penyesalan dalam hidupnya. Namun entah mengapa, sampai sekarang Leon sadar bahwa wanita yang benar-benar setia dan tulus kepadanya hanyalah Yola seorang.
Terkadang Leon sempat berpikir, apakah dirinya salah di masa lalu karena sudah menyia-nyiakan Yola. Tetapi bagaimana dirinya ke depannya, ia pun tidak tahu harus berbuat apa.
Sekretarisnya bahkan kini sudah melahirkan anaknya, dan Leon harus bertanggung jawab atasnya. Bila tidak, pasti sekretarisnya akan memberontak lebih jauh lagi karena sudah menanamkan benih di dalam rahimnya.
“Sayang, kamu kenapa kok diam aja sih dari tadi? Kamu nggak sayang ya sama aku? Oh iya, anak kita tadi nendang-nendang, coba kamu pegang,” ucap sang sekretaris.
Leon yang merasa enggan, tidak bisa berkata apa-apa, dan hanya menuruti permintaan sekretarisnya.
Saat pulang kerja, Leon mengantar sekretarisnya pulang. Namun tanpa disangka, ia ketahuan oleh Yola yang sedang berdiri di depan perusahaan. Leon kaget saat melihat Yola di sana.
“Yola, kenapa kamu di sini?” tanya Leon.
“Aku mau ketemu kamu, tapi kayaknya kamu lagi sibuk. Sekretaris kamu kenapa, sakit?”
“Ya, dia sakit. Makanya aku mau antar dia pulang. Kamu tidak apa-apa kan kalau aku antar dia pulang?”
“Tidak apa-apa kok. Malah aku salut sama kamu, kamu sayang sama sekretarismu. Maaf aku datang tiba-tiba. Niatku mau kasih kejutan, tapi kayaknya kejutan aku sudah keduluan kamu tahu. Ya sudah kalau begitu, aku tunggu di rumah. Bye, Leon.”
Leon merasa bingung dengan sikap Yola yang santai kepadanya. Entah kenapa, sikap santai itu justru membuat Leon kesal. Tak lama setelah mengantar sekretarisnya, Leon langsung pulang.
Sesampainya di rumah, Yola sedang makan camilan dessert dari kulkas, seperti yogurt. Leon menghampirinya dengan muka marah. Yola menyapanya dengan santai, lalu tiba-tiba Leon langsung mengecup Yola dengan erat. Yola bingung dengan sikap Leon. Ia hanya diam sambil menatap Leon.
“Kamu kenapa sih, lagi gila ya?” ucap Yola.
Leon hanya diam dan melanjutkan kecupannya. Anehnya, kecupan itu tidak membuat Yola berdebar sama sekali, justru terasa jijik baginya.
“Kenapa kamu diam saja dan nggak merespon aku sama sekali?” tanya Leon.
Yola hanya melanjutkan makan dessert tersebut. Leon semakin marah dengan sikap acuh tak acuh Yola.
“Kamu benar-benar nggak mau nanya aku kenapa sama sekretaris aku?”
Yola pergi tanpa menanyakan apapun kepada Leon. Walau merasa kesal, Yola tidak peduli dengan pendapat Leon. Entah kenapa, akhir-akhir ini Yola sering membangkang kepada Leon.
“Yola, aku tanya, kenapa kamu nggak nanya tentang aku?” desak Leon.
“Ck, apaan sih. Kayaknya aku nggak ada hak buat nanya deh.”
“Emangnya kenapa nggak ada hak? Kamu ada hak kok, asal kamu mau tahu. Gimana sih kamu?”
“Aku heran, kenapa kamu maksa banget ya. Padahal selama ini kamu maunya aku diam aja kayak boneka. Kenapa sekarang aku harus tahu dengan semua hal yang kamu lakukan ke aku? Aneh!”
Leon tidak menyangka dirinya ternyata tidak sepenting itu di mata Yola. Sementara Yola merasa sikap Leon mendadak aneh. Walau Leon tidak berkata apa-apa, Yola bisa merasakan kejanggalan.
Leon mencoba untuk meyakinkan Yola agar kembali bahagia bersamanya. Tapi di hati kecil Yola, tak ada lagi ruang untuk Leon. Ia hanya ingin bercerai.
“Ya sudah kalau kamu nggak penasaran dan nggak peduli sama aku, nggak masalah. Tapi aku mau kamu ingat, kalau aku bawa wanita ke sini kamu jangan marah ya, karena kamu duluan yang bikin aku jadi begini.”
“Okay. Kalau itu bisa bikin kamu senang, ya tidak apa-apa. Kalau pembicaraan kita sudah selesai, aku boleh ke kamar kan? Aku ngantuk, besok ada meeting malam, Leon.”
Yola pergi ke kamarnya. Leon semakin kesal. Walau tidak mau berkata apa-apa, ia paham bagaimana perasaan Yola.
Yola pun bingung dengan sikap Leon. Kenapa tiba-tiba peduli, padahal biasanya ia selalu cuek. Hari itu Leon benar-benar tampak memperhatikan Yola. Ia mencoba berpikir logis, tapi tetap merasa ada yang aneh.
---
Keesokan paginya
Yola makan di meja makan. Saat hendak berangkat, ban mobilnya kempes. Ia terpaksa naik angkutan umum.
Leon bangun dan bingung kenapa Yola belum pergi kerja, padahal sudah siang. Ia mencoba mencari ke kamar dan kamar mandi, tapi tidak ada. Leon mengira Yola sudah berangkat lebih dulu.
Saat di jalan, Leon melihat Yola naik motor online. Ia hanya diam. Tapi kemudian, sebuah mobil yang dikendarai Yoto terlihat menghampiri kantor Yola. Leon bingung melihatnya.
Ia ingin putar balik, tetapi tidak bisa karena ada larangan lalu lintas. Setelah memutar jauh, Yola sudah tidak ada di kantor bersama Yoto.
Leon mencoba mengirim pesan, tapi Yola malas menjawab karena sedang asik berbicara dengan Yoto.
---
Di tempat meeting
Yola sedang mencoba mengembangkan perusahaannya, berjaga-jaga bila Leon menceraikannya. Ia ingin punya modal usaha untuk bertahan hidup.
Yoto, sebagai cinta lamanya, mencoba mendukung Yola agar tidak merasa sendirian. Setelah meeting selesai, Yola terlihat lemas. Yoto memijat pundaknya.
“Kamu kenapa kok lesu mukanya?” tanya Yoto.
“Aku takut tender-nya nggak dapat. Kalau nggak dapat, gimana?”
“Kamu tenang aja, pasti dapat kok. Tadi presentasimu bagus. Aku bangga sama kamu. Semangat, Yola.”
Yola tersenyum mendengar pujian itu. Entah kenapa, hanya Yoto yang bisa membuatnya tersenyum lepas, tidak seperti Leon.
---
Sementara itu, Erlin menelpon Leon.
“Sayang, kamu di mana?”
“Aku lagi di luar, kenapa?”
“Perut aku sakit. Tolong temenin aku ke dokter kandungan, aku nggak bisa jalan.”
Leon langsung pergi ke Erlin tanpa pikir panjang, meski masih penasaran dengan Yola dan Yoto.
Sesampainya di rumah sakit, Leon menemani Erlin dan membayar semua biaya tanpa pikir panjang. Erlin masuk ruang periksa, sementara Leon hanya diam, masih memikirkan Yola.
Melihat sikap Leon, Erlin kesal. Ia merasa Leon tidak sungguh-sungguh memperhatikannya.
“Lin, kamu masih bisa pakai fasilitas mobil sama supir ya. Kalau butuh apa-apa, bilang aja sama supir. Aku lagi banyak kerjaan, nggak bisa ditinggal. Aku minta maaf banget. Kamu kalau mau WFH juga boleh kok, lagian kamu lagi hamil,” ucap Leon.
Mendengar itu, Erlin tambah marah. Baginya, seolah-olah Leon tidak suka dengan kehadiran janin dalam kandungannya. Ia memilih diam dan tidak menjawab.