"Sayang, kita hanya dua raga yang Allah takdirkan bersama melalui perjodohan. Kalau saja aku nggak menerima perjodohan dari almarhum Papamu, kau pasti sudah bersama wanita yang sangat kau cintai. Mama mertua pasti juga akan sangat senang mempunyai menantu yang sudah lama ia idam-idamkan. Tidak sepertiku, wanita miskin yang berasal dari pinggiran kota. Aku bahkan tak mampu menandingi kesempurnaan wanita pilihan kalian. Sayang, biarkan aku berada di sisimu sampai nanti rasa lelah menghampiriku. Sayang, aku tulus mencintaimu dan akan selalu mencintaimu, hingga hembusan nafas terakhirku."
Kata hati terdalam Aisyah. Matanya berkaca-kaca memperhatikan suami dan mertuanya yang saat ini tengah bersama seorang wanita cantik yang tak lain adalah Ariella, Cinta pertama suaminya. Akankah Aisyah mampu bertahan dengan cintanya yang tulus, atau justru menyerah pada takdir?
Cerita ini 100% murni fiksi. Jika tidak sesuai selera, silakan di-skip dengan bijak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fitnah dan Provokasi
Setelah melayani Adam, Aisyah pun ikut duduk di meja makan. Ia duduk di meja yang jauh dari ketiga orang di sana, seakan mengasingkan diri.
Bukan tanpa alasan Aisyah melakukan hal itu, kursi yang biasa ya ia tempati, kini sudah di ambil alih oleh Ariella. Wanita tak tau malu itulah yang duduk di samping Adam.
Pa, Aisyah rindu sama Papa.
Aisyah menundukkan kepalanya tanpa memakan apa pun. Semua hidangan berada jauh di depannya. Aisyah diam tanpa melihat ketiga orang yang lagi sarapan.
Melihat Aisyah yang diam seperti orang bodoh, Ariella tersenyum tipis. Keterasingan Aisyah menjadi pemandangan menyenangkan baginya.
Kasihan sekali dia, hahaha. Suami dan mertuanya sama sekali nggak berniat memperhatikannya. Aisyah... kau begitu lugu, polos dan bodoh. Jika aku jadi kau, aku balikan meja makan ini agar nggak ada satu pun yang bisa makan!
Diam-diam Ariella tersenyum kecil. Ia ingin tertawa namun memilih menahannya agar tetap terlihat seperti wanita berkelas dan baik hati di depan Adam dan Ana.
Ana menikmati sarapan paginya tanpa berniat berbicara pada Aisyah. Berbicara pada Aisyah menurutnya hanya membuang-buang waktu saja.
Aisyah masih menunduk, namun mata sendunya menyapu semua yang ada di depannya. Ia memperhatikan semuanya dalam keadaan perut yang lapar.
Tanpa sengaja, lirikan matanya bertemu dengan lirikan mata Adam. Tak ingin menatap Adam berlama-lama, Aisyah kembali mengarahkan pandangannya ke bawah.
Wanita bercadar itu terlihat sangat menyedihkan. Ia seperti orang terbuang yang terpaksa di rawat dan di jaga.
"Aisyah," panggil Adam membuat Aisyah langsung mengangkat wajahnya melihat Adam.
Kini mata Aisyah kembali bertemu dengan mata tajam Adam yang terlihat begitu menakutkan. Ana dan Ariella memperhatikan keduanya dalam diam.
"Kenapa kau nggak sekalian saja duduk di taman belakang?" tanya Adam terdengar dingin tanpa mengalihkan mata tajamnya dari Aisyah.
"Apa Mas menginginkan hal itu?" tanya Aisyah dengan polos membuat Ana dan Ariella menahan gelak tawa melihat kebodohannya.
Adam menutup matanya sesaat guna mengontrol emosinya yang mulai menggerogoti akalnya.
Wanita ini...
Adam sangat geram hingga menggenggam sendok makan di tangannya dengan erat.
"Kau, cepat pindah ke kursi kosong didekat sini dan ambil sarapanmu!" ucap Adam dengan tegas membuat Aisyah tak berani membantahnya.
Ana dan Ariella yang awalnya tergelak tadi, kini kembali memasang wajah tak senangnya. Perhatian Adam membakar hati mereka yang berpenyakit.
Aisyah bangkit dari kursinya lalu berjalan pelan ke kursi kosong yang berada di hadapan Adam. Pergerakannya masih di perhatikan Adam, begitu pun dengan Ana dan Ariella.
Aisyah sudah duduk di kursinya, lalu dengan perasaan malu dan canggung mengambil sarapan secukupnya untuknya.
Kini keadaan ruang makan kembali tenang. Hanya suara dentingan sendok saja yang terdengar.
Ya Allah, Aisyah lupa baca doa...
Keadaan tak nyaman dan tertekan, membuatnya makan tanpa membaca doa terlebih dahulu. Karena hal itu sudah terjadi, Aisyah pun membaca doa yang dianjurkan Rasulullah Sallahu Alaihi Wassalam ketika lupa menyebut nama Allah sebelum makan.
"Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu." Doa Aisyah dengan lirih namun masih dapat di dengar samar oleh ketiga orang yang berada di samping dan dihadapannya.
"Sok suci!" gumam Ana terdengar sinis.
Aisyah yang mendengarnya memilih diam tanpa membalas hinaan mertuanya itu. Seburuk apa pun Ana Mama mertuanya, Aisyah tetap menghormatinya sebagai seorang menantu.
lima menit berlalu, Adam meletakkan kedua sendok di atas piringnya yang telah kosong. Pria itu sudah menyelesaikannya sarapan paginya dan kini meraih serbet untuk membersihkan bekas makanan di mulutnya.
Ana yang masih sarapan, mengalihkan perhatiannya pada Adam. Wanita paru baya itu memperlihatkan wajah teduh dan lembutnya. Tatapannya memancarkan kasih sayang untuk Adam.
"Mau berangkat sekarang sayang?" tanya Ana lalu memasukkan sesuap makanan ke dalam mulutnya.
Adam membalas tatapan Ana, lalu menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Iya Ma, ada meeting pagi ini dengan investor Jepang," ucap Adam yang dipahami Ana dengan anggukkan pelannya.
"Baiklah Nak, hati-hati di jalan dan jangan lupa makan siang ya," ucap Ana dengan penuh perhatian kepada Adam.
Ana sangat menyayangi anak semata wayangnya itu. Adam adalah harapan dan alasan terakhirnya untuk terus bergairah menjalani hidup.
Adam juga merupakan separuh belahan jiwanya setelah Alex. Jadi, apapun yang berhubungan dengan Adam, Ana pasti turut ikut campur.
"Pasti Ma," ucap Adam tersenyum tipis sembari menatap mata Ana.
Adam mengalihkan pandangan matanya melihat tangan Ariella. "Bagaimana tanganmu? Apakah masih sakit?" tanya Adam dengan lembut. Ia menatap tangan dan wajah Ariella secara bergantian.
Ariella menggeleng kecil dengan senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya. Wanita itu pandai menarik perhatian Adam dan Ana dengan pesonanya.
"Nggak sakit, hanya saja belum bisa tersentuh apa pun," ucap Ariella sembari melirik tangannya.
"Kalau begitu kamu jangan banyak bergerak sayang... jangan lupa obat anti nyerinya nanti di minum," ucap Ana tersenyum hangat pada Ariella.
"Tadi pagi siapa yang ganti perbannya?" tanya Adam masih dengan tatapan lembutnya.
"Ganti sendiri, ya.. walaupun sedikit sulit, hihi."
Ariella sengaja terlihat kuat di depan Adam dan Ana. Wanita itu sangat pandai memanipulasi perasaan semua orang dengan trik liciknya. Hanya Aisyah yang menyadari sikap wanita bermuka dia itu.
"Ariel, kenapa kau nggak meminta bantuan ku?" tanya Adam menatap Ariella dengan raut wajah khawatirnya.
"Maaf Adam, aku nggak ingin mengganggumu," ucap Ariella melirik Aisyah sesaat, membuat Adam mengikuti lirikannya itu.
"Benarkah? Bukan karena ada orang lain yang menghalangimu?" tanya Adam dengan tatapan seriusnya. Pria itu tiba-tiba saja menatap Aisyah dengan tak bersahabat.
Ana yang mendengar perkataan Adam, langsung menatap Aisyah dengan tajam. "Aisyah, apa kau yang menghalangi Ariella meminta bantuan pada Adam?!" tanya Ana mengintimidasi Aisyah.
"Nggak Ma, Aisyah nggak melakukan itu," ucap Aisyah dengan alis yang mengerut sedih. Ia menggelengkan kepalanya sembari meyakinkan Ana dengan tatapan teduhnya.
Adam semakin menatap Aisyah dengan tajam, pria itu terprovokasi dengan tuduhan Mamanya.
Ariella memilih diam sembari memperhatikan. Wanita yang menjadi sumber fitnah itu tak berniat membela Aisyah.
"Tante, jangan marahi Aisyah. Wajar kok kalau Aisyah menghalangi Ariella," ucap Ariella seperti membela namun kenyataannya dia semakin membuat Aisyah terpojok dengan fitnahan Ana.
Aisyah membesarkan pupil matanya dengan wajah sendunya. Ia tak menyangka Ariella mencari cela dari berbagai sisi untuk menjatuhkannya. Aisyah bahkan seakan tak mampu mengelak karena ia sudah di pandang buruk duluan.
"Ariella, kenapa kau menuduhku seperti itu? Bukankah aku mengizinkanmu menemui Mas Adam? Mas Adam juga melihatnya kan masuk ke dalam kamar tadi?" ucap Aisyah bukan membela diri melainkan berusaha menegakkan kebenaran.