Aku, Ghea Ardella, hanyalah seorang gadis pecinta sastra,menulis mimpi di antara bait-bait senja,
terobsesi pada harapan yang kupanggil dream,dan pada seorang pria yang kusebut my last love.
Dia, pria asal Lampung yang tak pernah kusentuh secara nyata,hanya hadir lewat layar,namun di hatiku dia hidup seperti nyata.
Aku tak tahu,apakah cinta ini bersambut,
atau hanya berlabuh pada pelabuhan kosong.
Mungkin di sana,ia sudah menggenggam tangan wanita lain,sementara aku di sini, masih menunggu,seperti puisi yang kehilangan pembacanya.
Tapi bagiku
dia tetaplah cinta terakhir,
meski mungkin hanya akan abadi
di antara kata, kiasan,
dan sunyi yang kupeluk sendiri.
Terkadang aku bertanya pada semesta, apakah dia benar takdirku?atau hanya persinggahan yang diciptakan untuk menguji hatiku?
Ada kalanya aku merasa dia adalah jawaban,
namun di sisi lain,ada bisikan yang membuatku ragu.
is he really mine, or just a beautiful illusion?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thalireya_virelune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bagaimana cara melupakanmu?
Keesokan harinya, aku melangkah ke sekolah seperti biasa. Oh ya, aku bersekolah di SMK Negeri Yunan. Banyak orang bertanya, kenapa aku memilih SMK, bukan SMA. Alasannya sederhana: aku ingin cepat bekerja setelah lulus. Aku tahu hidup ini tidak selalu mudah, jadi aku harus mempersiapkan diri sejak sekarang.
Di kelas, aku menunduk lama. Pikiranku masih dipenuhi bayangan Reza. Saat jam istirahat tiba, aku menarik napas panjang lalu menghampiri sahabatku Yena. Dia satu-satunya orang yang benar-benar aku percaya di SMK ini.
Aku menaruh kepalaku di atas meja, lalu berbisik lirih.“Yen… aku terus kepikiran soal Reza. Aku gak tahu harus gimana lagi.”
Yena menatapku dengan penuh iba. Ia menepuk pundakku pelan, lalu duduk di sebelahku.
“Kamu masih mikirin dia? Padahal jelas-jelas dia udah pergi ninggalin kamu tanpa pamit. Kamu tuh terlalu sayang sama dia, Ghea.”
Aku menggigit bibirku, mencoba menahan air mata. “Aku cuma bingung, Yen… gimana cara ngelupain dia? Aku udah berusaha, tapi semakin dilawan, semakin aku kangen.”
Yena terdiam sejenak, lalu menarik napas dalam. “Jujur aja, Ghea… cara melupain orang yang udah kita cintai tuh memang sulit. Bahkan kadang mustahil kalau hatinya masih di dia. Tapi setidaknya, kamu bisa coba satu hal cintai diri kamu sendiri dulu.”
Aku menoleh padanya, dengan mata berkaca-kaca. “Tapi aku udah terlanjur cinta banget sama dia, Yen seolah gak ada cowok lain yang bisa aku liat selain dia.”
Yena menatapku serius, suaranya lebih tegas. “Kalau gitu, kamu harus ingat satu hal,kalau dia beneran cinta sama kamu, dia gak bakal ninggalin kamu kayak gini. Jangan sampai kamu terus nyakitin diri sendiri karena cowok yang bahkan gak pernah benar-benar ngehargain kamu.”
Aku terdiam. Kata-katanya menamparku, tapi juga menenangkan. Aku tahu Yena benar. Namun, hatiku tetap menolak untuk menerima kenyataan pahit itu.
“Apalagi kamu sama Reza kan belum pernah ketemu langsung?” tanya Yena pelan, matanya menatapku penuh kekhawatiran.
Aku terdiam, menunduk."Iya, Yen aku memang belum pernah bertemu dengannya . Tapi rasanya kayak nyata, aku ngerasa bener-bener sayang sama dia.”
Yena menarik napas panjang, lalu menatapku lebih dalam. “Justru itu, Ghea. Kamu jangan kasih hatimu sepenuhnya ke orang yang bahkan belum pernah kamu temui. Dunia maya itu gampang banget bikin kita salah paham sama perasaan sendiri.”
Aku menggigit bibirku, suaraku bergetar. “Tapi gimana, Yen… aku udah cinta banget. Rasanya gak mungkin bisa hilang begitu aja.”
Yena mengusap lenganku pelan, mencoba menenangkan. “Aku ngerti perasaan kamu. Tapi coba pikirin lagi, apa yang kamu dapat dari dia selain luka? Kalau cuma sakit yang dia kasih, berarti dia gak pantas buat kamu.”
Aku menatap meja dengan tatapan kosong, lalu akhirnya berbisik lirih. “Benar apa yang kamu bilang, Yen. Reza… dia memang gak pernah ngasih apa-apa selain luka. Selain nafsu.”
Yena menatapku lama, lalu menggenggam tanganku erat. “Nah, itu buktinya, Ghea. Kamu udah sadar, meskipun rasanya pahit banget. Kalau cowok itu bener-bener sayang sama kamu, dia gak akan maksa, apalagi bikin kamu merasa kotor dan gak berharga.”
Air mataku jatuh begitu saja. “Aku cuma pengen dicintai, Yen… bener-bener dicintai. Tapi kenapa malah gini?”
Yena menarikku ke dalam pelukannya. “Karena kamu ngasih hatimu ke orang yang salah. Tapi itu bukan salahmu sepenuhnya. Kamu cuma terlalu tulus sama orang yang gak tau cara menghargai ketulusan. Denger ya, Ghea… suatu hari nanti ada yang bakal bener-bener sayang sama kamu, bukan cuma main-main.”
Aku menggeleng pelan, mataku sembab karena terlalu lama menangis. “Aku gak bisa jatuh cinta lagi, Yen. Reza itu cinta terakhir aku, setelah Hara.”
Yena terdiam sejenak, seakan menimbang kata-kata yang tepat agar tidak semakin menyakitiku. “Ghea…” suaranya lembut sekali, “aku tau kamu lagi hancur, tapi jangan bilang begitu. Jangan nutup hatimu cuma karena satu orang yang gak pantas. Apalagi… kamu masih muda, masih banyak jalan, masih banyak orang yang bisa bikin kamu bahagia.”
Aku menunduk, suaraku bergetar saat bicara. “Tapi, Yen,aku ini gak cantik ,dari dulu gak pernah ada yang benar-benar tulus sama aku. Bahkan waktu aku berusaha ngalah, mencoba mencintai orang yang kuanggap tulus, ternyata tetap sama aja. Mereka semua nyakitin aku.”
Yena menatapku dengan penuh iba. “Mereka? Maksud kamu siapa aja, Ghea?”
Aku menarik napas panjang, lalu menyebut satu per satu nama yang pernah tergores dalam ingatan. “Arief, Fajar, Irfan, Doni… bahkan Reynalga. Aku pernah coba buka hati, walau gak sepenuhnya cinta. Tapi apa? Mereka semua juga ninggalin aku dengan caranya masing-masing. Seakan aku ini cuma tempat persinggahan sementara.”
Aku tersenyum getir, meski air mataku kembali jatuh. “Kadang aku mikir, jangan-jangan emang gak ada satu pun yang bisa tulus sama aku. gak ada yang benar-benar bisa lihat aku apa adanya.”
Yena meremas tanganku, matanya berkaca-kaca. “Ghea… jangan pernah nilai dirimu dari perlakuan mereka. Kalau mereka pergi, itu bukan karena kamu gak berharga, tapi karena mereka yang gak pernah pantas buat kamu. Tuhan pasti nyiapin seseorang yang lebih baik, yang bisa lihat hati kamu, bukan cuma fisik kamu.”
Aku menggeleng pelan, merasa terjebak di dalam lingkaran luka yang sama. “Tapi kapan, Yen? Aku udah capek berharap, capek percaya. Rasanya selalu berakhir sama,sakit dan sakit”
Yena menarikku dalam pelukan hangatnya. “Kalau kamu capek berharap pada manusia, coba belajar berharap pada Tuhan dulu, Ghea. Karena dari situ, kamu bakal nemuin ketenangan sebelum akhirnya dipertemukan sama orang yang tepat.”
Aku terdiam setelah mendengar kata-kata Yena. Hati kecilku bergetar, seakan ada sesuatu yang selama ini aku abaikan. Benar… apa yang Yena bilang ada benarnya. Aku terlalu sibuk mengejar cinta manusia, sampai lupa bahwa ada satu cinta yang tak pernah meninggalkan yaitu cinta Tuhan kepadaku.
“Yen… mungkin kamu benar. Aku harusnya lebih fokus sama ibadah. Lebih dekat sama Tuhan, bukan terus-terusan nyiksa diri mikirin Reza,” ucapku lirih, sambil menyeka air mata yang masih jatuh.
Yena tersenyum hangat, matanya lembut menatapku. “Itu pilihan yang tepat, Ghea. Kalau kamu dekat sama Tuhan, hati kamu pasti tenang. gak gampang goyah lagi.”
Aku menunduk, lalu menarik napas dalam-dalam. Untuk pertama kalinya aku merasa ada cahaya kecil yang menyusup ke dalam hatiku yang gelap. Mungkin aku memang harus belajar ikhlas, berhenti berharap pada seseorang yang bahkan tak pernah benar-benar menganggapku ada.
Dalam hati aku berdoa" Ya Tuhan, jika memang Reza bukan untukku, tolong kuatkan aku. Jangan biarkan aku terus terjebak di masa lalu. Bimbing aku agar bisa mencintai-Mu lebih dari mencintai manusia manapun dan siapapun"