Dua Jiwa Yang Tertukar

Sementara itu, semua teman Rangga tampak kecewa dengan kelakuannya. Mereka pun ikut pergi meninggalkan ruangan.

Rangga yang tampak marah membanting semua piring di meja.

Prang!

Mendengar keributan itu, beberapa pelayan segera masuk dan menghentikan aksinya. Bahkan, mereka memanggil sekuriti untuk mengamankan Rangga.

"Lepas! Kalian tidak tahu siapa aku? Aku ini orang kaya, aku bisa mengganti semuanya!" teriak Rangga histeris.

Namun, mereka tidak mendengarkan ocehannya dan tetap membawanya pergi.

Arka sangat puas melihat Rangga diperlakukan seperti itu. Kemudian, ia mencari Anya yang sudah tidak ada di tempatnya.

Ternyata, Anya mengikuti seorang staf perusahaan. Anya mengikutinya tanpa sedikit pun menyimpan rasa curiga.

Ia terus naik ke lantai paling atas gedung. Saat membuka pintu, mereka sudah berada di atap.

"Katanya ada yang ingin bertemu denganku, kenapa kita sampai ke sini?" tanya Anya pada pria yang mengenakan jaket kulit dan memakai topi hitam itu.

Orang itu hanya diam dan terus berjalan ke tengah. Anya mengikutinya begitu saja tanpa memikirkan apa pun.

Namun, saat Anya berada di tengah, tiba-tiba orang itu berhenti dan berbalik. Tatapannya menakutkan, dingin, dan menusuk.

"Kau siapa? Apa yang sebenarnya kau lakukan? Kau menipuku, ya!" sentak Anya.

Lelaki itu berjalan ke arahnya dengan penuh intimidasi. "Kau ingat tempat seperti ini, kan? Ingat kejadian apa yang terjadi di tempat seperti ini?"

'Apa maksudnya? Aku tidak mengerti sama sekali. Apa yang sebenarnya terjadi?' batin Anya bergejolak.

"Jadi, kau sudah melupakannya, hah! Kejadian 3 tahun lalu seharusnya menjadi kejadian yang kau ingat seumur hidupmu dan membuatmu menderita!" teriaknya histeris.

Anya seketika ketakutan melihat ekspresi orang itu. Dia terus berjalan mendekat, sementara Anya terus berjalan mundur hingga tubuhnya menabrak pagar pembatas.

"Aku tidak tahu apa yang kau maksud. Jangan lakukan ini, kau bisa masuk penjara," ancam Anya.

"Apa? Jadi, kau sudah melupakannya ternyata! Haha! Tidak apa, aku akan mengingatkanmu dengan membuatmu jatuh ke bawah," ujarnya.

Lelaki itu menarik kerah Anya dan mulai mendorongnya. Anya memegang erat tangan lelaki itu, berusaha melepaskan diri.

Namun, ia sudah sangat terdesak. Gelapnya malam dan dinginnya udara membuat Anya semakin ketakutan. Wajah lelaki itu juga tidak begitu jelas karena gelap.

"Tidak! Lepaskan aku!" teriaknya.

Anya menoleh dan melihat jauh ke bawah. Hanya terlihat lampu kelap-kelip karena begitu tingginya.

"Jadi, hanya ini kemampuanmu? Bahkan tidak ada perlawanan. Sungguh tugas yang mudah," ujarnya sambil tersenyum sinis.

'Tugas? Jadi, ada seseorang di balik semua ini? Tapi siapa dan apa maunya sampai mau mencelakai Arka,' batin Anya.

Anya berpegangan erat pada orang itu, takut terjatuh dari ketinggian sekitar 100 meter. Ia terus berdoa dalam hati dan berusaha melawan.

Tubuh Anya mulai terhuyung ke belakang. "Tidak! Tolong siapapun, tolong aku!"

Teriakannya tidak ada yang mendengar.

"Haha! Tidak akan ada yang akan mendengarmu," sentak pria itu.

Buk!

Tiba-tiba terdengar suara pukulan benda tumpul yang membuat lelaki itu melepas cengkeramannya.

Ia mundur kesakitan. Punggungnya dipukul benda tumpul dengan keras. Saat ia berbalik, Arka dalam tubuh Anya berada di belakangnya dengan membawa tongkat besi.

Arka yang tiba-tiba curiga segera mencari keberadaan Anya. Ia bertanya pada beberapa pelayan dan melihat Anya bersama seorang pria bertopi menuju lift.

Itulah sebabnya Arka bisa datang di waktu yang tepat.

Lelaki itu langsung mundur dan mencoba kabur. Saat dia sudah turun, para sekuriti baru tiba dan mencoba mengejar untuk menangkapnya.

Anya langsung limbung dan terduduk lemas. Ia hampir saja meregang nyawa jika benar-benar terjatuh dari tempat setinggi itu.

"Kau tidak apa-apa, kan? Dia tidak sempat melukaimu, kan?" cecar Arka panik. Ia melihat dan mengecek tubuh Anya.

Anya menggeleng pelan. "Tidak. Tapi, apa kau sering mendapatkan perlakuan dan teror seperti ini?"

Anya tidak memikirkan dirinya, namun ia justru khawatir dengan Arka. Pasalnya, ia pernah melihat obat penenang di kamar Arka waktu itu.

Mungkin Arka tertekan hingga memiliki obat itu. Ia kasihan sekaligus sedih karena orang yang selama ini ia kagumi ternyata mengalami hal semengerikan ini.

Anya menggeleng pelan. Arka segera merapikan pakaian Anya dan menariknya menjauh dari tepian. Namun, Arka tiba-tiba bergetar saat melihat ke belakang.

Seolah ketakutan, keringat dingin membasahi keningnya.

Mereka segera turun dari sana, meninggalkan tempat mengerikan itu. Namun, sekuriti yang tadi mengejar orang itu menghadang mereka dan mengatakan tidak berhasil menangkapnya.

Arka meminta sekuriti untuk mengecek CCTV dan melaporkan pada polisi.

"Kita pulang saja," ajak Arka.

Anya hanya mengangguk, belum sanggup berkata-kata karena syok.

Arka membimbingnya masuk ke dalam lift.

Di Penthouse Arka.

Saat mereka baru tiba, mereka melihat sebuah kotak di depan pintu. Kotak itu dibungkus dengan kertas cerah dan bermotif, bahkan ada pita di atasnya.

Anya mengambilnya dan melihat pengirim. Tapi, tidak ada nama ataupun tulisan di atasnya.

"Letakkan saja, atau buang," ucap Arka datar.

Anya mengerutkan kening. "Kenapa? Bagaimana jika di dalamnya ada sesuatu yang penting?"

"Buka saja kalau kau tidak percaya," sahut Arka sambil membuka pintu.

Anya yang masih penasaran membawa kotak hadiah itu masuk.

"Jika ingin membukanya, bukalah di kamarmu," ujar Arka. Ia langsung berjalan menuju tangga kamarnya.

Anya mengangkat kedua bahunya dan membawa kotak itu masuk ke kamarnya yang ada di lantai bawah.

Anya meletakkannya di atas kasur dan mencari gunting. Ia segera membuka selotip yang menutup kotak itu.

Perlahan, ia membuka kotak itu.

"Aaakkhhh!"

Anya melempar kotak itu dan ketakutan setengah mati.