Di balik reruntuhan peradaban sihir, sebuah nama perlahan membangkitkan ketakutan dan kekaguman—Noir, sang kutukan berjalan.
Ditinggalkan oleh takdir, dihantui masa lalu kelam, dan diburu oleh faksi kekuasaan dari segala penjuru, Noir melangkah tanpa ragu di antara bayang-bayang politik istana, misteri sihir terlarang, dan lorong-lorong kematian yang menyimpan rahasia kuno dunia.
Dengan sihir kegelapan yang tak lazim, senyuman dingin, dan mata yang menembus kepalsuan dunia, Noir bukan hanya bertahan. Ia merancang. Mengguncang. Menghancurkan.
Ketika kepercayaan menjadi racun, dan kesetiaan hanya bayang semu… Siapa yang akan bertahan dalam permainan kekuasaan yang menjilat api neraka?
Ini bukan kisah tentang pahlawan. Ini kisah tentang seorang pengatur takdir. Tentang Noir. Tentang sang Joker dari dunia sihir dan pedang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MishiSukki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16: Akhir yang Terlupakan
Noir terus merangkak, tubuhnya yang lemah didorong oleh naluri bertahan hidup yang tak mau padam. Setiap gerakan adalah perjuangan, setiap langkah adalah penderitaan, namun dia tidak berhenti. Ia mengunyah rerumputan liar dan menyesap air asam dari tumpukan kompos daun busuk, satu-satunya sumber hidrasi yang bisa ia temukan.
Tidak tahu ke mana ia menuju, Noir terus bergerak. Hutan di sekitarnya adalah labirin tanpa petunjuk, hanya dipenuhi oleh kelelahan dan kebingungan.
Matahari terik membakar punggungnya, tetapi rasa sakit itu seakan tak lagi terasa. Ia hanya peduli pada satu hal: melanjutkan, bertahan, meskipun tubuhnya sudah terlalu lemah. Dalam keheningan hutan itu, sebuah bisikan berulang kali terdengar di benaknya,
"Terus hidup. Jangan berhenti."
Dengan setiap gigitan dan setiap tegukan air kotor, ia melawan kelelahan yang semakin dalam. Ia tidak tahu mengapa ia berjuang, atau untuk siapa, namun ia terus bergerak. Saat malam tiba, Noir terbaring kedinginan di atas tanah yang keras, kesadarannya mulai kabur.
Beberapa hari kemudian, keputusasaan yang menguasainya mulai mereda. Sebuah keberuntungan kecil akhirnya datang. Saat Noir merangkak lebih jauh, suara gemericik air menyapa telinganya. Matanya yang kabur akhirnya melihat sebuah sungai kecil, mengalir dengan tenang di dasar hutan yang sepi.
Dengan sisa kekuatannya, ia merangkak mendekati sungai itu. Suara air yang mengalir memberikan rasa ketenangan yang sudah lama tidak ia rasakan. Tanpa berpikir, ia menyesap air itu dalam-dalam. Rasanya segar, meskipun sedikit keruh, dan itu adalah berkah yang sangat berharga setelah berhari-hari hidup hanya dari rerumputan dan kompos.
Setelah menyegarkan dirinya, Noir melihat sekeliling. Di sepanjang tepi sungai, ia melihat semak-semak subur dengan buah beri liar berwarna merah dan biru. Tanpa ragu, ia meraih beberapa dan memakannya dengan lahap. Rasa manis dan asam itu adalah kenikmatan langka bagi tubuh yang sudah lama kelaparan. Setiap gigitan memberinya sedikit energi baru, membuatnya merasa lebih hidup.
Noir duduk di tepi sungai, menatap air yang mengalir, menenangkan pikirannya yang kacau. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, ia merasa sedikit lebih kuat. Keberuntungan kecil ini, sungai dan buah beri, telah memberinya secercah harapan yang hampir terlupakan.
Ia menyentuh kulitnya, yang masih penuh luka dan memar. Proses penyembuhan yang brutal dari eksperimen Geraldine telah meninggalkan jejak, tetapi ia juga merasakan sesuatu yang baru. Sebuah energi yang berbeda mengalir dalam dirinya, sesuatu yang tidak pernah ia miliki sebelumnya. Tubuhnya terasa lebih ringan, dan luka-lukanya tampaknya mulai pulih lebih cepat dari seharusnya.
Saat ia memejamkan mata, ia melihat sebuah ingatan yang kabur: sebuah cairan berwarna hijau yang mengalir ke dalam tubuhnya, suara Geraldine yang dingin, dan rasa sakit yang tak terlukiskan. Entah bagaimana, ia selamat dari eksperimen itu. Ia berhasil melarikan diri, atau lebih tepatnya, dibuang. Namun, efeknya tetap ada. Kekuatan yang aneh kini bersarang dalam dirinya, menunggu untuk bangkit.
Dengan energi yang kembali, Noir mulai bergerak lebih jauh, mengikuti aliran sungai. Ia berharap sungai ini akan membawanya ke suatu tempat yang aman. Ia juga tahu, ia harus berhati-hati. Dunia ini penuh dengan bahaya, dan ia tidak boleh lengah.
Ia menemukan gua kecil di balik air terjun, tempat yang sempurna untuk bersembunyi dari dunia luar. Di dalam gua itu, ia merasa terlindungi, seolah ia telah menemukan tempat di mana ia bisa pulih dan merencanakan langkah selanjutnya.
"Aku akan kembali," bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya parau.
"Aku akan kembali, dan mereka yang telah menghancurkanku akan membayar."
Namun, di tengah semua itu, ada satu hal yang terus mengganggunya. Ibunya, sebuah sosok yang hilang dari ingatannya, sebuah kekosongan yang tak bisa ia jelaskan. Ayahnya yang kejam, yang tak pernah memberinya kasih sayang, adalah satu-satunya ingatan yang tersisa tentang masa kecilnya. Siapakah ibunya? Dan mengapa ia tidak pernah ada dalam hidupnya?
Pertanyaan-pertanyaan ini menumpuk dalam benaknya, menambah beban yang sudah terlalu berat untuk ia pikul. Tetapi ia tahu, untuk saat ini, ia harus bertahan. Ia harus menjadi lebih kuat. Hingga suatu hari nanti, ia akan kembali ke kota itu, ke Akademi Everhart, dan menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang menghantuinya. Ia akan menemukan kebenaran, dan pada akhirnya, ia akan membalas semua penderitaan yang telah ia alami.