Menjadi Ibu Susu Bayi Bayi Gaib

“Saya ke sini mau menengok bayi, Bu Retno. Saya ingin melihat bayi bayi yang luar biasa itu.” Ucap Mbah Arjo dengan nada serius sambil menatap Retno yang sudah mulai masuk ke dalam rumah.

Di tangan Retno tampak membawa dua kotak kue. Karena Retno tahu pasti akan ada Ibu ibu yang datang menengok bayi di rumah Widowati.

“Yang benar saja Mbah? Jangan jangan sampeyan disuruh Nyi Ratu untuk merebut bayi bayi itu. Sampeyan kan teman Nyi Ratu. Secara Nyi Ratu sekarang sudah lemah dan melarikan diri.” Ucap Retno yang kini berdiri di dekat Widowati.

“Tidak Bu Retno saya tidak disuruh oleh Nyi Ratu. Meskipun saya temannya tetapi saya tidak ikut ikut jika itu merugikan orang lain Bu. Saya memang dukun tetapi tujuan saya untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan.”

“Saya membantu orang melahirkan, atau membantu orang yang belum siap punya bayi saya kirim janin nya pada orang yang ingin punya momongan.” Ucap Mbah Arjo lagi sambil menatap Retno dan Widowati.

“Iya benar Bu. Kami anak anak Mbah Arjo juga melarang jika Emak ikut ikut Nyi Ratu Kodasih menganut ilmu hitam. Leluhur kami juga akan marah jika ada yang menganut ilmu hitam Bu.” Ucap Marni anak perempuan Mbah Arjo.

“Bisa dilihat dari tubuh Emak saya yang dia menua sesuai dengan usianya. Berbeda dengan Nyi Ratu yang sudah usia seratus lebih masih tampak lebih muda dari Emak saya yang berusia tujuh puluh tahun.” Ucap Marni lagi.

“Kehidupan saya juga normal Bu, saya berumah tangga dengan satu suami dan punya tiga orang anak.” Ucap Mbah Arjo masih menatap Retno dan Widowati yang tampak sangat khawatir dengan kedatangannya.

“Apalagi saya tahu dengan mata kepala saya sendiri Bu, kalau bayi bayi penunggu pohon duwet itu sangat kuat luar biasa. Saya takut Bu.”

“Saya datang ke sini karena ingin melihat mereka, waktu masih di perut saja kuat sekali telur saya disedotnya. Dan kata Mbah Surti bayi bayi itu wujudnya seperti manusia, ganteng dan cantik.” Ucap Mbah Arjo lagi tampak dengan sungguh sungguh.

Retno lalu ikut duduk di karpet, sedangkan Widowati melangkah ke pintu kamar. Saat dilihat dua anaknya masih tidur pulas Widowati kembali menutup pintu kamar, lalu melangkah ke belakang untuk membuatkan minuman bagi tamu tamunya.

“Mbah Arjo kan sudah dengar kabar dari orang orang, kalau Nyi Ratu tadi malam tersambar petir. Dia sudah gundul dan gosong, tapi masih bisa berlari cepat. Pak Polisi sudah mengejar dan menggerebek rumahnya. Tetapi rumah kosong. Apa Mbah Arjo tahu ke mana dia bersembunyi bersama pembantu pembantunya?” tanya Retno sambil menatap wajah keriput Mbah Arjo.

“Maaf Bu, saya sendiri tidak tahu. Tapi dari cerita almarhum suami saya, kalau Nyi Ratu sedang kalah atau terdesak dia memang akan sembunyi dan semedi minta pertolongan pada junjungan nya, sesembahnya.” Ucap Mbah Arjo

“Sembunyi di mana?” tanya Retno sangat penasaran.

“Siapa sesembahnya, mbah?” tanya Widowati yang sudah muncul sambil membawa nampan berisi minuman.

Semua orang yang ada di ruang depan rumah Widowati itu menatap wajah Mbah Arjo, sangat penasaran menunggu jawaban dari Mbah Arjo.

“Sesembahnya kan iblis dalam wujud ular besar berkepala manusia.” Ucap Mbah Arjo yang telapak tangannya kini memegang tengkuknya karena tiba tiba bulu kuduknya meremang.

“Terus sembunyi di mana?” tanya mereka semua.

“Menurut cerita dari almarhum suami saya sembunyi di gua di gunung Merapi itu.. Tetapi tidak ada yang tahu di mana tepat nya gua itu. Juga dijaga oleh ular ular..” ucap Mbah Arjo lagi.

“Hiii ngeri banget ya..” gumam mereka semua sambil begidik ngeri.

“Ya seperti itu, setelah bersemedi Nyi Ratu menjadi kuat lagi, muda lagi.. Begitu seterusnya dia tidak menua, seperti macam ular saja nglungsungi kulit nya menjadi segar lagi.. “ ucap Mbah Arjo lagi.

Widowati dan Retno saling pandang. Mereka berdua sangat takut dan khawatir jika suatu saat Nyi Ratu akan datang lagi..

🌸🌸🌸

Waktu pun terus berlalu, hari demi hari dilewati oleh Widowati dengan merawat dan membesarkan Langit dan Lintang dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Tidak terasa sudah dua tahun lebih Widowati hidup dengan kedua anak itu. Langit dan Lintang tumbuh sehat, kuat dan pintar. Tidak ada gangguan yang berarti. Sosok Nyi Ratu pun tidak muncul lagi. Meskipun berita tentang Nyi Ratu telah pudar di masyarakat. Namun Widowati tetap waspada dalam menjaga anak anaknya.

Perekonomian Widowati pun juga membaik. Dia bekerja membuat makanan yang dijual. Pelanggannya sudah lumayan banyak, karena masakan Widowati memang enak. Rumah yang dulu dia kontrak pun sudah menjadi miliknya meskipun awalnya lewat oper kredit Bank.

Bahan bahan makanan selalu tersedia. Karena ada yang terus memasok secara gratis. Siapa lagi kalau bukan Bapak nya Langit dan Lintang. Menurut orang orang karena bahan makanan yang datangnya secara gaib itu yang membuat makanan Widowati laris manis. Orang orang pun merasa tubuhnya lebih sehat jika makan masakan Widowati.

“Mama ini telul na cudah aku kupas cemua.” Suara imut seorang anak perempuan yang cantik manis dan jelita. Kedua tangan mungilnya membawa satu waskom besar berisi telur yang sudah dia kupas.

Jika anak manusia biasa tidak mungkin bisa, seorang anak yang belum genap berusia tiga tahun membawa waskom besar penuh berisi telur.

“Terima kasih Sayang, sini Mama masukkan ke dalam bumbu..” ucap Widowati lalu menerima satu waskom telur yang berat itu . Akan dia taruh pada wajan besar yang berisi bumbu yang sudah dimasak.

“Lin... cini bantu aku! ini beyum celecee.” Teriak seorang anak laki laki yang sedang jongkok. Dia sibuk mencabuti bulu bulu ayam kampung yang di rendam di air panas dalam panci besar.

“Lin.. Lin.. Lin... halusna kamu itu panggil aku kakak. Bial pun tubuhku lebih kecil dali kamu, tapi kata Papa aku yang dibuat lebih dulu.” Suara imut seorang anak perempuan dengan bibir yang mengerucut ke depan.

Namun dia tetap melangkah mendekati saudaranya yang jongkok menghadap panci besar.

“Tapi aku yang lebih becal dan aku laki laki, halusna kamu yang panggil aku Kakak.” Saut anak laki laki yang wajahnya ganteng maksimal dan jari jarinya terus sibuk mencabuti bulu bulu ayam.

Widowati yang berdiri di depan kompor, menoleh ke arah anak anaknya. Bibir Widowati tersenyum mendengar kedua anaknya yang saling berebut untuk dipanggil Kakak. Dua anak itu memang bisa berkomunikasi dengan Bapak nya yang tidak kasat mata.

Sesaat di pintu depan terdengar suara ketukan..

TOK

TOK

TOK

Widowati mengecilkan api kompor nya, dan membalikkan tubuhnya..

“Kalian di sini ya, Mama lihat siapa yang datang.” Ucap Widowati sambil melangkah..

“Iya Ma... aku jaga jangan campai telul na gocong.” Suara imut Lintang sambil membantu saudara laki laki nya.

Widowati terus melangkah menuju ke pintu depan. Saat pintu sudah dibuka Widowati mengernyitkan keningnya karena melihat seorang perempuan yang belum dia kenal berdiri di depan pintu.