Istri Kedua Suamiku

"Bajingan, dasar wanita pelacur!"

"Aku sudah meninggalkan istri dan anak kandungku."

Roki marah besar saat mengetahui kalo anak yang dia anggap anaknya. Ternyata bukan.

"Maafkan aku, mas. Tapi, aku mohon sama kamu, jangan tinggalkan aku," ucap Ningsih, memohon agar Roki tidak meninggalkannya.

 "Cih, aku tidak mungkin mau, hidup dengan wanita pelacur seperti kamu, Ningsih!" pekik Roki.

Ningsih berlutut dibawah kaki Roki, dia terus memohon agar Roki tidak menceraikan dirinya.

 "Mulai hari ini, aku talak tiga kamu, Ningsih. Mulai detik ini kamu bukan istri aku lagi."

Ucap Roki dengan lantang, rasa kecewa kepada Ningsih begitu besar, sampai Roki tidak bisa menjaga ucapannya.

"Pergi dari rumah ini, dan bawa anak harammu!" usir Roki.

"Roki, sudah cukup! Jangan membuat keributan dirumah ibu," sahut Lilis, yang sudah mulai sakit-sakitan akhir-akhir ini.

"Pergi dari sini, dan jangaan menuntut hak apapun saat dipersidangan, karena anakmu bukan anakku!" bentak Roki.

"Mas, maafkan aku. Aku memang salah karena sudah menyembunyikan semua ini, tapi aku hanya berniat agar kamu tidak kesepian, dan kamu mempunyai anak," ucap Ningsih.

"Apa maksudmu, aku bisa memiliki anak dengan wanita lain, yang pastinya wanita baik-bail," kata Roki.

"Sudah terbukti, kalo selama kita berumahtangga, aku tidak hamil, mas. Tapi saat aku berhubungan dengan laki-laki lain, aku langsung hamil," ucap Ningsih.

"Apa maksud kamu, kamu pikir aku laki-laki mandul, hah!" bentak Roki,

"Ingat, aku mempunyai anak dari Zahra!"

"Apa kamu ingat dengan kutukan dari mbak Zahra, saat kalian selesai persidangan mas, mbak Zahra mengutuk kamu tidak akan mempunyai anak," kata Ningsih.

"Halah, aku ngak percaya soal itu, aku akan menikah lagi setelah selesai bercerai darimu, dan akan aku buktikan kalo aku bisa mempunyai anak dari wanita lain," ucap Roki.

"Silahkan kamu buktikan, tapi kalo ucapan kamu salah, kamu akan merenungi hidup yang menyedihkan selama kamu hidup," kata Ningsih.

"Jangan banyak bicara, pergi dari sini cepat!" usir Roki.

"Baik, aku akan pergi, dan aku akan menerima bercerai darimu," jawab Ningsih.

Ningsih langsung berkemas, membawa barang miliknya.

"Jangan menyesal, kalo kamu menyesal," ucap Ningsih.

Ningsih membawa anaknya yang baru berusia lima bulan itu, Ningsih tidak mau mengemis lagi dengan Roki.

 "Bu, kenapa mbak Ningsih pergi membawa koper?" tanya Elsa, yang baru saja pulang.

"Kakamu dengan istrinya bercerai, karena ternyata anak yang dilahirkan Ningsih, bukan anak kakak kamu," jawab Lilis,

Mendengar itu, Elsa cukup kaget. Karena selama ini Roki sangat sayang dengan anak yang dia anggap anaknya.

"Ini teguran dari tuhan, kak. Karena selama ini kakak lepas tangan atas anak kakak sendiri," ucap Elsa.

"Maksud kamu apa, Elsa! Kamu menyalahkan kakakmu sendiri, hah!" bentak Roki.

"Bukan menyalahkan kak, tapi aku cuman memberitahu kakak, kalo sehrusnya kakak bisa menafkahi anak kakak sendiri, meskipun kakak dengan kak Zahra sudah bercerai," ucap Elsa mengingatkan lagi kepada kakaknya.

 "Benar kata adikmu, Roki. Sudah seharusnya kamu bertanggung jawab atas anakmu," sahut Lilis.

"Kalian tidak tahu apa-apa, jangan ikut campur," jawab Roki keras kepala.

Setelah mengatakan itu, Roki langsung meninggalkan ibu dengan adiknya.

"Ibu, bagaimana sekarang?" tanya Elsa.

"Ibu sudah membaik Elsa, maaf ibu sudah merepotkanmu," ucap Lilis.

"Tidak apa-apa bu, sudah kewajiban aku mengurus ibu saat ibu sakit," kata Elsa tersenyum.

Lilis menghela napas berat.

"Ibu kenapa? Sepertinya ada yang ibu fikirkan?" tanya Elsa,

"Kata dokter kan, ibu jangan banyak fikiran," lanjut Elsa, mengkhawatirkan kondisi sang ibu.

"Ibu terlalu memanjakan kakakmu, sehingga kakakmu keras kepala, tidak mau mendengarkan omongan ibu," ucap Lilis.

Elsa mengelus tangan ibunya, "Ibu jangan memikirkan itu, kak Roki kan dari dulu seperti itu."

"Iya, itu karena salah ibu Elsa, ibu terlalu memanjakan kakakmu," jawab Lilis.

"Sudahlah bu, jangan merasa bersalah seperti itu," kata Elsa, mengelus tangan ibunya.

Sedangkan Roki, setelah meninggalkan pembicaraan dengan adik dan juga ibunya.

"Ah, tidak mungkin," ucap Roki, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Ucapan Ningsih tadi, mengingatkan akan kutukan yang keluar dari mulut Zahra tempo hari.

"Aku akan membuktikan, kalo omongan Zahra waktu itu tidak akan terbukti," ucap Roki,

"Dan anak itu, aku tidak mau mengakuinya sebagai anakku, karena Zahra tidak memberikan harta gono-gini sedikit pun."

Yang ada di fikiran Roki hanya uang dan uang, sampai-sampai dia tidak mau menganggap anak kandungnya, karena tidak diberi harta oleh mantan istrinya.

 "Aku sumpahkan kalo hidup Zahra tidak akan bahagia dengan anaknya, kalo aku sudah kaya raya, aku tidak akan menganggap anak itu," kesal Roki.

Roki lupa, kalo darah lebih kental dari pada air.

"Aku harus fokus mencari istri lagi, agar aku mempunyai anak," ucap Roki.

***

Sedangkan disisi lain..

"Andaikan kamu sudah besar, dan sudah bisa bicara, bunda akan menanyakan hal ini denganmu sayang," ucap Zahra, saat bersama anaknya.

Kesibukan Zahra mengelola restoran dan perusahaan ayahnya, tidak membuat Zahra lupa kalo dirinya seorang ibu.

"Kamu kenapa, nak?" tanya Ela, saat melihat anaknya melamun.

"Ada banyak hal yang tidak aku mengerti mah, dan aku tidak menemukan jalan keluarnya," jawab Zahra, menghela napas berat.

"Tentang pernikahanmu yang akan dilaksanakan seminggu lagi?" tanya Ela.

 "Bukan mah, tapi ada urusan lain," jawab Zahra berbohong.

"Kalo kamu terpaksa menerima perjodohan ini, kamu bisa bicarakan dengan papah kamu," ucap Ela.

"Aku tidak keberatan mah, apapun keputusan papah, akan aku ikuti," kata Zahra tersenyum.

 "Yaudah kalo itu keputusan kamu, mamah cuman bisa mendoakan kamu," ucap Ela.

Zahra mengangguk pelan sembari tersenyum.

"Biar Kenzo sama mamah, kamu istirahat saja," titah Ela.

"Yaudah, aku titip Kenzo ya mah," ucap Zahra.

Zahra meninggalkan mansion, dia berniat akan bertemu dengan Rika.

Tring, suara pesan masuk ke ponsel Zahra.

[Zahra, ke rumah gua sekarang, ada hal penting!]

Setelah membaca pesan itu, Zahra langsung tancap gas ke rumah Rika.

Setelah sampai kerumah Rika, Zahra langsung masuk kedalam.

"Rika!" panggil Zahra.

"Gua didalam ruangan kerja gua," teriak Rika.

Zahra berlari keruangan kerja Rika.

"Sejak kapan, Andrea disini?" tanya Zahra kaget, saat melihat keberadaan Andrea,

"Dan, sejak kapan kalian dekat?"

"Itu ngak penting untuk kita bahas sekarang," ujar Rika.

"Kenapa muka Lo serius banget, ada apa Rik?" tanya Zahra penasaran.

"Gua udah tahu alasan Xavier mau nikahin Lo Zah, tapi Lo harus janji sama gua, kalo Lo ngak akan kaget," ucap Rika.

Zahra mengangguk pelan.

"Berkat bantuan Andrea, gua bisa membongkar tentang siapa Xavier, dan gua udah pastiin kalo informasi dari Andrea benar-benar nyata," kata Rika.

Zahra diam mematung, saat mengetahui sesuatu tentang Xavier.

"Brengsek!"

***