NovelToon NovelToon
Still Love You

Still Love You

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duniahiburan / Anak Genius / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ayinos SIANIPAR

Kalian pernah nggak sih suka sama sahabat kalian? Yah kali ini aku sadar kalau aku suka sama sahabat dari kecil ku. Dari umur 3 tahun hingga sekarang aku umur 23 tahun baru sadar kalau aku suka bahkan cinta sama dia. Namun bagaimana mungkin aku menyatakan perasaan ini? Kami itu sahabatan. Bagaimana aku menaruh hati dengannya/ bahkan dia juga sudah punya pacar. Pacar yang selalu dia bangga-banggakan. Aku bingung bagaimana harus mengungkapkannya!
Hai namaku Dion! Umur ku saat ini 23 tahun, aku baru saja lulus kuliah. Aku suka banget dengan kedisiplinan namun aku mendapatkan sahabat yang selalu lalai terhadap waktu dan bahkan tugasnya. Bagaimana cerita kami? Lest go

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayinos SIANIPAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 20

Voni melangkah memasuki mobil, duduk di samping Mama Dion yang sudah menunggu. Entah mengapa, Mama Dion begitu menyayangi Voni, bahkan seringkali melebihi sayangnya kepada Dion, putra kandungnya sendiri. Sungguh, bukan hanya Dion, ibunya pun mengasihi Voni. Mama Dion hari itu tampak sangat memesona; gaya busananya masih modis dan segar, seolah seorang wanita muda yang baru saja jatuh cinta. Rambutnya tertata rapi, riasan tipis menonjolkan kecantikan alaminya, dan aura positif terpancar jelas dari dirinya.

Dalam perjalanan yang masih diselimuti keheningan di dalam mobil, Mama Dion tiba-tiba membuka suara, memecah kesunyian yang mulai terasa sepi. “Mengapa kamu memberikan izin Dion untuk berpacaran dengan yang lain?” ujar Mama Dion, suaranya lembut namun penuh pertanyaan, membuat Voni bingung dengan maksud wanita paruh baya itu. Jantung Voni berdetak sedikit lebih cepat.

“Hah? Maksudnya bagaimana, Tante? Mana mungkin aku melarang Dion untuk berpacaran?” ujar Voni, menatap Mama Dion dengan ekspresi kebingungan yang nyata. Ia tidak bisa memahami arah pembicaraan ini. Mama Dion tetap fokus menatap arah jalan di depannya, namun tetap melanjutkan perkataannya kepada Voni.

“Entah mengapa Tante merasa Dion punya perasaan khusus kepadamu. Walaupun Tante jarang mengobrol dengan Dion tentang percintaan, tapi Tante sadar dia suka padamu,” ujar Mama Dion, meyakinkan Voni dengan nada serius. Voni hanya bisa terdiam, bingung harus menjawab apa. Ada semburat malu bercampur harapan yang tiba-tiba muncul di hatinya, namun ia segera menepisnya.

“Tapi pacar Dion itu cantik sekali, Tante, dan lebih pintar dariku,” ujar Voni menyangkal, suaranya sedikit mengecil, menunjukkan keraguan dan ketidakpercayaan diri. Sepertinya Voni juga merasa minder dengan Reta. Mama Dion tersenyum tipis, sebuah senyum penuh pengertian.

“Kamu sedang merasa tidak percaya diri, ya? Hei, Voni, seorang pria itu tidak mencari seseorang yang sama persis dengannya. Tentu saja dia akan mencari hal lain, seperti keunikan dari perempuan itu,” ujar Mama Dion menjelaskan, mencoba mengangkat semangat Voni. “Setiap orang punya kelebihan yang membuat mereka istimewa di mata orang lain. Mungkin bukan kecantikan fisik semata, atau kepintaran yang terukur. Terkadang, yang membuat seseorang terpikat adalah tawa yang lepas, kehangatan hati, caranya peduli, atau bahkan kebiasaan kecil yang hanya kamu miliki.”

Namun, lagi-lagi Voni menyangkal, rasa minder masih menyelimuti benaknya. “Memangnya apa kelebihanku, Tante?” ujarnya bingung, menuntut sebuah jawaban konkret. Namun, Tante tersebut hanya menaikkan bahunya, menandakan tidak tahu secara spesifik. Voni tersenyum tipis, sebuah senyuman yang lebih banyak mengandung kepahitan. "Bahkan Mama Dion saja tidak tahu kelebihanku apa. Sebegitu tidak berguna kah aku?" ujarnya dalam hatinya, sambil merasa malu dan hatinya terasa diremas. Rasa sakit itu, meskipun tak terucap, begitu nyata baginya. Ia merasa seolah tak ada satu pun hal menonjol yang bisa ia banggakan, terutama jika dibandingkan dengan Reta yang terlihat sempurna di matanya. Ia merenungi betapa mudahnya ia merasa kecil di hadapan orang lain, sebuah kebiasaan lama yang sulit dihilangkan.

“Terus kalau rencana kamu selanjutnya apa, Voni?” ujar Mama Dion, mengalihkan topik pembicaraan, menyadari perubahan suasana hati Voni. Ia ingin mengembalikan keceriaan gadis itu.

“Tentu aku sama Dion mau masuk kampus UNPAD, biar sama lagi. Dia ambil agribisnis, aku ambil hukum,” ujar Voni dengan bersemangat, mata berbinar-binar membayangkan masa depan bersama Dion di kampus yang sama. Rencana itu adalah impian terbesarnya saat ini.

“Hah? Dia bilang mau masuk UNPAD? Bukankah anak itu bilang mau masuk IPB?” ujar Mama Dion, terkejut mendengar informasi baru itu dari Voni. Ia tahu Dion memiliki tekad kuat untuk masuk IPB sejak lama, mengingat minatnya pada pertanian.

Voni menundukkan kepalanya, wajahnya dipenuhi rasa bersalah. “Tante jangan marah, ya. Akulah yang meminta Dion untuk masuk UNPAD. Aku yang memaksa, Tante,” ujar Voni, merasa bersalah dan sedih. Ia khawatir Mama Dion akan murka karena keputusannya memengaruhi masa depan Dion. Air mata hampir menetes dari pelupuk matanya, ia benar-benar merasa telah berbuat salah. Mamanya Dion tersenyum mendengar rengekan gadis itu, sebuah senyuman yang penuh kehangatan dan kasih sayang. Mama Dion pun mengelus kepala Voni dengan lembut, memberikan kenyamanan.

“Hei, Tante tidak marah, kok. Justru Tante juga menyarankan dia ke sana, karena Tante lulusan situ. Hanya saja, memang anaknya tidak mau mendengarkan Tante. Dia lebih memilih mendengarkan kamu,” ujar Tante itu tersenyum, jari-jarinya masih mengelus kepala Voni. Sebuah pengakuan yang mengejutkan Voni. Ternyata, selama ini Dion diam-diam mengindahkan permintaannya, bahkan mengabaikan saran ibunya sendiri. Hal itu membuat Voni merasa campur aduk: haru karena Dion menuruti permintaannya, namun juga sedikit bersalah karena telah memengaruhi pilihan hidup Dion yang begitu besar. Kebanggaan terselip di hati Mama Dion, betapa besarnya pengaruh Voni pada putranya.

Tanpa disadari Voni, ternyata mereka sudah sampai di tujuan mereka. Gereja besar itu berdiri kokoh di hadapan mereka, memancarkan aura damai. Voni dengan sangat bersemangat melangkah masuk menuju gereja itu, seolah semua keraguan dan kesedihannya tadi menguap begitu saja, digantikan oleh semangat baru. Ia diiikuti Mama Dion yang berjalan di belakangnya. Mama Dion tersenyum senang melihat gadis itu berjalan dengan semangat, langkahnya ringan seakan tanpa beban, menuju tempat ibadah yang suci. Bagi Mama Dion, kebahagiaan Voni adalah kebahagiaannya juga, dan melihatnya ceria kembali adalah hadiah terbaik.

1
Na Gi Rah
Terkadang dibuatkan gila dan bodoh kalau sudah menyukai seseorang tuuh
SONIYA SIANIPAR: hahaas bener banget
total 1 replies
Na Gi Rah
Iya aku pernah sih suka sama temen sendiri, tp terkadang pemikiran dia agak berbeda dengan pemikiran kita.
SONIYA SIANIPAR
luar biasa
SONIYA SIANIPAR
keren
Blue Angel
hadiiir
SONIYA SIANIPAR: wahh makasii kaka, semoga menikmati
total 1 replies
Osmond Silalahi
aq titip jejak disini ya
Osmond Silalahi
berarti emang dambaan para penggemar
Osmond Silalahi
lah aq suka makan cokelat. jd gimana?
Osmond Silalahi: iya sih
SONIYA SIANIPAR: selagi tidak berlebihan tidak masalah
total 2 replies
Osmond Silalahi
ky ini, ky nya bs dibagi 2 paragraf
Osmond Silalahi
ceritanya bagus. boleh ga kasih saran supaya dikasih paragraf. jd tambah cantik karyanya
Osmond Silalahi: sama2
SONIYA SIANIPAR: wahhh, okee-okee makasii sarannya
total 2 replies
Heldawati Sianipar
suka
Heldawati Sianipar
sukaa sama ceritanya
iqbal nasution
oke
roarrr
wow😯😯😯
roar
wow
SONIYA SIANIPAR
keren
SONIYA SIANIPAR
hahaha
Black Jack
Ngagetin!
SONIYA SIANIPAR: hahahaha makasih btw dah mau baca
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!