NovelToon NovelToon
INDIGO

INDIGO

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Mata Batin / Hantu / Tumbal
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Lia Ap

Nadia ayu, seorang gadis yang bisa melihat 'mereka'

mereka yang biasa kalian sebut hantu, setan, jin, mahluk halus atau lain sebagai nya.


suara dari mereka, sentuhan bahkan hembusan nafas mereka, bisa di rasakan dengan jelas. Sejak mengalami kecelakaan itu, mengubah cara pandangannya terhadap dunia..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ap, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Pagar Gaib

Di kantor, aku duduk di meja kerjaku, memandangi layar komputer. Angka-angka laporan terlihat jelas, tapi fokusku buyar. Wita di seberang meja sibuk dengan tumpukan dokumen, sesekali mendesah panjang.

“Nad… gue nggak bisa bohong. Walaupun udah siang, gue masih kepikiran banget semalem. Kayak… bayangan itu bisa aja muncul di mana aja.”

Aku menghela napas. “Gue juga, Wit. Tapi ya… mending kerja aja, biar nggak kebayang-bayang.”

Saat aku kembali menatap layar, udara di sekitarku tiba-tiba jadi dingin. Dingin yang familiar, bukan karena AC. Dari ujung mataku, kain merah robek-robek terlihat berayun pelan.

Suara serak yang hanya aku yang bisa dengar berbisik pelan.

“Nadia…”

Aku langsung tahu siapa. Ningsih.

Dia berdiri di sudut ruangan, melayang pelan. Rambut panjangnya tergerai menutupi sebagian wajah, kain merah compang-campingnya berlumuran bercak gelap seperti darah lama. Tapi wajahnya tenang, bahkan… sedikit menyeringai.

Aku menoleh ke arahnya, berbisik sangat pelan agar Wita nggak curiga. “Kenapa kamu di sini? Biasanya kamu nggak nongol siang-siang.”

Wita menatapku bingung. “Lo ngomong sama siapa, Nad? Lo baik-baik aja?”

Aku cepat-cepat menggeleng. “Nggak, nggak… gue cuma mikir keras.”

Ningsih mendekat, langkahnya tak menyentuh lantai. “Aku datang karena kau harus tahu… tentang apa yang terjadi semalam. Kau sadar kan, kenapa mereka hanya berdiri di teras… tapi tak berani masuk ke rumahmu?”

Aku melirik Wita sekilas, memastikan dia nggak bisa melihat Ningsih, lalu menjawab pelan. “Karena… pintu terkunci?”

Ningsih terkekeh lirih, suaranya menggema di telingaku. “Bukan, manusia bodoh. Karena pagar gaib yang kau buat..”

Ningsih tersenyum samar, giginya runcing sedikit terlihat. “Darahmu… ada warisan di situ. Perlindungan lama. Itu yang menjaga rumahmu. Tapi…” — suaranya menurun jadi berat, bergaung — “pagar itu sudah retak. Malam ini… mereka akan kembali. Lebih kuat. Dan pagar itu tak akan bertahan.”

Aku merasakan tengkukku dingin, jantungku berdegup lebih kencang.

“Terus… aku harus apa?” bisikku.

Ningsih menatapku lama, mata merahnya berkilat. “Aku bisa ajari kau memperkuatnya. Tapi kau harus berani membuka sisi itu. Sisi yang selama ini tertutup… sisi yang membuatku bisa tinggal di dekat kamarmu tanpa mengusik.”

Wita akhirnya bersuara lagi, menatapku heran. “Nad, lo kenapa sih? Lo kayak ngomong sama udara.”

Aku tersenyum canggung. “Nggak… cuma lagi mikir keras aja. Lanjut kerja, Wit.”

Sementara itu, Ningsih mendekat lebih dekat ke telingaku, suaranya berbisik dingin.

“Putuskan sebelum matahari tenggelam, Nadia… kalau tidak, malam ini mereka bukan cuma mengetuk jendela. Mereka akan masuk.”

Dan seketika, udara dingin itu hilang. Ningsih lenyap, meninggalkanku dengan perasaan perut yang melilit.

___

Wita akhirnya pergi ke pantry untuk ambil kopi, meninggalkanku sendirian di meja. Suasana kantor sedang agak sepi, sebagian karyawan sedang rapat. Aku masih duduk, pura-pura mengetik, ketika udara kembali terasa dingin.

Ningsih muncul lagi, kali ini berdiri tepat di samping mejaku. Rambut panjangnya menyapu lantai, kain merahnya berkibar pelan meski tidak ada angin.

“Kau sudah memutuskan?” bisiknya.

Aku menoleh pelan. “Kalau aku nggak belajar… mereka bisa masuk malam ini, kan?”

Ningsih menyeringai tipis. “Bukan cuma bisa… mereka akan masuk. Dan ketika pagar itu runtuh, aku pun tak bisa menolongmu.”

Aku menarik napas panjang, lalu berbisik pelan. “Oke. Ajari aku sekarang. Tapi di sini… kantor, Ningsih. Orang lain bisa lihat nggak?”

Dia terkekeh, suaranya serak menggema. “Hanya kau yang bisa melihatku. Mereka bahkan tak akan sadar kalau kau sedang melakukan ritual kecil ini. Tapi kau harus tenang… dan jangan sampai ketahuan berbicara terlalu keras.”

Aku menatap sekeliling. Ruangan cukup sepi. Aku mencondongkan badan sedikit, seolah sedang membaca dokumen, sementara Ningsih berjongkok di sampingku, jarak wajahnya dekat sekali.

“Tarik napas… tutup mata. Rasakan aliran darahmu. Warisan keluargamu… ada di situ. Aku akan buka sedikit… agar kau bisa memperkuat pagar gaibmu,” bisiknya.

Aku menurut. Menutup mata. Udara di sekitarku semakin dingin, sampai aku bisa merasakan embun di kulit. Tiba-tiba, terdengar suara lirih, seperti bisikan dari banyak arah. Kata-kata yang tidak kumengerti, tapi ritmenya terasa seperti mantra.

“Sekarang, ulangi setelahku,” Ningsih berbisik, nadanya datar tapi bergaung.

“Apa pun yang hidup di antara dua dunia…

Terhenti di garis darah dan doa…

Jauh dari daging, jauh dari jiwa…

Hanya yang kuundang boleh mendekat…”

Aku mengulangi perlahan, suaraku hampir tidak terdengar.

Saat aku mengucapkannya, udara di sekitarku bergetar halus. Meja sedikit berderak, lampu berkedip sekali. Tapi tak ada yang memperhatikan; karyawan lain sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Ningsih menatapku puas. “Bagus. Sekarang, buka telapak tangan kirimu.”

Aku mengangkat tangan kiri perlahan. Dia melayang lebih dekat, menyentuhkan jarinya yang pucat ke kulitku. Rasanya dingin menusuk, seperti es. Simbol samar, berbentuk lingkaran dengan garis melintang, muncul di telapak tanganku, berwarna merah samar.

“Apa ini?” bisikku pelan.

“Segel sementara,” jawab Ningsih.

“Gunakan sebelum matahari tenggelam. Sentuh lantai di empat sudut rumahmu dengan tangan ini, ucapkan mantra yang tadi. Pagar gaibmu akan kembali kuat… tapi hanya untuk satu malam. Setelah itu, kau harus mempelajarinya lebih dalam… atau kau akan jadi mangsa.”

Aku menelan ludah, menatap simbol di tanganku yang perlahan memudar tapi masih terasa panas. “Kalau aku salah ucap atau lupa… apa yang terjadi?”

Ningsih mendekat, wajahnya hampir menempel. Senyumnya lebar, matanya merah menyala.

“Maka pagar itu runtuh. Dan mereka… akan masuk, Nadia. Dan kali ini, mereka tak sekadar berdiri di luar jendela. Mereka akan memakan apa yang ada di dalam.”

Udara kembali normal seketika. Ningsih lenyap begitu saja, menyisakan aku yang masih duduk dengan tangan kiri terasa panas.

Wita kembali dari pantry, menatapku heran. “Lo kenapa, Nad? Mukanya pucat banget.”

Aku cepat-cepat menarik napas panjang, menatap layar komputer lagi. “Nggak… nggak apa-apa. Gue cuma… keinget semalem.”

Tapi di dalam hatiku, aku tahu — malam nanti, semuanya akan jauh lebih berbahaya.

Sore itu, rumah terasa lebih ramai dari biasanya. Joan duduk di ruang tamu, laptop terbuka di depannya sambil memeriksa laporan forensik yang katanya harus selesai malam ini. Gilang juga sibuk di meja makan dengan laptop kantornya, headphone menempel di telinga.

Wita membongkar koper kecil berisi baju dan camilan, lalu mendesah. “Rasanya kayak mau liburan… padahal ini lebih kayak karantina rumah berhantu.”

Aku hanya tersenyum tipis, meski perutku terasa kencang. Sore ini aku harus melakukan ritual dari Ningsih… atau malam nanti, semua yang ada di rumah bisa mati.

Saat Wita pergi ke dapur, udara di sudut ruang tamu mendadak mendingin. Bayangan kain merah berkibar, dan suara serak berbisik pelan di telingaku.

“Nadia… waktunya. Matahari hampir turun. Kau harus segel rumah ini sebelum senja habis.”

Aku menoleh sekilas, memastikan Joan dan Gilang terlalu sibuk untuk memperhatikan. “Kalau mereka lihat aku ngapain, gimana?”

Ningsih muncul sepenuhnya, berdiri di dekat jendela. Rambut panjangnya hampir menyapu lantai, matanya merah menyala samar.

“Mereka tak akan sadar… kecuali kau membuat kesalahan. Sekarang, bawa tangan kirimu.”

Aku berdiri perlahan, pura-pura berjalan ke arah dapur. Di balik rak buku dekat pintu, aku jongkok, tangan kiriku terasa panas lagi. Simbol merah samar muncul kembali di telapak tanganku, seperti terbakar dari dalam.

Ningsih berbisik, suaranya berat dan bergaung.

“Mulai dari sudut pertama. Sentuhkan tanganmu ke lantai, dan ucapkan:

Apa pun yang hidup di antara dua dunia… terhenti di garis darah dan doa.

Jauh dari daging, jauh dari jiwa… hanya yang kuundang boleh mendekat.”

Aku menelan ludah, lalu berlutut di sudut pertama, dekat pintu depan. Tanganku menyentuh lantai dingin, dan aku mengucapkan mantranya pelan. Begitu selesai, udara di sekitarku bergetar halus, seperti gelombang panas tak terlihat.

Ningsih melayang ke sudut berikutnya, memanduku dengan senyum samar. “Tiga sudut lagi, cepat. Matahari turun… aku bisa mendengar mereka bergerak dari jauh.”

Aku bergerak ke sudut ruang keluarga, kemudian dapur, lalu sudut terakhir di dekat tangga. Setiap kali aku menempelkan tangan dan mengucapkan mantra, simbol di telapak tanganku bersinar sedikit sebelum meredup lagi.

Saat aku selesai, Ningsih melayang mendekat, wajahnya hampir sejajar denganku. “Bagus. Pagar gaib kembali utuh… tapi ingat, hanya bertahan sampai matahari berikutnya. Kalau mereka tak bisa masuk malam ini, besok mereka akan datang dengan cara lain.”

Aku menarik napas dalam, berdiri. “Setidaknya malam ini aman, kan?”

Ningsih menyeringai. “Aman… tapi bukan berarti tenang. Mereka tak akan berhenti berusaha membuatmu takut. Dan ingat, hanya kau yang bisa melihat mereka. Jadi saat malam turun… jangan sampai kau terlihat panik.”

Udara dingin itu perlahan hilang. Ningsih menghilang secepat ia muncul.

Wita muncul dari dapur sambil membawa minuman. “Nad, lo ngapain jongkok di pojokan? Nyari cicak?”

Aku cepat-cepat tersenyum. “Nggak, cuma ngecek colokan aja.”

Joan menoleh dari laptopnya sebentar. “Kamu nggak apa-apa? Wajahmu pucat.”

Aku mendekatinya, pura-pura santai. “Nggak apa-apa kok. Cuma… capek aja.”

Di dalam hatiku, aku tahu malam ini mungkin mereka nggak bisa masuk… tapi mereka pasti akan berusaha meneror dengan cara lain.

1
Afiq Danial Mohamad Azmir
Wahhh!!
Alexander
Nggak kebayang ada kelanjutannya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!