NovelToon NovelToon
Membawa Benih Mafia

Membawa Benih Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Lari Saat Hamil / Aliansi Pernikahan / Iblis
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: CantiknyaKamu

Shanca Evalyne Armandez tak pernah meminta hidup seperti ini. Sejak kedua orang tuanya tewas dalam kecelakaan misterius, ia menjadi tawanan dalam rumah sendiri. Dihabisi oleh kakak tirinya, dipukuli oleh ibu tiri yang kejam, dan dijual seperti barang kepada pria-pria kaya yang haus kekuasaan. “Kau akan menyenangkan mereka, atau kau tidak akan makan minggu ini,” begitu ancaman yang biasa ia dengar. Namun satu malam mengubah segalanya. Saat ia dipaksa menjebak seorang pengusaha besar—yang ternyata adalah pemimpin mafia internasional—rencana keluarganya berantakan. Obat yang ditaruh diam-diam di minumannya tak bekerja seperti yang diharapkan. Pria itu, Dario De Velluci, tak bisa disentuh begitu saja. Tapi justru Shanca yang disentuh—dengan cara yang tak pernah ia duga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CantiknyaKamu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MBM

Tengah Malam, Jalan Menuju Pinggiran Kota

Suara mobil Meka membelah keheningan malam. Ia baru saja pulang dari rumah orang tuanya setelah menjenguk ayah yang sedang sakit. Jalanan sepi, hanya ada suara jangkrik dan angin dingin yang menggigit.

Tiba-tiba matanya menangkap sosok yang berjalan tertatih di pinggir jalan beraspal. Rambut cepol berantakan, piyama putih kebiruan, kaki yang berdarah…

Rem mobil berdecit tajam.

“S-Sancha…?” lirih Meka dari balik kemudi. Ia turun terburu-buru, lampu mobil menerangi tubuh sahabatnya yang hampir roboh.

Sancha memalingkan wajah pelan, matanya sembab, bibirnya pecah. Begitu melihat wajah Meka, tubuhnya langsung melemas seperti tak percaya.

“Meka…”

suaranya serak, nyaris tak terdengar. Ia jatuh ke pelukan Meka dengan napas tersengal.

“Astaga, ya Tuhan… Sancha! Kenapa kamu bisa…ya tuhan aku benar-benar kaget…!?

Meka memeluknya erat, tangan gemetar melihat luka goresan di betis dan lutut Sancha, serta pergelangan tangan yang merah seperti bekas ditarik paksa. Ia melepas jaketnya dan menyelimuti tubuh Sancha yang mulai menggigil.

“Ayo kita pergi dari sini. Kamu aman sekarang, aku janji.”

Tanpa tanya lebih panjang, Meka menggendong tubuh Sancha ke dalam mobilnya, memasang sabuk pengaman, lalu menyalakan mesin dan melaju menjauh dari kota dengan kecepatan sedang tapi mantap.

Di dalam mobil, hanya suara tangis pelan Sancha yang terdengar.

“Alaska pasti mencari aku,Ka… aku nggak bisa bernapas lagi di sana…”

“Tenang, kamu sudah jauh dari situ, kamu bareng aku sekarang.”

suara Meka tegas, matanya tak lepas dari jalan, tapi hatinya remuk melihat sahabatnya.

“Aku cuma bawa ini…”Sancha menunjukkan botol air dan sebuah kalung kecil dari saku piyama.

“Aku bahkan nggak sempat ambil baju…”

Meka tersenyum getir, lalu mengusap kepala Sancha dengan lembut.

“Kamu nggak perlu bawa apa-apa, Cha… yang penting kamu selamat.”

Transisi ke Lokasi Aman

Mobil Meka melaju ke sebuah villa kecil milik temannya yang sedang kosong. Di sana, Meka sudah sering singgah dan tahu tempat itu cukup tersembunyi dari sorotan siapa pun.

Begitu tiba, Meka membawa Sancha masuk, langsung menyiapkan air hangat dan kotak P3K.

Ia membersihkan luka-luka Sancha dengan hati-hati. Piyama Alaska itu basah oleh darah dan debu jalanan.

“Kamu kuat banget… Tapi kamu nggak sendiri lagi.”

“Aku takut dia bakal nemuin aku lagi,Ka…”

“Kita cari jalan, kalau perlu, kita pergi lebih jauh lagi. Bahkan keluar negara ini.”

Sancha menatap sahabatnya lama. Di tengah hancurnya dunia yang ia kenal, hanya Meka yang menjadi cahaya kecil tempat ia berpijak.

Sancha mungkin saat ini benar-benar akan,Sancha juga menceritakan kepada Meka tentang kematian papa nya,ia sangat terpukul karena tidak menemui papa nya,tapi dirinya terlambat.

dan sekarang Sancha benar-benar sendiri,ia memohon kepada Meka untuk membawa nya pergi jauh dari canada,ia juga tidak mau ke new york,karena Alaska sudah meminta bawahan nya terbang kesana

“aku benar-benar tidak aman Ka,kalau saja dia berbaik hati kepada ku,pasti aku akan mencoba bertahan hingga anak ini lahir..”

“husttt…sudah tidak ada yang perlu kamu takuti,tentang ibu tiri kamu,aku sudah mengurus nya,yang penting bagaimana cara kita untuk terbang ke negara lain…”

“bagaimana dengan swiss…?”

“aku setuju,…”

Malam Itu – Gudang Operasi Khusus Adek Angkat Alaska

Suara langkah kaki berat terdengar mendekati pintu besi hitam yang dijaga ketat oleh dua pria berbadan kekar. Tanpa aba-aba, mereka langsung membuka pintu saat melihat Alaska Mahendra datang.

Pria dengan jas hitam dan aura dingin itu masuk tanpa senyum, wajahnya gelap menahan amarah.

Di dalam, seorang pria yang lebih muda, santai duduk di atas meja sambil memainkan kartu logistik dan data digital di iPad besar miliknya. Ia adalah Arvino, adik angkat Alaska — jenius teknologi sekaligus penguasa jaringan informasi dan logistik bawah tanah.

“Wah… langka sekali. Seorang Alaska Mahendra datang langsung ke kandang tikus seperti ini,” ucap Arvino dengan gaya santainya, menyipitkan mata.

“Ada badai apa, kakak?”

Alaska menghentikan langkahnya di depan meja. Suaranya berat dan tanpa basa-basi. “Blokir semua penerbangan dari titik kilometer terakhir… akses jalur darat, laut, bahkan udara. Aku mau kau bisu semua sistem hari ini.”

Arvino mengangkat alis. “Hoo… ini bukan misi biasa, ya. Sampai kau suruh aku padamkan jalur pelarian seperti ini. Kau lagi ngejar siapa sih, bro?”

Alaska tak langsung menjawab. Matanya tajam menatap layar peta digital di meja. Dengan satu jari, ia menunjuk wilayah garis batas luar kota. “Dia tidak boleh keluar dari peta ini.”

Arvino mendecak kecil sambil tertawa. “Astaga… jangan bilang kau lagi cari cewek yang kabur dari pelukanmu?”

“Jangan bilang… ini soal wanita itu?” tanyanya, menahan senyum menggoda.

Alaska mendongak. Tatapannya tajam, tapi kali ini tidak bisa menyembunyikan sesuatu yang dalam. Ia menjawab lirih namun tegas: “Dia… istriku.”

Mata Arvino membelalak. Senyumnya menghilang. “Wah. Tunggu. Istri…? Maksud lo, bukan… mainan biasa?”

Alaska menyandarkan kedua tangan ke atas meja.

“Aku tidak bermain-main soal ini. Aku tidak akan kehilangan dia. Jadi, lakukan bagianmu. Aku ingin semua mata milik kita bekerja, semua drone patroli aktif, dan siapa pun yang menyembunyikannya… aku ingin tahu sebelum mereka tahu aku sedang mendekat.”

Arvino menekan beberapa tombol, dan layar penuh titik merah menyebar.

“Oke… mulai saat ini, tidak ada satu jiwapun keluar atau masuk dari zona yang kau beri. Tapi…”

Ia menatap Alaska dengan serius.

“Kau yakin kau kejar dia karena cinta? Atau karena harga diri?”

Alaska menatap layar… namun matanya kosong.

“Aku kejar dia… karena aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku… kalau kehilangan dia.”

Layar besar di hadapan mereka kini memperlihatkan sejumlah peta wilayah, gerakan lalu lintas, dan jalur pelarian yang diblokir. Tim Arvino sudah bekerja cepat, mengunci setiap kemungkinan Sancha melarikan diri terlalu jauh.

Arvino menyandarkan tubuhnya ke kursi putar logam, lalu memutar ke arah Alaska yang masih berdiri tegap seperti batu karang.

“Semua sudah dilakukan. Jalur pelarian tertutup. Sekarang cuma soal waktu sebelum satelit dan drone menangkap gerakannya.”

Ia melirik Alaska dengan serius. “Tapi pertanyaanku satu: apa dia sendirian?”

Alaska mengerutkan kening.

“Apa maksudmu?”

Arvino menatap tajam, nada suaranya berubah lebih dalam, lebih taktis.

“Nggak ada orang yang kabur sejauh itu tanpa bantuan. Kalau bukan jaringan, berarti teman. Kau tahu dia punya siapa?”

Alaska terdiam sejenak. Matanya bergerak ke kanan, mengingat kembali semua nama yang pernah Sancha sebut, semua interaksi yang ia lihat—dan satu nama muncul kuat.

Meka.

Bulu kuduk Alaska sedikit meremang. Sebuah intuisi muncul bersamaan dengan bayangan senyum lembutSancha yang pernah dilihatnya sekilas dari foto Sancha.

“Meka…” ucap Alaska pelan.

Arvino segera berdiri dari kursinya. “Siapa dia?”

“Teman Sancha. Satu-satunya yang ia percaya… Dan dia sempat bekerja di restoran kecil, yang ternyata dimiliki oleh Meka. Aku tahu karena aku selidiki latar belakang Sancha waktu itu.”

Arvino menekan tablet-nya. “Baik, aku butuh lokasi terakhir Meka. Beri aku sepuluh menit.”

Alaska menoleh. Suaranya berat.

“Lakukan dalam lima menit . Karena kalau memang Meka yang menyembunyikannya… maka kali ini aku akan datang sendiri.”

Arvino menatap saudaranya itu—dingin, terluka, tapi juga jelas: pria itu mulai kehilangan kendali.

“Baik, Tuan Mahendra. Tapi kali ini… pastikan kau datang bukan hanya untuk membawa wanita itu pulang.”

“Pastikan… kau datang untuk menebus apa yang sudah kau hancurkan.”

1
Faulinsa
lanjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!