Elara, seorang ahli herbal desa dengan sihir kehidupan yang sederhana, tidak pernah menyangka takdirnya akan berakhir di Shadowfall—kerajaan kelabu yang dipimpin oleh raja monster. Sebagai "upeti" terakhir, Elara memiliki satu tugas mustahil: menyembuhkan Raja Kaelen dalam waktu satu bulan, atau mati di tangan sang raja sendiri.
Kaelen bukan sekadar raja yang dingin; ia adalah tawanan dari kutukan yang perlahan mengubah tubuhnya menjadi batu obsidian dan duri mematikan. Ia telah menutup hatinya, yakin bahwa sentuhannya hanya membawa kematian. Namun, kehadiran Elara yang keras kepala dan penuh cahaya mulai meretakkan dinding pertahanan Kaelen, mengungkap sisi heroik di balik wujud monsternya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: Perpisahan
Perjalanan kembali ke Oakhaven terasa seperti melintasi jurang waktu.
Kuda cokelat itu—hadiah perpisahan Kaelen—membawa Elara menjauh dari perbatasan yang gelap, menuju ke arah selatan di mana cahaya matahari pagi mulai terasa hangat. Setelah dua hari memacu kuda tanpa henti, dan satu malam diselimuti ketakutan, Elara akhirnya melihatnya: garis-garis pohon oak yang tebal dan pagar kayu tua desanya.
Namun, Oakhaven yang menyambutnya bukanlah Oakhaven yang damai dalam ingatannya.
Desa itu sunyi. Jendela-jendela rumah tertutup. Wajah-wajah yang mengintip dari balik tirai tampak pucat. Meskipun mereka jauh dari Shadowfall, teror politik dan monster Void yang sempat menembus perbatasan telah meninggalkan trauma.
Elara tidak berani masuk melalui gerbang utama. Dia menyembunyikan kuda itu di balik semak tebal di pinggir hutan dan menyelinap masuk melalui jalan pintas yang biasa dia gunakan saat mencari herbal langka.
Dia langsung menuju pondoknya.
Pintu depan terkunci. Elara menggunakan kunci kecil yang dia simpan di balik perban di lengannya.
Di dalam, pondok itu bersih, tapi terasa hampa. Di dapur, ada sepucuk surat ditinggalkan di bawah sebuah pot batu yang telah dia perbaiki.
Elara segera mengenali tulisan tangan yang canggung itu. Mila.
Kak, Nenek Hestia semakin sakit. Aku membawanya ke rumah Bibi Marta di seberang sungai. Semua orang takut karena ada rumor Raja Kaelen gila dan membunuh para bangsawan. Aku merindukanmu. Pulanglah.
Air mata Elara menetes ke perkamen surat itu. Kaelen belum mulai membunuh siapa pun—belum. Tapi rumor sudah menyebar. Vane dan Baron Thorne pasti sudah beraksi, memutarbalikkan fakta bahwa Raja Kaelenlah yang menyerang mereka di pesta.
Elara meletakkan surat itu di meja. Dia harus memastikan Mila aman.
Dia menyelinap keluar, menuju rumah Bibi Marta. Di balik jendela yang tertutup, dia melihat Mila duduk di samping tempat tidur Nenek Hestia yang terbaring lemah. Mila tampak kurus, tetapi dia hidup. Dia aman.
Elara berbalik, menolak keinginan untuk mendobrak pintu dan memeluk adik satu-satunya itu. Dia tahu Vane dan orang-orangnya pasti mengawasi Oakhaven. Jika mereka tahu Elara kembali, Vane akan menggunakan Mila sebagai umpan.
Aku tidak akan menjadi kelemahannya lagi, janji Elara pada dirinya sendiri.
Elara kembali ke pondoknya. Dia membuka lemari kayu tuanya, mencari buku-buku herbal kuno milik Nenek Hestia. Dia perlu tahu lebih banyak tentang sihir kehidupan.
Dia menemukan sebuah jurnal usang, terbuat dari kulit tebal. Di halaman terakhir, bukan resep herbal, melainkan tulisan tangan rapi Neneknya yang jarang dia lihat.
Anakku, jangan anggap remeh anugerah kecil yang mengalir di nadimu. Sihir kehidupan bukanlah sekadar penyembuh; dia adalah kekuatan paling purba, kekuatan yang mampu menahan kehancuran. Jika kau harus melangkah di jalan yang gelap, carilah Dewan Silverwood. Mereka adalah penjaga kekuatan ini. Jangan kembali sebelum kau memahami akar dari sihirmu.
Elara menyentuh jurnal itu. Nenek Hestia, yang tidak pernah mengakui adanya sihir, ternyata tahu segalanya.
Elara menatap lencana perak berlambang mawar berduri yang diberikan Kaelen. Lencana ibunya. Hutang budi Dewan Silverwood.
Kaelen tidak hanya menyuruhnya kabur. Kaelen menyuruhnya mencari pelatihan. Kaelen menyuruhnya menjadi lebih kuat.
Elara duduk di lantai kayu, menyandarkan kepala ke dinding. Dia memejamkan mata, membiarkan kelelahan membanjiri tubuhnya. Dia tidak bisa lagi menjadi gadis herbal yang naif. Dia harus berubah.
"Aku mencintaimu, Kaelen," bisik Elara. "Dan demi cinta itu, aku tidak akan menjadi penyembuh lagi. Aku akan menjadi pejuang."
Dia membuka tas obatnya. Dia mengeluarkan semua botol ramuan penenangnya, semua salep luka bakarnya, dan semua bubuk Moonflower-nya. Dia tidak membutuhkan semua itu lagi. Itu adalah alat penyembuh.
Dia hanya menyisakan beberapa bahan dasar dan pisau pemotong akarnya.
Lalu, dia mengeluarkan kalung Sun-Stone yang diberikan Kaelen. Batu itu berdenyut lembut di tangannya, mengisi kembali energinya yang terkuras.
Aku perlu tahu cara mengisi ulang tanpa mengorbankan diriku, pikir Elara. Aku perlu mengendalikan kekuatan ini.
Dia bangkit berdiri. Dia tidak meninggalkan jejak. Dia tidak mengambil apa pun. Desa Oakhaven terlalu rapuh untuk dia jadikan markas. Dia harus pergi jauh, menjadi hantu.
Elara menyelinap kembali ke hutan. Dia mencabut lencana perak dari lehernya, menciumnya, lalu menyelipkannya ke dalam liontin Sun-Stone itu. Simbol mawar berduri kini menyatu dengan cahaya matahari.
Dia menaiki kuda itu.
Kali ini, perpisahan terasa berbeda dari saat dia meninggalkan Shadowfall. Saat itu, perpisahan terasa seperti kematian, penuh ketakutan, penuh air mata.
Perpisahan kali ini terasa seperti kelahiran kembali. Ada rasa sakit, ada kehilangan, tapi ada tujuan baru.
Dia tahu ke mana dia akan pergi. Jauh ke Timur, melintasi gunung dan sungai.
Elara Vance, gadis herbal, telah tiada. Yang tersisa adalah seorang wanita yang dikuasai rasa cinta dan haus akan kekuatan. Kekuatan yang cukup untuk menghancurkan musuh Raja, dan cukup untuk menyelamatkan jiwa yang dia cintai.
Elara memacu kudanya ke arah timur.
Sementara itu, ratusan mil jauhnya, di puncak Menara Sunyi, Kaelen berdiri menatap ke arah Selatan. Dia tahu Elara pasti sudah tiba di desanya, melihat adiknya, dan kini dalam perjalanan ke Silverwood.
"Sudah diurus?" tanya Kaelen pada Vorian, suaranya kembali dikuasai kekosongan yang dingin.
"Semua sekutu Baron Thorne sudah diamankan, Yang Mulia," lapor Vorian, berdiri di samping Raja. "Para bangsawan yang tersisa akan mematuhi Anda. Tapi mereka ketakutan."
Kaelen tidak peduli pada ketakutan mereka. Dia tidak peduli pada kekuasaan.
"Surat untuk Dewan Penyihir Putih?"
"Sudah dikirimkan lewat burung Elang tercepat, Yang Mulia. Mereka akan menunggu Nona Elara."
Kaelen mengangguk puas. Dia telah melakukan semua yang dia bisa untuk gadisnya.
Dia berbalik, menatap bayangannya di jendela kaca. Raja itu terlihat lebih kurus, lebih sakit, dan duri-duri obsidian di bahunya tampak lebih mengancam.
"Sekarang," kata Kaelen, mencengkeram lengan batunya sendiri. "Giliran kita."
"Kita akan ke ibu kota, Yang Mulia?"
"Tidak. Kita tidak akan menghadapi Duke Vane secara langsung dulu. Itu yang dia harapkan."
Mata Kaelen yang merah menyala menatap Vorian.
"Kita akan pergi ke tempat di mana kutukan ini dimulai. Tempat Vane mendapatkan kekuatannya. Kita akan mencari tahu kelemahan racun ini. Aku harus sembuh, Vorian. Aku harus menjadi lebih kuat dari ini."
"Dan jika kita tidak bisa sembuh?"
Kaelen tersenyum tipis, senyum yang tanpa kegembiraan.
"Maka aku akan menjadi monster yang sempurna. Monster yang bisa membunuh pamannya dan semua sekutunya tanpa berkedip."
Dia harus hidup. Dia harus sembuh. Dia berjanji akan menemukan Elara.
Tapi untuk memenuhi janji itu, Kaelen tahu dia harus melalui neraka yang lebih dalam daripada yang pernah dia hadapi.
BERSAMBUNG...
Terima kasih telah membaca💞
Jangan lupa bantu like komen dan share❣️