"Kau berasal dari masa depan kan?" Ucapan Nares membuat Yarana diam. Bagaimana bisa Nares mengetahui hal itu?-Yarana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Staywithme00, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Kejadian di paviliun.
“Apa yang istimewa dari paviliun ini bu?” Regina berbisik pada ibunya saat melihat bangunan paviliun dengan kayu ek tersebut.
“Ssstt kau ini. Diamlah! Kita kesini bukan untuk melihat bangunan ini. Ada hal penting yang harus kita kerjakan.” Ibunya mengingatkan mereka tentang tujuan awal mereka berada disana. Regina yang tadinya cerewet mendadak diam, fokus pada tujuan mereka membawa Yarana ke paviliun.
Paviliun yang mereka kunjungi terbuat dari kayu ek(oak), yang kokoh dan tahan dari pembusukan.
Ada sekitar 4 paviliun yang tersebar di sana.
Masing-masing dari paviliun memiliki fungsi yang berbeda. Ada yang digunakan untuk menjamu tamu, untuk membaca buku, tempat berehat dan lain-lain.
Yarana mengamati bangunan paviliun. Ia memutuskan untuk masuk ke bagian paviliun yang terdapat banyak buku. Sesuai tugas yang ia peroleh, dirinya mengambil beberapa gulungan kertas tentang perpajakan.
Yarana berjalan kesana kemari di paviliun itu.
“Eh, mana Vello?” Yarana tak melihat Vello masuk keruangan. Ia pun melihat kearah pintu paviliun.
“Vello, kenapa kau tidak ikut masuk?” Yarana keheranan, sebab biasanya Vello pasti akan mengikutinya kemanapun.
“Ehmm maaf putri, tapi pelayan tidak boleh masuk. Harus melalui izin yang mulia Mellvana.” Vello dengan raut wajah tak enak hati. Kalau saja boleh, ia pasti sudah melangkah masuk sejak tadi.
“Begitu? Baiklah, setelah aku menemukan beberapa buku, aku akan kembali.” Yarana berujar seraya tersenyum, ia mengerti dan paham dengan kondisi Vello. Ia kembali masuk keruangan dengan pintu yang setengah terbuka.
“Mana ya bukunya? Banyak sekali yang serupa.” Yarana merasa kesulitan mencari buku yang tepat untuk diambil. Kalau ia sembarangan memilih, kelihatan sekali jika dirinya tidak serius belajar. Ya, walaupun ia memang sama sekali tidak berniat belajar, setidaknya Yarana tak ingin membuat perdana menteri curiga kalau sedang dimata-matai.
Saat sedang sibuk mencari buku, Yarana mencium bau seperti minyak mentah(petroleum).
“Hemmm…” Yarana mengendus-ngendus bau disekitar ruangan dengan hidungnya. Sepertinya benar, ini bau bahan bakar minyak. Kepala Yarana terasa pusing sekali. Sepertinya ia tak sanggup berada diruangan tersebut. Jadi dirinya ingin melangkah keluar ruangan.
Brakkk… suara pintu yang tiba-tiba saja tertutup.
“Eh.. “ Yarana yang sedang sedikit pusing berlari mendekati arah pintu. Ia terus saja menggedor-gedor pintu paviliun yang lumayan berat.
“Tolong.. tolong aku Vello.”
“Tolong.. Aku terkunci disini.” Yarana terus saja berteriak meminta tolong pada Vello, tapi tak ada sahutan apapun dari luar sana.
“Apa ada yang mendengarku?” Yarana terus saja berteriak sekuat mungkin, tapi ruangan ini terlalu kedap untuk mengeluarkan suara. Yarana melirik kesana kemari didalam ruangan, barangkali ada sebuah jendela yang bisa digunakan untuk keluar dari ruangan tersebut.
Tapi hasilnya nihil, tak ada sedikitpun cahaya yang masuk melewati jendela. Hanya cahaya dari lampu lentera yang menerangi ruangan paviliun.
Tak lama, tercium bau kayu terbakar.
“Bau terbakar?” Yarana melirik lagi kearah lain. Benar saja, paviliun kayu yang semula terasa sejuk, mendadak panas seperti terbakar.
Tak lama, muncul api dari berbagai sisi bangunan.
“Api? Api darimana ini?” Yarana terus saja menggedor pintu ruangan paviliun, tapi sepertinya tak akan berguna. Api-api ini merambat dan menyebar kearah pintu.
Yarana sudah tak bisa lagi menggedor pintu tersebut.
Api melanjutkan kobarannya dengan membakar 4 sisi bangunan paviliun. Tak menyisakan bagian untuk Yarana keluar. Yarana yang pusing dengan asap yang mulai menyebar, perlahan-lahan pingsan. Ia jatuh dan mulai menutup matanya disaat si jago merah sedang membara.
“Apa aku akan gagal lagi kali ini?Apakah aku tak punya kesempatan untuk kembali ke hidupku sebelumnya? Aku tahu, aku tidak punya siapa-siapa selama aku hidup menjadi detektif. Salah satu alasan aku tetap hidup adalah orang-orang yang aku tolong dan bantu dalam menyelesaikan kasus. Hanya mereka yang menghargai kerja kerasku saat menjadi detektif. Berbeda dengan orang terdekatku, mereka justru menilai aku gagal karena tak seperti yang mereka inginkan. Sebab itu, meski aku terus berhasil, aku tetap merasa gagal. Gagal menyelesaikan kasus sebelumnya sebagai detektif, dan kali ini pun begitu. Gagal lagi.
Aku tak punya orang yang membanggakan diriku. Hidupku penuh dengan kegagalan.
Detektif bodoh ini, selalu gagal.
Alasan utamaku kembali hanyalah untuk memastikan anak kecil yang diculik itu baik-baik saja. Tapi sepertinya aku tak akan bisa. Kalau untuk diriku pribadi, aku tak punya alasan untuk hidup.” Yarana perlahan-lahan menutup matanya. Dirinya sudah tak dapat lagi bangun untuk sekedar mencari tempat berlindung.
Sementara itu, kobaran api terus saja menyala dan makin membesar.
“Putri Yarana!” Vello berteriak saat melihat api dari kejauhan. Ia diminta ratu Reviya untuk mengambil buah disebuah pohon yang tak jauh dari sungai. Sungai tersebut berjarak 40 langkah dari paviliun. Saking besarnya kobaran tersebut, Vello langsung berlari menghampiri.
“Putri!”
“Putri Yarana!” Vello terus saja berteriak dengan nyaring didepan paviliun yang sedang terbakar. Ratu Reviya, putri Regina dan putri Viola menghampiri Vello yang sedang berteriak.
“Ibu, paviliunnya terbakar!” Regina dengan wajah yang panik memegangi tangan ibunya.
“Oh yaampun, apa yang sedang terjadi Vello.” Ratu Reviya berteriak histeris melihat kebakaran besar tersebut.
“Yang mulia ratu, putri Yarana berada didalam paviliun. Tolonglah dia.” Vello menangis sejadi-jadinya dihadapan ratu Reviya.
“Prajurit cepat padamkan apinya!” Bawa seluruh pasukan untuk memadamkannya.” Ratu Reviya memberi titah pada prajurit.
“Cepat padamkan dan selamatkan putri Yarana sekarang!” Ratu Reviya berteriak lagi agar seluruh prajurit mendengar arahannya.
Prajurit-prajurit bergerak dengan cepat bergerak memadamkan api yang terus berkobar. Hanya saja, kecepatan mereka itu sia-sia. Api sangat sulit dipadamkan. Seluruh yang menyaksikan terus saja histeris melihat kobaran api, terutama Vello. Ia tanpa henti menangis saat api kian membesar. Sekitar satu jam, ali terus membara tanpa henti.
“Apa yang terjadi!” Yang mulia raja Bellvana dan raja Mellvana mendatangi paviliun yang sedang terbakar.
“Yang mulia raja… putri.. putri Yarana berada di dalam sana!” Vello tidak memperdulikan ia sedang berbicara dengan siapa sekarang. Yang ada di pikirannya hanyalah, bagaimana caranya api paviliun ini padam secepatnya.
“Putriku berada disana?” Yang mulia bertanya lagi dengan Vello. Nada suaranya terdengar putus asa.
“Iyaa Yang Mulia raja.” Vello menjawab terisak-isak. Matanya sejak tadi merah, karena terlalu banyak menangis. Berikut juga dengan ratu Reviya, Regina dan Viola. Mereka bersedih atas kejadian ini.
“Putri Yarana!” Yang mulia Bellvana mendekati api paviliun tersebut, berniat menembus kobaran api.
“Yang mulia raja hentikan!” Raja Mellvana menahan kawannya agar tak pergi ke kobaran api.
“Apa kau sudah tidak waras? Itu kobaran api yang besar!” Raja Mellvana mengingatkan sahabatnya itu tentang bahaya yang akan terjadi.
“Aku tahu. Tapi putriku sedang berada di dalam sana.” Kali ini yang mulia raja Bellvana benar-benar meneteskan air matanya. Yang mulia raja bersimpuh lemas di tanah.
“Apa yang akan terjadi padanya.” Raja Bellvana terus saja menyesali ketidakberdayaannya menolong putrinya. Wajahnya begitu pucat dan kehilangan arah.
“Sabarlah yang mulia. Lihatlah, sebentar lagi apinya akan padam.” Ratu Reviya berusaha menyemangati yang mulia raja Bellvana.
Akhirnya, api kian mengecil dan padam. Yang mulia raja Bellvana bergegas melihat kedalam paviliun yang hangus tersebut. Ia menatap kesana kemari, namun tak juga menemukan keberadaan Yarana.
“Ada dimana putriku?” Raja Bellvana membongkar-bongkar remahan kayu gosong yang tadi terbakar. Walau kayu tersebut panas, tapi tak jadi penghalangnya untuk menemukan Yarana.
“Ada dimana putri Yarana?” Raja Bellvana berusaha menahan isak tangisnya.
“Aku rasa Yarana tidak ada disini. Kalau ada, kita pasti menemukan jejaknya.” Raja Mellvana berpikir dengan logis mengenai yang terjadi. Tak ada satupun barang putri Yarana yang ada didalam ruangan.
“Lalu dirinya ada dimana?” Yang mulia raja Bellvana menyahut ucapan kawannya.
“Aku tidak tahu. Tapi kita akan mengerahkan prajurit untuk mencari keberadaannya.” Raja Mellvana langsung memberi perintah pada seluruh prajurit yang ada untuk mencari putri Yarana.
Seluruh yang ada di paviliun terbakar ini sedikit lega sebab mereka tak menemukan jasad Yarana. Namun, mereka juga bertanya-tanya kemana Yarana pergi pada saat paviliun ini terbakar.
** bersambung**