NovelToon NovelToon
Istri Buruk Rupa Sang Konglomerat

Istri Buruk Rupa Sang Konglomerat

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Crazy Rich/Konglomerat / Aliansi Pernikahan / Cintapertama
Popularitas:748
Nilai: 5
Nama Author: secretwriter25

Seraphina dan Selina adalah gadis kembar dengan penampilan fisik yang sangat berbeda. Selina sangat cantik sehingga siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta dengan kecantikan gadis itu. Namun berbanding terbalik dengan Seraphina Callenora—putri bungsu keluarga Callenora yang disembunyikan dari dunia karena terlahir buruk rupa. Sejak kecil ia hidup di balik bayang-bayang saudari kembarnya, si cantik yang di gadang-gadang akan menjadi pewaris Callenora Group.

Keluarga Callenora dan Altair menjalin kerja sama besar, sebuah perjanjian yang mengharuskan Orion—putra tunggal keluarga Altair menikahi salah satu putri Callenora. Semua orang mengira Selina yang akan menjadi istri Orion. Tapi di hari pertunangan, Orion mengejutkan semua orang—ia memilih Seraphina.

Keputusan itu membuat seluruh elite bisnis gempar. Mereka menganggap Orion gila karena memilih wanita buruk rupa. Apa yang menjadi penyebab Orion memilih Seraphina?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secretwriter25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Kupu-kupu

Mata Seraphina mengerjap perlahan, menyesuaikan diri dengan cahaya lembut yang menyusup dari balik tirai jendela. Aroma antiseptik yang tajam dan bersih menusuk hidung Sera. Kelopak matanya bergetar, terasa berat saat ia berusaha membukanya. Putih. Segalanya putih—langit-langit, seprai, dan gaun yang ia kenakan.

Tatapannya bergeser, menemukan sosok pria yang tertunduk di sisi ranjang—Orion. Kepalanya tergeletak di tepi kasur, tangannya menggenggam tangan Sera erat. Bahkan dalam tidurnya, jemarinya tampak sedikit bergetar.

Sebuah helaan napas lembut lolos dari bibir Sera. Suara itu terasa terlalu keras di ruang yang begitu sunyi. Ia mengangkat tangan satunya, gerakannya nyaris tak terdengar, lalu menyentuhkan ujung jarinya ke rambut Orion.

Orion bergerak. Kepalanya terangkat sedikit, lalu lebih tinggi, matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya pagi pucat yang menembus tirai jendela. Genggamannya di tangan Sera menguat.

“Sera?” lirihnya.

Senyum kecil muncul di bibir Sera. “Selamat pagi…”

Mata Orion menelusuri wajahnya, seakan mencari sesuatu. Ia duduk tegak, melepaskan genggaman tangannya hanya untuk menangkup pipinya. Ibu jarinya mengusap lembut garis rahangnya.

“Ada yang sakit?” tanyanya lembut.

“Aku baik-baik aja, Rion.” Sera menyandarkan wajahnya pada telapak tangannya yang hangat. “Sudah berapa lama kamu di sini?”

Orion mengacak rambutnya yang kusut. “Sejak... kamu dibawa masuk. Mereka sibuk menyuruhku pulang, katanya aku butuh istirahat.” Ia kembali menggenggam tangan Sera. “Tapi aku nggak bisa.”

“Kamu berantakan banget, Rion. Kayak habis berantem sama beruang,” godanya dengan suara serak.

Orion tertawa pelan. “Rasanya memang begitu.” Ia mendekat, menundukkan kepala hingga kening mereka bertemu. “Kamu bikin aku takut setengah mati, Sera.”

Sera menyusupkan jemarinya ke rambut Orion, menariknya perlahan. “Aku baik-baik saja, Orion. Sungguh.”

Tepat saat itu, pintu kamar berbunyi klik. Seorang wanita berseragam biru bersih masuk sambil mendorong troli kecil dengan nampan tertutup di atasnya. Aroma bubur hangat langsung menyeruak. Orion langsung duduk di samping ranjang, tersenyum tipis. Ia bergegas meraih semangkuk bubur lalu mengaduknya dengan sendok kecil.

“Selamat pagi, Nona Sera,” sapa perawat itu riang. “Sarapan sudah datang.” Matanya melirik Orion, bibirnya tersungging dengan senyum menggoda. “Dia tidak tidur semalaman, Nona,” ucapnya mengadu.

“Kenapa tidak tidur? Bagaimana kalau kamu sakit?” cerocos Sera.

“Baiklah, Nona… selesaikan permasalahan kalian, aku pergi dulu…” suster itu melangkah pergi meninggalkan Sera dan Orion sambil terkekeh kecil.

“Bagaimana aku bisa tidur tenang dengan kondisimu seperti itu, sayang,” Orion mendengus sebal.

“Sudahlah, lupakan soal itu. Kamu harus sarapan dulu,” Orion menyendok sedikit bubur, meniupnya perlahan, lalu mengulurkannya ke bibir Seraphina.

Seraphina menerima suapan itu dengan malu-malu, merasakan kehangatan bubur dan sentuhan lembut sendok di bibirnya.

"Enak?" Orion bertanya lagi, matanya mengamati setiap ekspresi Seraphina.

"Enak sekali," jawab Seraphina. Ia menatap Orion, menyadari betapa lelahnya Orion pasti semalaman menjaganya, namun wajah pria itu terlihat sangat bahagia.

Orion terus menyuapinya, sesekali menyeka sudut bibir Seraphina dengan tisu. Setiap sentuhan terasa begitu hati-hati, seolah takut Seraphina terluka lagi. Sera menggenggam tangan, mengelus punggung tangan itu dengan ibu jarinya.

"Maaf karena membuatmu khawatir?" ucap Seraphina pelan.

"Seharusnya aku yang meminta maaf karena tidak bisa menjagamu dengan benar," jawab Orion. Ia membalas genggaman tangan Seraphina, mengusap punggung tangannya dengan ibu jari.

Suasana hening sejenak, hanya ada suara dentingan sendok dan detak jam dinding yang samar.

"Terima kasih," bisik Seraphina, air mata tipis menggenang di pelupuk matanya.

Orion tersenyum, senyum yang mampu meluluhkan segalanya. "Untuk apa? Kamu tahu aku akan selalu ada untukmu, Seraphina." Ia menunduk sedikit, mengecup kening Seraphina dengan lembut. "Sekarang, habiskan sarapanmu. Kamu butuh energi untuk cepat sembuh."

Dinding putih berulang, bisikan mesin monitor yang tak henti. Sera menatap langit-langit, setiap retakan di plester terasa seperti peta kebosanan yang tak berujung.

“Aku sangat bosan…” keluh Sera.

Orion tersenyum tipis mendengar keluhan Seraphina. “Bagaimana kalau kita ke taman?”

Sera menoleh, matanya sedikit melebar. "Taman?"

"Aku ingin kamu menghirup udara segar, bukan bau antiseptik." ucap Orion.

Sebuah senyum kecil akhirnya muncul di bibir Sera. "Ayo!” serunya antusias..

Taman rumah sakit menyambut mereka dengan aroma rumput basah dan bunga-bunga yang baru mekar. Orion mendorong kursi roda Sera dengan hati-hati.

Sera menghirup udara dalam-dalam, paru-parunya terasa penuh. Sekelompok kupu-kupu menari di atas semak mawar, sayapnya berkedip seperti permata yang beterbangan. Mata Sera berbinar, tangannya terangkat seolah ingin meraih.

"Cantik sekali," dia berbisik.

Sebuah kupu-kupu dengan garis hitam tebal dan biru, melayang mendekat, berputar sekali di depan wajah Sera, lalu melesat pergi, menghilang di antara dedaunan. Senyum di wajah Sera memudar. Bibirnya menekuk ke bawah.

"Yah… dia pergi..." suaranya hampir tak terdengar.

Orion mengamati perubahan itu, tatapannya tajam. Dia merogoh saku, meraih ponselnya lalu jemarinya mengetikkan pesan untuk Axel. Setelah itu mereka duduk di bangku taman, di bawah naungan pohon rindang.

“Kamu suka kupu-kupu?” tanya Orion.

Sera mengangguk. “Karena mereka sangat cantik…” jawabnya.

"Tapi mereka makhluk yang rapuh," Orion berkomentar. "Terlalu rapuh untuk digenggam."

"Tapi mereka bebas," Sera menyahut, tatapannya mengikuti seekor kupu-kupu yang melesat. "Bebas ke mana pun mereka mau."

"Kebebasan itu datang dengan harga yang mahal, Sera." Orion menimpali. "Hidup mereka singkat dan penuh bahaya."

“Andai manusia yang hidupnya penuh bahaya bisa hidup dengan singkat…” gumam Seraphina. Hidupnya terasa panjang meski berbahaya—meski terkekang dia tidak bisa memilih hidup yang singkat itu.

Tiba-tiba, sebuah suara renyah memecah keheningan. "Tuan Orion, ini yang Anda minta."

Seorang pria berseragam rapi berdiri di samping mereka, memegang jaring kupu-kupu berwarna putih, batangnya terbuat dari serat karbon yang ramping. Sera terkejut, matanya membesar melihat benda asing itu.

"Apa itu?" tanya Seraphina, menunjuk jaring itu.

Orion tersenyum tipis, mengambil jaring itu. "Untuk menangkap kupu-kupu. Aku lihat kamu kesulitan menangkapnya," jawab Orion.

“Apa boleh menangkapnya?” tanya Sera.

“Kita hanya akan menangkapnya sebentar lalu membebaskannya lagi,” jelas Orion.

Seekor kupu-kupu kuning cerah tiba-tiba melintas di hadapan mereka. Sera terkesiap, matanya berbinar. "Aku bisa… biar aku yang menangkapnya!" seru Seraphina.

Namun Orion sudah bangkit terlebih dahulu. Dia mengayunkan jaring itu dengan gerakan halus, seperti penari. Swoosh! Kupu-kupu itu, yang tadinya menari-nari, kini terperangkap lembut di dalam jaring.

“Wah!” Sera bertepuk tangan meriah. “Kamu hebat!” pujinya.

Orion membungkuk, dengan hati-hati memegang jaring di dekat Sera. "Lihat," dia berbisik. Orion memasukkan kupu-kupu itu ke dalam toples kaca agar Sera bisa melihatnya dengan lebih puas.

“Setelah puas melepasnya, lepaskan dia ya…” ucap Orion sambil menyerahkan toples kaca itu.

Sera mengangguk cepat. Ia menatap kupu-kupu itu mengepak-ngepakkan sayapnya di dalam toples, corak kuningnya begitu jelas, urat-urat sayapnya terlihat seperti peta rumit. Matanya terpaku pada makhluk itu. Sebuah senyum merekah lebar, membuat Orion ikut tersenyum.

"Indah sekali," Sera berbisi.

“Sangat indah…” jawab Orion sambil menatap Sera.

"Terima kasih," dia mendongak pada Orion, matanya berkilauan. "Terima kasih banyak."

Orion hanya tersenyum, menyandarkan jaring itu di samping bangku. Di dalam hatinya, ia merasa sedikit konyol. Menangkap kupu-kupu? Untuk apa? Tapi melihat senyum Sera, rasa konyol itu sedikit memudar. Mungkin, sesekali, melakukan hal yang kekanak-kanakan tidak terlalu buruk.

🍁🍁🍁

Bersambung...

1
Puji Lestari Putri
Makin ngerti hidup. 🤔
KnuckleBreaker
Beneran, deh, cerita ini bikin aku susah move on. Ayo bertahan dan segera keluarkan lanjutannya, thor!
Victorfann1dehange
Alur ceritanya keren banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!