NovelToon NovelToon
Santriwati Tengil Untuk Gus Zindan

Santriwati Tengil Untuk Gus Zindan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Riyaya Ntaap

menceritakan kisah cinta antara seorang santriwati dengan seorang Gus yang berawal dari permusuhan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riyaya Ntaap, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Membujuk

**

" Azka, jalan yuk? "

Seorang gadis muda cantik, dengan baju kemeja serta rok di atas lutut berwarna senada, mendekati Azka yang masih berkutat pada laptop di depannya.

Kedatangan gadis itu tidak membuat Azka mengalihkan pandangannya sedikitpun dari laptop, ia sengaja membiarkan gadis itu Tampa menggubrisnya.

" Azkaaa " rengeknya dengan nada manja yang begitu di buat buat.

Azka berdecih kecil, ia sungguh malas melihat gadis itu sebenarnya. Ingin rasanya Azka menendang gadis itu, namun sayangnya gadis itu adalah putri dari investor besar untuk perusahaan nya.

Jika sedikit saja menyakitinya, pasti akan berpengaruh pada proyek yang sedang ia bangun, kendala nya sudah pasti di keuangan.

" Azkaa... Kamu kok diem aja sih, aku lagi bicara loh ini. "

" Yang bilang kamu lagi konser siapa? " Dingin, Azka menanggapi. Namun pandangan nya masih tetap tidak menatap wanita itu sedikit pun.

" Iyaa iyaaa, kamu kalau bicara liat ke aku dong. Emangnya aku terlalu jelek ya buat diliat? "

" Saya sibuk, Bianca. "

" Iyaa tau, tapi ngeliat aku bentar juga ga akan membuat kamu kehilangan satu triliun kan. "

" Maybe "

Terdengar suara decakan kecil milik Bianca, gadis itu berjalan menuju sofa, kebetulan di ruangan Azka terdapat dua sofa.

Tok

Tok

Tok

Terdengar suara ketukan di pintu, Tampa Azka sahuti terlebih dahulu, seorang wanita sudah langsung masuk, karena memang begitu selama ini. Bukan hanya wanita itu saja yang berlaku demikian, tapi banyak staf juga melakukan hal yang sama.

" Pak, ini laporan yang bapak minta tadi. Pekerjaan saya sudah selesai, saya sudah bisa pulangkan? "

Dengan kedatangan wanita itu, barulah Azka mendongakkan kepalanya dan berhenti menatap laptop sejenak. Bianca hanya diam saja di sofa, namun pandangan nya tak luput sama sekali dari Azka.

" Saya periksa sebentar. Kamu silahkan duduk di sana. " Azka menunjuk pada sofa, dengan menggunakan lirikan matanya. Wanita itu mengangguk paham dan langsung berjalan menuju sofa.

Azka mulai membuka berkas pemberian wanita tadi, dan membacanya dengan teliti Tampa melewatkan selembar pun.

" Mba Bianca udah lama disini? " Tanya gadis itu dengan ramah. Senyumnya merekah lebar, berusaha untuk mengajak Bianca berbicara guna mengusir rasa canggungnya.

Bianca hanya berdehem singkat, setelah kedatangan gadis itu yang duduk di sebelahnya, Bianca langsung memainkan ponselnya. Matanya seketika tak teralihkan sedikit pun dari ponsel.

" Mba Bianca mau apa nyari pak Azka? "

Bianca kembali berdecak untuk yang kedua kalinya. Matanya menatap gadis di sebelahnya dengan sinis dari bawah hingga ke atas.

" Kepo banget sih! Ga usah sok akrab deh. Ga jelas banget. " Sinisnya.

Azka melirik dengan Ekor mata, saat mendengar kalimat sinis yang di lontarkan oleh Bianca pada sekertaris nya. Pelan, Azka menghela nafasnya. Ia sangat tidak suka dengan gaya bicara Bianca yang sangat tidak menghargai lawan bicaranya.

" Laura, kamu sudah bisa pulang. " Azka menutup map yang di bacanya, kemudian meletakkannya di atas meja kerjanya. Pria itu menatap Laura sekilas, kemudian kembali menatap laptopnya.

Laura bangkit dari duduknya. " Baik pak, terimakasih. " Ujarnya, kemudian langsung berjalan keluar dari ruang Azka.

Diam diam Azka memperhatikan kepergian Laura, langkahnya terasa begitu ringan Tampa ada beban sedikitpun, padahal satu harian ini Azka sudah memberinya begitu banyak tugas, namun tak pernah terdengar oleh telinga nya keluhan Laura sedikit pun.

Sementara itu, Laura berjalan santai di koridor. Ia menunggu pintu lift terbuka sambil bersenandung kecil. Setiap hari ia selalu tampil seperti itu, seakan akan hidupnya tidak memiliki beban sama sekali.

" Nanti makan apa ya? Em.... " Jari telunjuknya mengetuk dagu berulang-kali, berfikir dengan matang makanan apa yang ingin ia jadikan makan malam.

Salah satu alasan hidup Laura terlihat begitu enteng, itu karena ia tinggal seorang diri Tampa sanak saudara. Laura bahkan tidak tau dimana keluarganya tinggal. Selama ini ia besar di panti asuhan, Laura baru keluar dari panti asuhan saat usianya sembilan belas tahun..

Di umur segitu, Laura sudah berjuang keras mencari pekerjaan. Berbagai pekerjaan sudah pernah ia lalui, hingga akhirnya ia sampai pada tahap ini. Dan menurutnya, pekerjaan yang sekarang ia lakoni tidak terlalu melelahkan seperti pekerjaan awalnya, itu sebabnya Laura tidak pernah mengeluh.

" Em.... Makan seblak aja kali ya. "

" Iya deh, makan seblak aja. Trus nanti sedia mie instan, kalo lapar malam tinggal di masak. "

Laura menarik nafasnya panjang, ia menggenggam erat tas Selempang nya, dengan senyuman lebar yang terukir di wajahnya.

" Kamu mau pulang ya? Aku numpang ya... "

" Memangnya kamu ga bawa mobil? Saya ada urusan lain yang harus di kerjakan. "

Azka menatap datar Bianca, ia sudah benar benar muak dengan wanita itu. Setiap hari, Bianca selalu saja mengganggu ketenangan nya.

" Aku Bawak mobil, tapi maunya numpang sama kamu, gimana dong? " Godanya dengan nada bicara yang di buat seimut mungkin. Mendengar nada bicara Bianca saja sudah cukup untuk membuat Azka ingin meludahinya.

" Saya sibuk Laura, mungkin saya baru pulang jam 11 malam, kalau mengantarkan kamu, bisa lebih lama lagi. Sudahlah, jangan mempersulit diri sendiri dan orang lain. " Azka langsung meninggalkan Bianca begitu saja Tampa menggubris teriakan Bianca yang terus memanggil namanya.

Bianca mencak mencak sendiri, karena tidak di gubris oleh Azka. Sudah susah payah ia berdandan untuk menarik perhatian Azka, namun tetap saja tidak mempan.

**

" Gak! Gak! Gak! Duduk diem di rumah, sekali sekali anteng gitu loh divaaaa, pusing mama liat kamu. "

" Ya mama ga perlu liat diva, mama cukup izinin diva balapan malam ini. Meh kuncinya " diva menengadahkan telapak tangannya, menanti kunci motornya yang sudah di sita beberapa hari oleh sang mama.

Nadira sama sekali tidak menghiraukan tangan diva yang sudah menengadah meminta kunci motornya, wanita itu sibuk memindahkan setiap menu masakan untuk makan malam ini ke meja makan.

Nadira yang sibuk mondar mandir merasa begitu kesal karena diva pun ikut mondar mandir hanya untuk menyusahkan nya saja.

Wanita itu mengerem langkahnya mendadak, membuat diva lantas tertabrak punggung tegap sang mama. Nadira lantas berbalik, matanya menatap tajam diva yang masih meringis memegangi hidungnya.

" Kunciiii " diva mengedipkan matanya berulangkali, seraya memasang wajah imutnya guna membujuk mama nya.

Tangan diva sudah begitu gatal karena sudah dua hari ini ia tidak bisa balapan akibat kunci motornya yang di sembunyikan sang mama, entah dimana.

Biasanya setiap kali kuncinya di sita, diva dengan mudah menemukan kunci motornya walaupun di sembunyikan oleh mamanya di tempat tempat yang tidak masuk akal. Namun kali ini ia kewalahan dan mengaku kalah, karena tidak juga kunjung menemukan kunci motor kesayangannya.

" Kamu yang nanti mama kunci, mau! " Ancam Nadira dengan mata melotot tajam dan kedua tangan yang berkacak pinggang.

Diva tersenyum paksa, ia meneguk ludahnya dengan susah payah. Ternyata mama nya tidak mempan di bujuk dengan cara apapun kali ini.

" Jangan dong ma.... Mama yang cantik yang imut yang-- "

" Ga mempan pujian kamu itu sama mama. Dulu udah sering denger. "

" Cieeee mengenang masalalu ni yeee "

Nadira menatap datar putrinya itu, ingin sekali rasanya melahap diva, memasukannya kembali ke dalam perut.

" Kayaknya mama sama papa kamu dulu salah cetak lah. Harusnya bukan kamu yang lahir, kayaknya kamu ketukar di rumah sakit. ODGJ kali ya yang lahirin kamu. " Sarkas Nadira dengan pedas, ia sudah muak di bully oleh putrinya, kini giliran dia yang membully anaknya.

" Mama tuh ODGJ nya. ODGJ cantik, yang bisa buat papa klepek-klepek. " Walaupun Nadira sudah berkata dengan begitu pedas, diva tetap berada pada pendiriannya.

Ia tetap berusaha untuk tidak termakan omongan pedas sang mama, justru sebaliknya ia berusaha menjadikan omongan pedas mamanya sebagai bahan gombalan.

" Ga usah gombal! Ga mempan. " Nadira kembali melanjutkan jalannya, kali ini ia hendak mencuci buah buahan untuk di letakkan di meja makan.

" Dua tiga burung bernyanyi, alamakkk canti siapa niii " diva dengan jailnya mencolek dagu sang mama, membuat Nadira tersipu malu.

Dulu, mantan suaminya juga selalu seperti itu padanya. Membujuk dengan kata kata manis, jika tidak mempan maka akan membuat panting dua bait dengan asal asalan yang berisikan gombalan. Dengan begitu, biasanya Nadira akan luluh dan tidak merajuk lagi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!