Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 Butuh Perhatian
Setelah melalui proses perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Erina mengalah. Seraya mengikuti saran dari kepala sekolah untuk menunda laporan pada pihak kepolisian dengan tujuan agar tidak salah sasaran dan pelaku sebenarnya bisa segera tertangkap.
Sebenarnya Erina tidak percaya jika Razan adalah pelakunya. Justru ia curiga pada siswa kelas XII yang melaporkan Razan sebagai pelaku utama pengedar narkoba di area sekolah. Namun ia pun tidak bisa asal tuduh, semuanya harus ada bukti akurat untuk menjerat pelaku.
Erina dengan langkah pasti melangkahkan kakinya di sebuah rumah mewah setelah mendapatkan izin satpam untuk bisa masuk ke area rumah tersebut.
Rumah mewah yang berlantai 3 itu didesain dengan style modern tropis. Ukuran tanahnya kira -kira 29.5m X 110.6m. Halamannya sangat luas, ditanami beberapa tanaman hias, pepohonan yang membuat rumah tersebut terlihat asri dan sejuk.
Erina dengan takjub memindai sekeliling rumah yang baru ia pijaki tersebut. Siapa pun yang tinggal di rumah tersebut pasti akan merasa nyaman.
"Eh ada ibu guru cantik...cari siapa Bu?" sapa seseorang menyambut Erina dengan wajah berbinar, tidak percaya guru cantiknya bisa sampai di rumahnya. Padahal dia tidak pernah memberitahukan alamat pada siapa pun.
Erina tersentak saat lelaki itu menyapa dirinya. Seraya tersenyum melihat salah satu orang yang dituju ada di rumah.
"Ayahmu ada?" tanyanya gelagapan namun cepat menguasai diri.
"Papa ga ada. Lagian ngapain sih cari Papa? Pasti ada udang di balik sayur sop ya! Aaaah jadi ingat mama, kalau masak selalu bikinin aku sop udang. Sop buatan Mama is the best tidak ada lawan,"
"Kemana Papa kamu?" tanya Erina tidak mau berbasa-basi.
"Razan kan sudah bilang, Papa ga ada di rumah. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Ibu mau ngapain sih cari Papa segala?" jelasnya penasaran dengan maksud kedatangan guru cantiknya itu.
"Papamu harus tahu kelakuan anaknya selama ini. Kelakuan anaknya yang menyimpan barang haram di dalam tasnya,"
"Ya Allah Bu. Berapa kali Razan harus bilang ke ibu kalau barang itu bukan punya Razan. Demi Allah bukan Razan pelakunya, Bu!" jelas Razan protes.
"Kalau bukan kamu, lantas siapa? Bukti sudah menjawab semuanya, dan itu mengarah padamu. Kamu tidak bisa berkelit. Kasus ini sebentar lagi akan sampai ke kepolisian, orang tuamu harus tahu hal ini,"
"Yang jelas bukan Razan pelakunya. Razan difitnah, Bu. Ibu harus percaya Razan dong!" ucap Razan frustasi.
Razan merasa kesal dengan gurunya yang tidak mau percaya padanya. Dia tidak mau Ayahnya sampai tahu hal ini. Pasti akan fatal. Tidak hanya marah namun akan memberikan hukuman adanya karena sudah mempermalukan keluarganya.
"Ibu belum bisa percaya kalau kamu belum bisa membuktikan hal yang sebenarnya," tegas Erina cukup membuat Razan merasa gusar.
"Bu, ibu bisa mengecek ruang kelas dengan menggunakan CCTV kelas, pasti ada jejak di sana."
"CCTV dirusak pelaku. Dan pelaku ini hanya bisa dilakukan oleh orang dalam. Ibu tahu kamu termasuk orang dalam di sekolah kita. Walaupun ibu tidak tahu kamu anak siapa, tapi barang bukti semua mengarah padamu, dan kamu tidak bisa berkelit. Kamu tahu hukumannya jika kamu ketahuan menjadi pengedar narkoba?"
Razan menarik nafasnya dengan berat seberat beban yang ia pikul sekarang. Entah harus bagaimana lagi ia harus menjelaskan pada Erina tentang masalah ini.
"Bu, aku tegaskan sekali lagi. Bukan aku pelakunya. Aku memang nakal tapi aku tahu bahayanya narkoba. Semasa hidup, Mama sering mengingatkanku tentang hal ini. Pertama jangan dekati narkoba karena itu bisa merusak diri sendiri. Yang kedua jangan pacaran, karena itu mendekati zina. Yang ketiga harus patuh sama orang tua. Oke aku akui sejak Mama meninggal, aku tidak patuh sama Papa. Aku kecewa karena sejak kematian Mama, Papa selalu disibukkan oleh pekerjaan yang menyita waktu. Aku memang laki-laki yang harus kuat tapi aku juga butuh tempat untuk bersandar. sekarang tidak ada lagi tempat aku bersandar. Bahkan guruku sendiri tidak bisa dijadikan teman curhat, terlalu menghakimiku seolah-olah aku yang selalu salah," ujar Razan dengan wajah memerah menahan amarah dan kekesalan karena ucapannya tidak bisa didengar oleh siapa pun. Ia terduduk di serambi teras rumah.
Erina menghampiri Razan dengan tangan yang ingin menyentuh bahunya.
"Ibu percaya sama kamu!"
Razan mendongak, menatap gurunya dengan tatapan yang sulit diartikan. Air matanya menggenangi kelopak matanya.
"Tapi Ibu mohon, bantu ibu untuk mengungkap kasus ini. Ibu akan mencari keadilan untuk orang yang tidak bersalah. Kamu harus tunjukkan siapa saja teman-temanmu dan musuhmu," lanjut Erina dengan nada pelan, mengajak Razan bekerjasama mengusut kasus ini.
Erina merasa tidak tega dengan kondisi Razan saat ini. Apalagi setelah tahu keadaan psikologis Razan yang benar-benar butuh perhatian lebih dari orang terdekatnya.
Razan bergeming. Semua orang yang ada di sekelilingnya memang temannya, hampir tidak memiliki musuh, kecuali jika ada pengkhianat di dalam kelasnya. Tapi dia mencurigai orang yang sudah melaporkan dirinya sebagai pelaku dari transaksi narkoba tersebut.
"Maaf Bu, sebelum razia mendadak, sebenarnya siapa yang telah melaporkan pada Ibu kalau saya yang melakukan transaksi itu?" tanya Razan memulai penyelidikan.
"Salah satu anak kelas XII, namanya Fajar. Kamu kenal?"
"Fajar?" Razan tampak berpikir.
"Bukankah Fajar kakak kelasnya yang kalem. Dia tidak pernah neko-neko di kelasnya. Tapi kenapa? Oooh pantas saja banyak guru yang tidak akan percaya kalau sebenarnya dialah pelakunya. Tapi tunggu, pasti ada orang lain yang menyuruhnya melakukan tindakan kriminal ini. Tapi siapa?" ujarnya bermonolog dalam hati.
Razan menatap gurunya dengan tatapan penuh arti.
"Razan akan bantu ibu menyelidiki kasus ini. Tapi tolong ya Bu, jangan beritahu Ayah. Razan takut. Bisa-bisa Raz digantung Ayah,"
"Itu kalau Razan terbukti melakukan hal tersebut, kalau tidak? Ayahmu tidak akan melakukan hal sekejam itu,"
Erina menenangkan Razan yang tampak gusar, khawatir ayahnya mengetahui kasus ini. Walaupun bukan Razan pelakunya, namun bisa terjadi salah paham jika sudah sampai di telinga ayahnya.
nahh lohh Bu Emmi ... bersiap lahh
Tenang Bu gurumu ngk kan biarkan mu pergii
gimana dia bisa di atur kalau papanya aja ngk ngertii
Byk yg gk suka ma razan apalg guru” pdhl mereka bs aja dipecat dan dikluarkan sm papa razan