'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. KHM
...~•Happy Reading•~...
Nathania menarik nafas dan menghembuskan kuat, agar bisa bercerita tentang Andy. "Dek, bertengkar itu biasa, untuk belajar cari solusi yang baik. Jangan buru-buru ambil keputusan kalau sedang marah." Nike menasehati, karena Nathania belum menjawab pertanyaannya.
"Dia berbohong, Kak. Dia sudah ...." Nathania menceritakan tentang pertemuannya dengan Andy dan tunangannya di Mall sambil menangis terseduh.
Sontak Nike berdiri lalu memeluk adiknya dengan hati yang sangat sedih. 'Pantas kemarin aku sangat mencemaskanmu.' Nike membatin sambil mengelus punggung Nathania berulang kali.
"Kalau begitu, tidak ada solusi lain. Keputusanmu sudah tepat. Aku mendukungmu. Jangan biarkan dia jadikan kau seperti batu timbangan. Menimbang mana yang lebih berat, baru dipilih." Nike jadi emosi mendengar cerita Nathania, sehingga dia melepaskan pelukan dan berjalan bolak-balik di teras sambil berpikir.
"Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu? Apa kau langsung berhenti?" Tanya Nike setelah berpikir dan ingat yang dikatakan Nathania mau minta ijin pimpinan untuk libur. Padahal sekarang dia sudah ada di Bandung.
"Iya, Kak. Aku putuskan berhenti, karena takut dia terus datang cari. Aku merasa diteror dengan kelakuannya." Nathania berkata sambil berurai air mata.
"Ya, sudah. Ngga pa'pa... Ngga usah pikirkan dan terus bersedih karena berhenti kerja. Kau adikku, cerdas dan cekatan. Pasti ada pekerjaan baik menantimu." Nike berusaha menghibur, sambil terus berpikir.
Nike menghembuskan nafas kuat, lalu kembali duduk di kursi depan Nathania. "Begini, Dek. Yang mau aku bicarakan itu, mengenai rumah ini. Aku mau menikah dan akan punya keluarga baru. Aku jadi memikirkan kondisimu.... (Apa lagi seperti sekarang)." Nike meneruskan dalam hati, agar tidak membuat Nathania makin sedih.
Sontak Nathania melihat kakaknya dengan mata dan pipi basah. "Apa terjadi sesuatu dengan rumah ini, Kak?" Kesedihannya berganti dengan was-was, karena terlintas hal buruk sedang terjadi dengan rumah mereka.
Nike serius melihat Nathania, lalu menggeleng. Dia menemukan solusi yang baik buat rumah mereka dengan adanya keputusan Nathania berhenti kerja dan pulang ke rumah.
"Tidak terjadi sesuatu yang buruk atas rumah ini. Seperti yang aku bilang tadi, aku akan menikah dan punya keluarga baru. Aku akan tinggal di rumah keluarga suami, sampai rumah yang dibangun Mas Frans rampung." Nike mulai menjelaskan.
"Jangan bertanya, mengapa tidak tinggal di sini saja. Aku tidak mau keluarga atau adik-adik suami ikut datang dan minta tinggal di sini juga. Aku memikirkan kenyamananmu saat pulang ke rumah, apa lagi sekarang kau akan tinggal di sini." Nike menjelaskan panjang, agar Nathania bisa mengerti.
"Aku harap, kau mengerti dan mau ikuti yang aku putuskan. Semua ini aku lakukan, agar kau tetap terlindungi. Besok setelah dari rumah Om Felix, kita ke notaris untuk balik nama. Rumah ini aku serahkan padamu. Aku yakin, kau akan rawat dengan baik." Ucap Nike tegas.
"Kamarku kau biarkan seperti itu. Supaya kalau kami datang berkunjung dan mau nginap, tidak perlu repot." Nathania hanya diam mendengar, tanpa bisa berkata-kata. Sesuatu yang tidak pernah dia pikirkan, bisa dengan cepat diputuskan kakaknya.
"Itu keputusanku mengenai rumah yang sudah lama aku pikirkan sejak memutuskan untuk menikah. Sekarang mengenai warung peninggalan Mama dan Papa." Ucap Nathania tetap serius. Nathania jadi terkejut mendengar kakaknya menyebut warung yang diwariskan orang tuanya.
"Tadinya, aku tidak berpikir tentang warung itu. Tapi mendengarmu sudah berhenti kerja, aku jadi berpikir lain. Aku serahkan warung dan pengelolaannya padamu..." Ucapan Nike membuat Nathania melihatnya dengan mata membulat.
Nathania tidak menyangka, dalam waktu singkat kakaknya sudah langsung membuat keputusan buat sesuatu yang penting dan berharga.
Dia tahu, kakaknya tidak punya pekerjaan lain selain mengelola warung orang tuanya. Penghasilan kakaknya hanya dari warung, dia jadi ragu menerima keputusan kakaknya.
Sebelum kakaknya lebih lanjut membahas keputusan tentang warung, Nathania mengutarakan pedapat dan apa yang dia pikirkan. "Kak Nike, jangan begitu. Kakak sudah menikah, tapi kan, bisa bekerja."
"Apa Mas Frans melarang kakak bekerja dan mengurus warung lagi?" Nathania bertanya dengan nada khawatir. Dia tidak bisa membayangkan itu terjadi. Kakaknya harus meninggalkan warung yang dikelola setelah orang tua mereka meninggal.
"Mas Frans tidak melarang. Tapi setelah menikah, pasti ada perubahan. Aku punya tanggung jawab baru, mengurus keluarga. Aku baru pikirkan itu, saat ini, karna sekarang kau sudah ada di sini.... (Dan belum ada pekerjaan)." Nike meneruskan dalam hati, agar tidak menyinggung Nathania.
"Apa yang membuat kau keberatan? Sekarang sudah ada karyawan yang membantu. Kau kelola sambil melamar kerja di perusahaan yang kau minati. Tapi warung ada dalam tanggung jawabmu." Nike tetap serius dan tegas pada keputusannya.
Dia sudah memikirkan dan putuskan, saat mengetahui Nathania telah berhenti kerja. Dia ingin adiknya tetap aman secara finansial untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebelum mendapat pekerjaan di kantor.
"Tapi, Kak...." Nathania mau mengutarakan keberatannya, tapi Nike mengangkat tangan, mencegah. "Jangan berpikir batu itu berat, sebelum diangkat. Pelajari dulu caranya, baru kau tahu bagian mana yang berat."
"Aku sudah bilang, aku tidak membiarkan kau lalui sendiri. Setelah pulang bulan madu dan kalau belum hamil, aku akan datang bantu, lihat-lihat dan tidak perlu digaji. Cara mengatur dan lainnya, aku serahkan padamu." Nike tidak mau Nathania menjadikan warung sebagai beban, tapi mau membuat dia sibuk mengelola warung. Sehingga lupa pada apa yang terjadi di Jakarta
"Oh, berarti kakak masih datang ke warung. Ok, Kak." Nathania bisa terima, karena kalau dia dapat pekerjaan kantoran, kakaknya akan tetap tangani warung. Dia berdiri dan memeluk erat kakaknya.
~*
Ke esokan hari ;
Nathania sudah bangun pagi-pagi untuk persiapan menemani kakaknya sepanjang hari. Saat membuka jendela, dia melihat kalender yang tergantung di dinding.
Dia mengambil pena dari kotak alat tulis yang terletak di sudut meja. 'Sekarang baru hari Rabu, aku sudah lewati satu malam di sini bersama kakak.' Nathania mencoret tanggal dan hari Senin, sebagai pengingat dia menangkap basah Andy dengan tunangannya.
Sejenak dia duduk di tepi tempat tidur dan bersyukur, karena masih hidup hingga hari ke tiga dan tidak hancur. 'Terima kasih, Tuhan.'
Setelah mandi, dia menuju ruang makan. "Pagi, Kak." Sapa Nathania pada kakaknya yang sedang menata sarapan di meja.
"Pagi, Dek. Ayo, sarapan yang banyak. Aku minta Bibi masak nasi komplit, supaya kita bisa makan kenyang." Ucap Nike sambil menujuk menu di atas meja.
"Iya, Kak. Makasih." Nathania duduk dan mengambil nasi dan lauk pauk secukupnya.
"Hari ini kita akan sangat sibuk, karena mau ke rumah Om Felix dulu." Nike mengingatkan tentang rencana mereka tadi malam.
"Iya. Kak. Ini outfit sudah siap buat seharian di luar rumah." Nathania berdiri menunjuk yang dia kenakan. Nike mengangkat jempol, senang.
...~_~...
...~▪︎○♡▪︎○~...