NovelToon NovelToon
Dikutuk Jadi Tampan

Dikutuk Jadi Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Dikelilingi wanita cantik / Obsesi / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Harem
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: HegunP

Hidup Edo menderita dan penuh hinaan setiap hari hanya gara-gara wajahnya tidak tampan. Bahkan ibu dan adiknya tidak mau mengakuinya sebagai bagian dari keluarga.

Dengan hati sedih, Edo memutuskan pergi merantau ke ibu kota untuk mencari kehidupan baru. Tapi siapa sangka, dia malah bertemu orang asing yang membuat wajahnya berubah menjadi sangat tampan dalam sekejap.

Kabar buruknya, wajah tampan itu membuat umur Edo hanya menjadi 7 tahun saja. Setelah itu, Edo akan mati menjadi debu.

Bagaimana cara Edo menghabiskan sisah hidupnya yang cuma 7 tahun saja dengan wajah baru yang mampu membuat banyak wanita jatuh cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HegunP, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 Foto Masa Lalu

Satu hal yang jelas terjadi di dalam jiwanya sekarang, Edo merasakan kebencian yang semakin menumpuk kepada cewek di depannya. Miya terus saja mengoceh.

Miya tak kunjung berhenti merendahkan foto yang menampilkan wajah seorang anak SMA di HP Edo yang tak lain itu foto Edo sebelum mendapatkan kutukan.

Beberapa bulan yang lalu, Edo sengaja memotret wajahnya sendiri sebanyak 8 kali karena ingin tahu sejelek apa wajahnya jika dilihat oleh orang lain. Dan setelah memperhatikan hasil fotonya sendiri, dia pun percaya kalau wajahnya memang benar-benar tidak enak dipandang. 

Sayangnya, waktu itu dia langsung meletakkan HP-nya lalu menangis di tempat tidur. Dia lupa menghapusnya sampai sekarang.

“Aku aja gak percaya ada manusia sejelek ini. Mukanya kaya kodok. Hancur banget. Hahaha,” ejek Miya sambil mendekatkan wajahnya ke layar HP Edo.

Miya sama sekali belum menyadari kalau si pemilik HP semakin terlihat murka. Tentu Miya juga tidak akan percaya kalau foto yang sedang ia hina-hina itu adalah wajah pemuda yang ia biasa panggil Pangeran itu. Sebenarnya, Edo sudah merasa tidak tahan dan ingin meledakkan semua amarahnya. Namun, sampai saat ini, ia berusaha tenang dan ditahan sekuat tenaga.

“Mending Kak Pangeran berhenti berteman sama dia. Nanti ketularan jelek.”

Dua tangan Edo mengepal kuat. Bisa-bisanya wajah jelek disamakan seperti penyakit yang bisa menular. 

Karena makin tak tahan, Edo reflek melontarkan pembelaan diri. “Dia itu sahabat dekatku. Meski gak ganteng tapi dia baik.” 

Miya menatap Edo dengan heran. kepalanya digelengkan dengan mulut berdecak. “Ini bukan soal sahabat kakak baik atau tidak, tapi ini soal status sosial. Orang yang mukanya gak enak dipandang, statusnya setara seperti orang rendahan. Sedangkan orang yang ganteng/cantik kaya kita, statusnya sama seperti orang-orang golongan atas. Mangkanya, orang jelek harusnya berteman sama orang jelek. Orang ganteng/cantik harusnya berteman sama orang yang sama-sama ganteng/cantik,” jelas Miya panjang lebar dengan PD-nya.

“Gak bisa gitu. Ganteng atau cantik itu cuma sebatas penampilan. Percuma good looking tapi kelakuan buruk. Kebaikan hati jauh lebih penting!” Edo menjelaskan dengan nada meninggi. Berusaha menekankan apa yang dikatakannya lah yang paling benar.

Tapi Miya malah tertawa terbahak-bahak karena lucu melihat Edo yang malah nampak seperti orang sedang emosi. Padahal benar-benar sedang emosi.

“Kaka Pangeran ini orangnya terlalu baik. Aku gak ngerti kenapa harus menganggap orang-orang yang gak good looking layak bersanding sama kita.”

“Karena orang berwajah pas-pasan juga pantas mendapatkan kasih sayang dari semua orang!” bentak Edo yang makin menampakkan emosi murkanya.

Miya pun mulai menyadari kalau Edo sekarang memang benar-benar marah. Tapi Miya tetap memilih tenang.

“Terserah kamu deh. Yang penting aku udah ngomong benar. Pulang, yuk, Kak!” Miya tidak mau membahas panjang lebar lagi mengenai foto itu.

“Gak. Kamu salah. Aku yang benar!” Edo malah makin terlihat murka. Sampai-sampai ia menunjuk-nunjuk jarinya ke depan wajah Miya.

“Kak Pangeran ko jadi ngotot gini sih!” 

“Karena kamu ngomongnya kurang ajar. Ngehina orang seenaknya saja!” 

“Ya memang sahabat kaka itu jelek. Perutku saja sampai mual lihat mukanya. Rasanya pengen aku injak-in …” Miya tidak berani melanjutkan ucapannya lantaran Edo tiba-tiba memegang erat dua pundak Miya dengan jari-jari besarnya.

“Lepasin! Aduh … sakit Kak!” rintih Miya.

Miya yang awalnya terlihat percaya diri lambat laun jadi ketakutan karena melihat wajah Edo yang berubah dingin dengan tatapan kebencian.

“Kak Pangeran kenapa jadi nyeramin begini?” lirih Miya dengan suara gemetar.

Edo memajukan kepalanya lalu membisikkan sesuatu. “Terus hina orang itu lagi, aku bun-nuh kamu!”

Gleeek…!

Miya membeku di tempat. Tanpa ia sadar, kakinya pun juga gemetar. 

“Maaf, Kak. Aku cuma —”

Perkataan Miya terpotong karena Edo cepat merampas HP-nya dari tangan Miya lalu balik badan. Pergi cepat tanpa peduli apakah cewek itu akan ikut pulang atau tidak.

Edo terus saja pergi, pulang ke rumah Taufik tanpa peduli bagaimana keadaan Miya di belakang. Yang diinginkannya sekarang hanya mau menenangkan emosi di kamar.

Sampai di rumah, Edo berpapasan dengan Taufik di ruangan tengah. 

“Nak Edo lihat Miya?” tanya Taufik, ramah. 

Tapi Edo tidak menjawab. Dia malah terus naik ke lantai atas. Taufik terheran-heran. 

Sampai di dalam kamar dan mengunci pintu, Edo duduk tertunduk di tepi tempat tidur. Kepalanya terasa pusing akibat emosinya yang memuncak tadi.

Jujur, Ucapan Miya tadi telah membuat dadanya seperti terbakar. Meskipun sekarang wajah Edo berubah tampan karena kutukan, tetap saja orang yang Miya hina-hina itu adalah dirinya di masa lalu.

Apalagi Miya tadi melontarkan kata-kata hinaan dengan tingkah, tatapan, serta gelagat yang sama persis seperti orang-orang jahat di kotanya dulu. Jadi wajar saja Edo jadi sangat marah karena perbuatan Miya membangkitkan trauma masa lalunya, serta membuat luka masa malu jadi terbuka kembali.

“Aku pikir orang-orang di ibu kota gak akan sejahat seperti orang-orang di kotaku dulu. Ternyata semua orang sama saja!” gumam Edo, mendapatkan pelajaran penting.

...****...

Pagi pun datang. 

Edo bekerja seperti biasa di dapur. Dia sedang sibuk memotong sayur sawi. Dari arah samping, Miya tiba-tiba datang dengan wajah cerianya.

“Met pagi Kak Pangeran,” sapa Miya dengan ekspresi cerianya yang seperti biasa.

Padahal, Miya sebenarnya masih takut untuk bertemu pangerannya itu. Apalagi harus dekat-dekat seperti ini. Takut Edo tiba-tiba berubah seram seperti semalam. Tapi ia tetap memberanikan diri. Berharap dengan cara ini bisa menghilangkan amarah Edo yang mungkin masih ada sampai sekarang.

Edo cuma menoleh sebentar lalu lanjut mengiris-ngiris sayur di atas talenan.

Melihat respon Edo yang masih ketus dan dingin, Miya membuka obrolan.  “Kak tebak! Aku batal laporin kakak ke bapak soal pegang-pegang yang semalam itu. Jadinya Kak Pengeran boleh tinggal di rumah ini selamanya. Hore!” 

Miya heboh tepuk tangan sendiri. Edo cuma menghela napas berat. Seperti orang malas.

“Pasti ada syaratnya, kan?” tanya Edo.

“Ada dong. Yakni Kakak gak boleh marah lagi sama aku. Gak boleh marah-marah sampai seram kaya semalam. Dan gak boleh mengancam dengan kata-kata kaya semalam itu lagi. Bikin merinding.”

Bugh!

Tiba-tiba Edo meletakkan kasar pisau yang dipegangnnya ke permukaan meja dengan keras, membuat Miya tersentak kaget.

Aura seram Edo datang lagi.

“Kaka mau marah-marah lagi, ya?”

Edo menyeringai. Dia mengeluarkan HP-nya, membuka menu galeri, dan memperlihatkan foto masa lalunya lagi ke Miya.

“Aku akan berhenti marah, tapi kamu harus bilang maaf ke foto ini!” seru Edo.

Miya memanyunkan bibirnya. “Lagi-lagi bahas orang di foto itu. Apa pentingnya sih dia? Gak mau!”

“Kalau gak mau, aku selamanya bakal marah ke kamu!”

“Apaan sih, ngotot banget bela itu orang. Jangan-jangan Kakak cowok suka cowok ya, terus orang jelek itu pacar kakak?”

“Jangan banyak omong! Minta maaf sekarang!” Bentak Edo yang lagi-lagi membuat Miya tersentak sampai mengedipkan mata.

“Jangan bentak-bentak begitu! Aku takut banget tahu!”

“MANGKANYA MINTA MAAF KE FOTO INI … SE-KA-RANG!”

“Gak Mau. Aku gak merasa salah, ngapain minta maaf?”

“Kamu udah ngata-ngatain muka jelekku sampai bilang pantas mati!”

“Aku gak ngata-ngatain Kaka. Kaka kan ganteng.” Miya mengernyitkan dahi.

Edo keceplosan. Ia Salah ucap. “Maksudku foto ini. Kamu udah hina-hina sahabatku ini!”

“Aku gak menghina. Aku ngomong fakta. Pokoknya aku gak mau minta maaf.  Titiiik!

Plak … !

Pada akhirnya, Edo tidak bisa menahan amarahnya. Tangannya reflek menampar keras pipi Miya sampai suara tamparannya menggema ke setiap sudut ruangan dapur.

Miya menatap Edo dengan sangat takut. Air matanya perlahan keluar lalu mengalir deras tak terbendung.

Tanpa Edo sadari, ternyata ada Taufik datang dan bapak-bapak itu sempat melihat tindakan kasar Edo yang menampar Putrinya. 

“Nak Edo! Kenapa kamu menampar putriku!” 

Edo yang seakan tersadar dari perbuatan keterlaluannya, langsung dibuat panik sendiri. Dia  cepat memegangi dua  pundak Miya.

“Mi–Miya. Maaf. aku gak seng—”

“Uuuaaaaaa!” Miya langsung berlari sambil menutup wajah menuju kamarnya.

“Aku gak sengaja!” teriak Edo, mengikuti lari Miya. Sementara Taufik yang terdiam di tempatnya terus mengelus-elus dadanya. 

“Nak Edo kenapa berani kasar begitu? Gak bisa dibiarin ini!” seru Taufik.

Miya dengan cepat berlari dan berhasil masuk ke dalam kamarnya.

“Miya … aku minta maaf!” mohon Edo sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Miya yang sudah dikunci dari dalam.

Telinga Edo bisa mendengar jelas kalau di dalam sana, Miya sedang menangis sampai terisak-isak.

“Miya … buka pintunya. Aku mau ngomong!”

“Gak mau! Kak Pangeran pergi dari rumah ini, sekarang!”

1
Sharon Dorantes Vivanco
Gak akan kecewa deh kalau baca cerita ini, benar-benar favorite saya sekarang!👍
HegunP: makasih. ikutin terus ceritanya, ya. karena akan makin seru 👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!