Program KKN Sarah tidak berakhir dengan laporan tebal, melainkan dengan ijab kabul kilat bersama Andi Kerrang, juragan muda desa yang sigap menolongnya dari insiden nyaris nyungsep ke sawah. Setelah badai fitnah dari saingan desa terlewati, sang mahasiswi resmi menyandang status Istri Juragan.
Tetapi, di balik selimut kamar sederhana, Juragan Andi yang berwibawa dibuat kewalahan oleh kenakalan ranjang istrinya!
Sarah, si mahasiswi kota yang frontal dan seksi, tidak hanya doyan tapi juga sangat inisiatif.
"Alis kamu tebel banget sayang. Sama kayak yang di bawah, kamu ga pernah cukur? mau bantu cukurin ga? nusuk-nusukan banget enak tapi ya sakit."
"Jangan ditahan, cepetin keluarnya," bisiknya manja sambil bergerak kuat dan dalam.
Saksikan bagaimana Andi menahan desah dan suara derit kasur, sementara Sarah—si malaikat kecil paling liar—terus menggodanya dengan obrolan nakal dan aksi ngebor yang menghangatkan suasana.
Ini bukan sekadar cerita KKN, tapi yuk ikuti kisah mereka !!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Azzahra rahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta yang Terbukti
Suasana desa yang biasanya hangat dan tenang, kini terasa berbeda. Angin gosip berhembus semakin kencang, membawa kabar miring yang dilancarkan Bayu. Fitnah yang ia sebarkan berhasil membuat sebagian warga mulai ragu terhadap nama baik Andi.
"Katanya Andi itu cuma main-main sama Sarah," bisik seorang ibu di warung.
"Iya, saya dengar dia bahkan masih dekat dengan perempuan lain di kota," sahut yang lain, meski tak tahu kebenarannya.
Sarah mendengar kabar itu lewat teman-teman KKN-nya. Awalnya ia mencoba tegar, tapi perlahan hatinya goyah. Apa benar Andi seperti yang mereka bilang? batinnya.
Namun, setiap kali ia melihat tatapan Andi—tatapan tulus penuh kejujuran—keraguannya sedikit mereda. Andi selalu ada, bahkan ketika gosip itu mulai memukul Sarah. Saat ia kelelahan mengajar anak-anak, Andi muncul diam-diam membawakan air minum. Saat ia murung karena bisik-bisik warga, Andi tetap sabar menemaninya, meski hanya dengan senyum kecil.
Bayu tidak berhenti. Ia bahkan membuat bukti palsu: foto editan Andi bersama seorang perempuan di kota, seolah menunjukkan hubungan gelap. Foto itu beredar diam-diam lewat ponsel beberapa warga, sampai akhirnya terdengar juga ke telinga panitia desa.
Malam itu, Sarah menangis di kamarnya. Ia merasa terjebak dalam situasi sulit. Andi datang mengetuk pintu rumah tempat Sarah dan tim KKN tinggal.
“Sarah… boleh aku bicara?” suaranya lirih, terdengar penuh beban.
Sarah mengusap air matanya, membuka pintu perlahan. Wajah Andi tampak lelah, tapi sorot matanya masih sama: jujur dan tulus.
“Semua ini fitnah,” ucap Andi, suaranya tegas tapi bergetar. “Aku tidak pernah main-main denganmu, apalagi dengan perempuan lain. Kau percaya padaku, kan?”
Sarah menunduk, hatinya bimbang. Tapi saat Andi menggenggam tangannya dengan hati-hati, seolah takut membuatnya salah paham, ia merasa hangat yang sama seperti pertama kali Andi menolongnya di sawah.
“Aku percaya,” jawab Sarah akhirnya, meski suaranya masih bergetar.
Titik balik pun datang. Seorang pemuda desa yang sempat diajak Bayu bekerja sama, justru tidak tahan dengan kebohongan itu. Ia akhirnya mengaku di depan warga bahwa foto yang beredar hanyalah editan buatan Bayu. Warga kaget, beberapa marah, dan nama baik Andi pun perlahan pulih.
“Jadi selama ini Bayu yang menyebarkan fitnah?” tanya kepala desa dengan wajah kecewa.
Pemuda itu mengangguk. “Iya, Pak. Dia sengaja ingin menjatuhkan nama Kak Andi, karena tidak suka melihat kedekatannya dengan Mbak Sarah.”
Bayu pun akhirnya dihadapkan pada warga. Wajahnya pucat, tidak lagi penuh percaya diri seperti biasanya. Sebagian warga mulai menjauhinya, menyadari kelicikan yang selama ini ia lakukan.
Di tengah keramaian itu, Andi berdiri tegak. Ia tidak membalas dengan amarah, meski jelas terlihat hatinya terluka. Ia hanya menatap Bayu dengan tatapan dalam. “Aku tidak pernah ingin bermusuhan denganmu, Bayu. Tapi fitnah ini terlalu jauh. Aku hanya ingin hidup jujur dan membangun masa depan dengan cara baik.”
Warga bertepuk tangan kecil, beberapa mengangguk setuju. Nama baik Andi benar-benar kembali.
Beberapa hari kemudian, Andi memberanikan diri mendatangi keluarga Sarah di kota. Ia membawa serta keluarganya. Dengan hati-hati, ia menyampaikan niatnya.
“Bapak, Ibu,” ucap Andi dengan suara mantap, “saya tidak ingin gosip ini berlarut. Saya ingin menunjukkan keseriusan saya. Saya ingin menikah dengan Sarah.”
Orang tua Sarah terdiam sejenak, saling pandang. Mereka sudah mendengar tentang fitnah dan bagaimana Andi menghadapi semuanya dengan sabar. Wajah ibu Sarah melunak, sementara ayahnya menatap Andi dengan sorot tajam penuh pengujian.
“Kamu yakin bisa membahagiakan anak kami? Hidup di desa tidak selalu mudah.”
Andi menunduk hormat. “Saya yakin, Pak. Saya mungkin sederhana, tapi saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat Sarah bahagia. Saya sudah menyiapkan rumah di dekat orang tua saya. Jika Allah mengizinkan, saya ingin segera menikahinya.”
Sarah yang duduk di samping ibunya menunduk malu, wajahnya memerah. Hatinya berdebar mendengar ucapan Andi. Ia tahu, ini bukan sekadar janji manis. Andi benar-benar serius.
Persiapan sederhana pun dilakukan. Karena waktu KKN hampir selesai, keluarga sepakat melangsungkan akad nikah sebelum Sarah kembali ke kota. Tidak perlu pesta besar—cukup doa dan kehangatan keluarga.
Hari itu pun tiba. Suasana rumah desa dipenuhi senyum dan doa. Sarah mengenakan kebaya sederhana, wajahnya memancarkan kebahagiaan. Andi, dengan setelan putih, tampak lebih gagah dari biasanya, meski jelas terlihat gugup.
“Ijab kabul,” suara penghulu terdengar jelas. Andi mengucapkannya dengan lantang, suaranya bergetar namun penuh keyakinan.
“Alhamdulillah, sah!” seru para saksi.
Air mata haru mengalir di pipi Sarah. Ia kini resmi menjadi istri Andi. Warga desa yang hadir tersenyum, sebagian bertepuk tangan pelan. Gosip yang dulu menyakitkan kini terkubur oleh kebenaran dan doa restu.
Setelah acara, Andi duduk di samping Sarah. Untuk pertama kalinya, ia bisa menatapnya tanpa rasa canggung, tanpa harus sembunyi-sembunyi.
“Terima kasih… sudah percaya padaku,” bisiknya.
Sarah tersenyum malu. “Aku yang harus berterima kasih… sudah dijaga dengan sabar selama ini.”
Andi menggenggam tangan istrinya dengan lembut. Hatinya bergetar—perjalanan penuh fitnah dan ujian akhirnya berujung pada kebahagiaan. Dan meski KKN akan segera selesai, ia tahu satu hal pasti: cerita cintanya dengan Sarah baru saja dimulai.