NovelToon NovelToon
Satu Atap Dua Rumah

Satu Atap Dua Rumah

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan rahasia / Wanita Karir / Keluarga / Poligami / CEO / Selingkuh
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: zenun smith

Zara adalah gambaran istri idaman. Ia menghadapi keseharian dengan sikap tenang, mengurus rumah, dan menunggu kepulangan suaminya, Erick, yang dikenal sibuk dan sangat jarang berada di rumah.

Orang-orang di sekitar Zara kasihan dan menghujat Erick sebagai suami buruk yang tidak berperasaan karena perlakuannya terhadap Zara. Mereka heran mengapa Zara tidak pernah marah atau menuntut perhatian, seakan-akan ia menikmati ketidakpedulian suaminya.

Bahkan, Zara hanya tersenyum menanggapi gosip jika suaminya selingkuh. Ia tetap baik, tenang, dan tidak terusik. Karena dibalik itu, sesungguhnya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Flasback Bentar

Jadi ceritanya begini...

Flashback

Sebagai workaholic, Erick jarang sekali makan teratur, minum pun sama, apalagi tidurnya, berantakan sekali. Yang dia pikirkan dan lakukan adalah menyalurkan bakatnya dalam memimpin di dunia bisnis. Juga diparengi dengan tingkah Emily yang bikin Erick kelimpungan menbenahi, juga kelakuan Emily yang selalu mengganggunya hanya untuk jadi bahan taruhan atau tertawaan teman istrinya tersebut.

Contohnya, waktu itu di sebuah klub malam yang gemerlap, Emily dengan percaya diri bertaruh di depan teman-teman sosialitanya bahwa Erick adalah laki-laki yang sangat mencintainya tanpa batas. Tantangan pun dilontarkan oleh para sahabatnya, "Uwow, coba mau lihat dong!" Emily segera menelpon Erick, yang tengah menyelesaikan setumpuk file di rumah, dan meminta suaminya menyusul. Ia meminta Erick membawakan sebuah benda kecil berwarna merah muda (pink), namun dengan syarat yang konyol.

Erick harus menempuh jalan yang ia tunjukkan, yakni Jalur A. Erick berkata bahwa lebih dekat melewati jalur B, tapi Emily bersikukuh tak ingin dibantah. Akhirnya Erick mengiyakan tanpa banyak tanya, takut memancing kemarahan istrinya.

Dengan sigap, Emily memperlihatkan layar GPS di ponselnya kepada teman-temannya. Erick berjalan di rute A, padahal itu memakan waktu setengah jam lebih lambat dibanding Jalur B yang disebut Erick. Ia hanya mengangguk tanpa banyak tanya, takut memicu kemarahan istrinya. Seketika sorakan dan tepuk tangan meriah diterima Emily dari teman-temannya.

Di tengah perjalanan, Erick sempat mengalami insiden menegangkan di mana ia nyaris menjadi korban begal, tetapi berhasil lolos dengan cepat demi segera menunaikan permintaan Emily. Ketika tiba di klub, dengan napas terengah dan keringat dingin, Erick menyodorkan benda berwarna merah muda tersebut. Tetapi Emily malah protes. "Salah, Erick. Bukan pink, tapi biru." Wajah Erick memucat. "Tapi, Em, kamu tadi bilang..." Belum selesai bicara, Emily langsung melotot, "Kau membantahku?" Erick terdiam, menelan rasa lelahnya, dan dengan suara pasrah berujar, "Aku akan membawakan lagi yang biru."

Tak lama kemudian, Erick kembali, tetapi benda yang dibawanya lagi-lagi dianggap salah. Dalam kelelahan itu ia hanya bisa berdiri kaku, menjadi tontonan tidak berdaya dan bahan gelak tawa yang membahana. Puncaknya, Emily menunjuknya dan berkata, "Sebagai hukuman karena tidak becus, Erick yang akan membayar semua bill kita malam ini."

Lagi-lagi sorakan meriah terlontar dari mulut teman-temannya.

Kelelahan yang diberikan Emily kepada Erick memang berulang. Laki-laki itu dengan beban tanggung jawab bisnis yang luar biasa, merasa tiada daya melawannya. Ia tak tahu harus bagaimana menyadarkan Emily. Semua kesulitan yang ia alami, semua rasa tertekan dan sakit hati, disimpannya sendirian. Ia tidak mau menjadi bahan pikiran orang tuanya yang sudah renta, biarlah citra dirinya sebagai golden boy yang sukses dan bahagia tetap utuh di mata mereka. Namun, tubuhnya tidak bisa berbohong.

Hingga pada akhirnya Erick pun jatuh sakit. Ia terpaksa pergi ke rumah sakit dan segera diopname. Meskipun Erick hanya minta diobati lewat obat minum atau suntikan, dokter tetap tidak memperbolehkannya hanya di rumah, dan harus diopname karena butuh perawatan intensif dan serangkaian pemeriksaan lebih lanjut. Wajah Erick pucat sekali, tatapannya kosong, dan rasanya lemas bukan main.

Dengan susah payah, Erick meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Ia menelpon Emily.

"Em, aku sakit dan di rawat di Rumah Sakit X, kamu ke sini ya, temani aku," pinta Erick. Permintaan yang cukup sederhana.

Di seberang, Emily ekspresinya seperti kekecewaan daripada kekhawatiran. "Kau sakit dan sedang diopname? Hm, jaga kesehatan dong, Rick. Kalau kau tidak ke kantor lama, bagaimana? Banyak urusan penting yang kau tangani dalam waktu dekat, kau tahu itu kan?"

"Iya, Em, aku tahu. Kamu ke sini ya," pinta Erick lagi. Besar harapan Erick untuk Emily menjawab iya.

"Kau sakit itu artinya kerjaanmu terlimpah kepadaku. Urusan-urusan yang harusnya kau kontrol, aku yang akan mengontrolnya. Jadi kau tahu artinya, kan? Ini semua karena kamu nggak jaga kesehatan sih."

"Maaf, Em, sudah membuatmu menjadi susah. Tapi bisakah kamu kirimkan salah satu pelayan di rumah kita untuk datang ke sini, sekadar mengurusiku?" Erick berusaha mencari solusi alternatif.

"No, no, no, itu tidak bisa," tolak Emily tegas. "Formasi mereka tidak bisa berubah, berkurang satu pun kerjaan jadi berantakan, dan aku tak mau nanti malah aku yang tak terurus. Gini aja biar kau tak bawel, aku suruh asistenku untuk mengurus keinginanmu. Kau tunggu saja."

"Iya, Em, terima kasih. Kamu sudah makan?"

Di hadapannya, Emily melirik Darren yang sedang menyantap hidangan mewah mereka. Ya, Emily sedang dinner bersama Darren.

"Ini aku sedang makan."

"Jangan terlalu capek ya, Em. Aku akan berusaha sembuh agar bisa bekerja kembali."

"Good. Memang golden boy pilihan Papa harus begitu," balas Emily, mengakhiri pembicaraan. Ia kemudian menyerahkan urusan orang yang akan mengurus Erick di RS kepada Asistennya.

Sang asisten langsung berpikir cepat. Daripada mengganggu staf rumah, lebih baik mencari caregiver profesional. Ada jasa menunggu pasien seperti itu. Ia pun menghubungi salah satu kontak dari media sosial yang menawarkan layanan tersebut. Orang yang ia hubungi adalah Zara.

Waktu itu, Zara masih mahasiswi semester akhir. Ia sangat membutuhkan uang dan tanpa ragu menerima tawaran menemani pasien dari semua gender, dari anak-anak sampai dewasa. Pikir Zara, cara ini bisa mempercepat terkumpulnya uang untuk biaya kuliah dan wisuda yang ada di depan mata.

Zara yang mendapat orderan jasa menemani pasien yang rawat inap pun langsung bekerja hari itu juga. Saat datang ke kamar VVIP yang mewah itu, Erick sedang tertidur pulas, tampak sangat kelelahan dan pucat. Ketika Erick terbangun beberapa saat kemudian, Zara mendekat untuk konfirmasi.

"Maaf, Bapak. Apa benar ini Bapak Erick?" tanya Zara dengan sopan.

"Iya. Anda siapa?"

"Saya Zara, jasa menemani pasien yang sedang dirawat. Saya bukan perawat, hanya sekadar mendampingi dan juga bisa mengurus administrasi."

Erick mengangguk samar, lalu ia memejamkan mata lagi, memisahkan diri dari dunia luar. Ini pertama kali Zara mendapat client laki-laki dewasa yang belum tua dan juga tidak muda, semacam Om lah. Zara yang berusia awal 20-an kontras dengan Erick yang sudah di atas 30-an, bahkan mendekati 40.

Beberapa hari pertama, interaksi mereka betulan kaku sekali. Erick terkesan menjaga jarak, sementara Zara bersikap sangat profesional, hanya berbicara seperlunya terkait jadwal obat atau makanan. Suasana kamar rawat terasa steril, tidak hanya dari kuman, tapi juga dari emosi yang menyebabkan tekanan batin.

Sampai akhirnya, semua berubah saat Zara sedang membantu selang infus Erick. Zara melihatnya sebuah tanda lahir berwarna biru yang terletak di bagian bawah lengan atas Erick. Saat melihat tanda itu, Zara seketika membeku. Ia sulit menelan ludah.

"Emang tanda lahir itu kenapa, Ra? Aduh aku penisirin akut."

"Tanda lahir itu... "

Gedubrak!

Flashback buyar.

Sebuah suara mengagetkan Zara dan Mila, bukan hanya keduanya saja, tapi juga orang-orang yang berada di sana. Pas nengok ke arah sumber suara, ternyata itu Emily yang sedang berjalan petantang petenteng.

.

.

Bersambung.

1
nowitsrain
Kalaupun Zara nggak sama Erick, yang pasti nggak boleh sama kau juga sih Rayhan 😌😌
nowitsrain
Idih idihh
nowitsrain
Kostumnya mana Milaaaaa
〈⎳ FT. Zira
pacar apaan oiii/Curse/
〈⎳ FT. Zira
mila bisa diandalkan disegala situasi ya ternyata
🔵 Muliana
ini pasti akibat stress
🔵 Muliana
apa ini perintah ayah emily?
🔵 Muliana
sesuatu apa? kagum? anda telat
🔵 Muliana
dalam keadaan genting gini aja, kamu masih melindunginya
Dewi Payang
Semiga saja kandunganbya baik² aja...
nowitsrain
Ekhem... permisiiii, mbaknya juga selingkuh tapii
nowitsrain: Tapi aku nggak membenarkan tindakan Erick ya. No no ☝️☝️
total 1 replies
nowitsrain
Kan yang mulai duluan your bos yh..

Yaaa tapi kan hukum di negeri enih bisa dibeli 😌
nowitsrain
Ihhh beraninya keroyokan
nowitsrain
Tumbukkkkk Millll. Hajarrrrr
nowitsrain
Fun fact, makin sebel sama orangnya, akan makin sering dipertemukan.
tinie
hamil muda, punya madu kaya setan
jelas bikin perut keram
aku gak punya madu aja sering keram, gara dongkol hati ini 😁😁😁

jadi curhat nih
🔵 Muliana
dia lupa, kalo dia sendiri aja selingkuh /Facepalm/
🔵 Muliana
bisa jadi keputusan menyembunyikan masalah ini, akan jadi masalah di kemudian hari
🔵 Muliana
reyhan ini mata-mata, atau memang org yang menyukai zara?
〈⎳ FT. Zira
jmbak benerann🤣🤣
Zenun: wkwwkk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!