Istri penurut diabaikan, berubah badas bikin cemburu.
Rayno, pria yang terkenal dingin menikahi gadis yang tak pernah ia cintai. Vexia.
Di balik sikap dinginnya, tersembunyi sumpah lama yang tak pernah ia langgar. Ia hanya akan mencintai gadis yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Namun ketika seorang wanita bernama Bilqis mengaku sebagai gadis itu, hati Rayno justru menolak mencintainya.
Sementara Vexia perlahan sadar, cinta yang ia pertahankan mungkin hanyalah luka yang tertunda.
Ia, istri yang dulu lembut dan penurut, kini berubah menjadi wanita Badas. Berani, tajam, dan tak lagi menunduk pada siapa pun.
Entah mengapa, perubahan itu justru membuat Rayno tak bisa berpaling darinya.
Dan saat kebenaran yang mengguncang terungkap, akankah pernikahan mereka tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Senjata Makan Tuan
Ruang administrasi mendadak gaduh.
Bira berdiri kaku di depan komputernya, wajahnya pucat.
“Gawat… laporan divisi A hilang!” serunya panik.
“Apa?!”
Beberapa staf langsung berdiri dari kursinya, saling pandang tak percaya.
“Hilang gimana maksudnya?” tanya Hani sambil bergegas menghampiri.
“Barusan aku mau cek sebelum dikirim ke Bu Ratri. Tapi folder-nya kosong!” jawab Bira dengan suara meninggi.
“Astaga, deadline-nya setengah jam lagi!” Hana menepuk keningnya.
Ruang kerja mendadak riuh. Suara klik mouse dan bisikan panik bersahutan.
Vega ikut berdiri, pura-pura ikut panik, tapi jemarinya diam-diam menggenggam cangkir kopi terlalu erat hingga bibir cangkir bergetar. Ia tak menyangka efeknya sebesar ini.
“Kalau Bu Ratri tahu, kita semua bisa kena semprot,” gumam Hani.
“Ini parah banget,” sahut staf lain.
“Gimana ini?”
“Kali ini kita mampus!”
“Masa cuma panik? Cari cara dong!”
BRAKK!
Suara gebrakan meja membuat semua kepala menoleh serempak.
Vexia berdiri di sana. Wajahnya tenang tapi tajam, teh di mejanya masih beruap.
“Tenang,” ucapnya datar tapi tegas. “Aku akan berusaha memulihkan file-nya.”
Bira menatapnya ragu. “Kamu yakin, Xi? Datanya di server pusat, bukan drive lokal.”
Vega ikut menimpali dengan nada menyindir, “Nggak usah buang waktu deh. Bahkan staf IT aja bisa butuh berjam-jam.”
Tatapan Vexia menembus tajam. “Kalau kalian nggak percaya padaku… kalian punya cara lain?”
Hening.
Bahkan suara pendingin ruangan pun terdengar jelas.
Vexia kembali duduk.
Jemarinya mulai menari cepat di atas keyboard, menembus akses log server dan memanggil kembali fitur auto-restore yang diam-diam ia aktifkan dua hari lalu.
Suara ketikan cepat memenuhi ruangan, beradu dengan napas tegang semua orang.
Beberapa staf hanya bisa berdiri menatap, antara berharap dan pasrah.
Vega menggigit bibirnya diam-diam, sementara Bira menatap monitor tanpa berkedip.
Detik-detik terasa seperti jam.
Lampu indikator komputer berkedip.
Kemudian—
Restore completed successfully.
“Sudah,” ucap Vexia pelan sambil memutar kursinya menghadap mereka.
“Semua data kembali. Silakan dicek.”
Bira buru-buru memeriksa, matanya membulat. “Astaga… bener! Semua file-nya lengkap!”
Suara lega langsung pecah dari meja ke meja. Hana dan Hani saling pandang dan menepuk tangan pelan.
Sementara itu, Vega hanya terdiam di tempat. Wajahnya kaku, senyumnya tak jadi tumbuh.
Untuk pertama kalinya, ia menyadari: gadis kampung itu bukan lawan yang mudah dijatuhkan.
Vexia memutar kursinya menghadap Vega, senyum sopan menghiasi wajahnya.
“Permisi, Nona Vega,” ucapnya tenang. “Apa Anda bisa jelaskan kenapa file laporan divisi A yang saya unggah pagi ini… tiba-tiba hilang dari folder server?”
Vega menoleh santai, meski jantungnya berdegup kencang.
“Apa maksud kamu? File hilang, mungkin sistemnya error. Sering kok terjadi.”
Vexia mengangguk pelan, lalu menarik kursinya sedikit ke samping.
“Oh begitu, ya? Tapi aneh juga… karena saya baru saja cek log server, dan di sini tertulis file itu dihapus dari akun Anda.”
Seketika senyum Vega membeku. Semua staf saling tatap.
Vexia melanjutkan dengan nada tetap tenang.
“Untung sistem kita pakai auto-backup, jadi saya bisa restore file-nya lengkap seperti semula.”
Ia menatap Vega dengan tatapan teduh namun menusuk.
“Hebat ya, Nona. Teknologi memang nggak pernah bohong… beda dengan alasan.”
Kata nona itu ia tekan halus, cukup untuk membuat udara di ruangan terasa menegang.
Hana spontan bersuara, “Jadi maksud kamu, Vega yang hapus file-nya?”
Vexia menoleh ringan. “Yup. Lihat ini kalau nggak percaya.”
Ia menampilkan layar log server.
Semua staf mendekat, mata mereka bergantian menatap monitor lalu menatap Vega.
“Apa maksudnya ini, Vega?” tanya Hani dengan tatapan tajam.
“Kamu sengaja menghapus file ini?” Bira ikut bersuara, wajahnya kecewa.
Hana menatap tajam Vega. “Kamu tahu betapa pentingnya laporan ini? Kau hampir bikin kita semua kehilangan kepercayaan. Bahkan mungkin pekerjaan!”
Semua pandangan tertuju pada Vega.
Wajahnya mendadak kehilangan warna.
“A-aku nggak sengaja… sungguh, ini kecelakaan,” ucapnya terbata, suaranya nyaris tak terdengar.
Vexia hanya menatapnya sekilas, lalu tersenyum tipis.
“Mau curang, pastikan dulu lawanmu nggak lebih pintar darimu,” ujarnya datar.
“Oh, jadi kau mau jatuhin Vexia dengan cara ini? Apa kau nggak mikir akibatnya buat kita semua?” bentak Hana.
Hani menimpali cepat, “Kekanakan banget, sumpah.”
Beberapa staf menatap tajam ke arah Vega. Ruangan yang tadi tegang kini terasa seperti ruang sidang yang baru saja menjatuhkan vonis.
“Mau curang harus pintar, Nona,” sindir Hana.
“Lulusan luar negeri juga nggak jamin IQ-nya tinggi, 'kan?” tambah Hani.
Vega menunduk. Rahangnya mengeras menahan malu.
Tak satu pun yang membelanya.
Sementara itu, Vexia kembali ke mejanya dengan tenang, seolah tak ada badai kecil yang baru saja ia ciptakan.
Klik mouse dan ketikan kembali terdengar.
Dan untuk pertama kalinya, bahkan Bira yang sempat meremehkannya, kini menatap Vexia dengan rasa kagum yang tak bisa disembunyikan.
Satu langkah kecil bagi Vexia. Tapi cukup untuk membuat semua orang di ruangan itu sadar: gadis kampung itu… bukan sekadar titipan.
“Ada apa ini?”
Suara berat Bu Ratri terdengar dari ambang pintu, membuat semua kepala serentak menoleh.
Beliau berdiri tegak dengan laptop di tangan, tatapannya tajam menyapu seluruh ruangan.
Hana refleks melangkah maju.
“I-ini, Bu… laporan divisi A hampir saja hilang.”
Alis Bu Ratri langsung berkerut. “Apa?! Bagaimana bisa?”
Hana menelan ludah, lalu memberanikan diri berkata, “Vega, Bu. Dia sengaja menghapusnya untuk menjatuhkan Vexia.”
“Apa?!” Nada suara Bu Ratri naik satu oktaf, tajam dan dingin. Tatapannya beralih ke Vega yang pucat pasi.
“Benarkah itu, Vega?”
“S-saya tidak sengaja, Bu… sungguh,” ucap Vega tergagap. Jemarinya gemetar, pelipisnya berkilat oleh keringat meski pendingin ruangan menyala dingin.
“Bohong, Bu!” potong Hana cepat. “Dari pertama masuk, Vega sudah cari masalah dengan Vexia. Mengatai gadis desa, lulusan SMA, masuk pakai orang dalam, dan nggak pantas ada di divisi ini. Kami semua saksinya.”
Beberapa staf lain mengangguk cepat.
“Benar, Bu. Dari awal dia memang sengaja cari gara-gara,” tambah salah satu staf.
Hani ikut bicara, suaranya mantap.
“Kami juga sudah mengetes mereka, Bu. Memberikan laporan dan dokumen sama-sama untuk dicek. Tapi nyatanya, Vega yang S2 lulusan luar negeri kalah cepat dan kalah rapi dari Vexia, yang katanya cuma lulusan SMA dan masuk lewat orang dalam.”
“Masuk lewat orang dalam juga nggak masalah kalau kompetensinya kayak Vexia,” timpal staf lain.
“Benar, Bu. Justru dia yang paling layak ada di divisi ini.
Buktinya, dia berhasil menyelesaikan tugas yang kami berikan. Bahkan memulihkan file yang sempat dihapus.”
Ruangan mendadak senyap.
Bu Ratri menatap semua orang satu per satu, sebelum akhirnya pandangannya jatuh ke arah Vexia.
“Vexia, kamu yang memulihkan datanya?”
Vexia mengangguk sopan. “Iya, Bu. Beruntung sistem auto-backup-nya aktif, jadi datanya bisa saya restore kembali.”
Bu Ratri menatapnya beberapa detik. Lama, seolah sedang menimbang sesuatu. Lalu, sebuah senyum tipis muncul di sudut bibirnya.
“Bagus. Kirimkan file itu langsung ke saya. Sekarang.”
“Baik, Bu.”
Vexia segera mengirimkan file itu lewat sistem internal. Tak sampai semenit, notifikasi masuk di laptop Bu Ratri.
Bu Ratri menutup laptop di tangannya perlahan.
“Terima kasih, Vexia. Kamu sudah menyelamatkan nama divisi kita hari ini.”
Nada suaranya datar, tapi tegas. Seperti seorang atasan yang tahu kapan harus memberi apresiasi.
Lalu, pandangannya beralih pada Vega. Tatapannya menusuk.
“Dan kamu, Vega…”
Suasana ruang administrasi kembali menegang. Tak ada yang berani bernapas.
“... ambil waktu dua hari untuk menulis laporan pribadi tentang kejadian ini. Lengkap. Setelah itu, kita bicara di ruang saya.”
“B-Bu… saya—”
“Tidak ada tapi. Silakan kembali bekerja.”
Suara sepatu hak Bu Ratri terdengar menjauh.
Setelah pintu menutup, ruangan masih sunyi.
Hana menoleh pada Vexia, tersenyum kecil. “Lihat? Bahkan Bu Ratri aja mulai sadar siapa yang sebenarnya kerja di sini.”
Vexia hanya tersenyum tipis. Ia menatap layar komputernya lagi, lalu meneguk tehnya yang sudah dingin.
Dalam diam, Vega menunduk, rahangnya mengeras menahan malu. Dan mungkin, sedikit takut.
Hari itu, tanpa perlu berteriak, Vexia membuktikan satu hal.
Bahwa kekuatan sejati… bukan datang dari gelar, tapi dari ketenangan dan kemampuan untuk tetap berdiri, bahkan saat semua orang meremehkanmu.
...🌸❤️🌸...
Next chapter...
Vexia menatap punggung Rayno yang tinggi dan tegap, lalu pandangannya turun ke sofa sempit yang jelas tak nyaman. Ia menggigit bibir pelan, lalu berbisik hampir tak terdengar.
“Sampai kapan Kakak akan tidur di sofa?”
To be continued
jangan ganggu Xia Rayno,,kamu makan saja sendiri masih bersyukur Xia mau nyiapin makan malam,,mungkin Xia lagi istirahat katena lelah....
awas saja jika si Vega berhasil menjebak Vexia
Abaikan dulu Rayno yang sok jaim gengsi tinggi egonya melangit
Kepo banget sampai mengecek rekaman lain. Bukan urusan Dani - apa yang terjadi diantara Rayno dan Vexia.
Rayno sekarang silahkan menikmati sikap Vexia yang dingin, tak begitu peduli dengan keberadaanmu.
Istri yang dulu begitu ia abaikan - sekarang mengabaikan Rayno.
Vexia masak di dapur - Rayno tertegun - matanya tak berkedip terpaku melihat tampilan istrinya yang sedang memasak.
Rasain - memang enak makan sendiri.
Vexia sudah makan - pemberitahuan lewat kertas - tak mau bicara sama Rayno.
Hari ini gajian pertama Vexia.
Salah satu staf menanyakan janjinya Vexia yang mau traktir makan setelah gajian.
Vexia bilang tak akan ingkar janji.
Vega semakin sirik ajah.
Vega punya rencana jahat apa ini kepada Vexia.
Yang benar motor sport hitam berkilat atau motor sport merah nih Author 😄.
Dani jadi kepo - menyelidiki Bos-nya yang belakangan ini, sebelum jam kantor berakhir sudah pergi.
Dani mengekor mengikuti mobil Rayno - sayangnya dia tak tahu siapa yang di kejar Rayno. Tak tahu siapa pemilik motor sport.
Rayno, rasakan - Vexia bersikap dingin sekarang.
Dani kaget juga kagum tak percaya - setelah mengecek CCTV kantor ternyata yang membawa motor sport - Vexia.