sebuah pria tampan CEO bernama suga yang menikah dengan wanita cantik bernama cristine namun pernikahan itu bukan atas kehendak suga melainkan karena sedari kecil suga dan cristine sudag di jodohkan dengan kakek mereka, kakek cristine dan suga mereka sahabat dan sebelum kakek cristine meninggal kakeknya meminya permintaan terakhir agar cucunya menikah dengan suga, namun di sisi lain suga sebenarnya sudah menikah dengan wanita bernama zeline suga dan zeline sudah menikah selama dua tahun namun belum di karuniai seorang anak, itu juga alasan suga menerima pernikahan dengan cristine.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tika kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
cinta di antara dua istri sang ceo
Suga : “zeline tenang lah, kita sudah menikah dan kita sudah pernah berhubungan bukan, jadi tenanglah”
zeline : “ entah lah suga aku hanya merasa..”
suga memotong ucapan zeline dan zeline yang masih menutupi seluruh tubuhnya dengan handuk,
suga : “zeline, aku sangat merindukanmu, sejak menikah dengan cristine sangat sulit saat aku ingin bersamamu”
zeline membeku tatapannya kosong memandang wajah suaminya
“ kenapa kau malah memilih menikahi cristine suga, bukankah aku adalah istrimu tapi mengapa kau memilih cristine untuk menjadi istri keduamu, apa kau sudah benar benar melukapan aku”
suga : “ zeline..”
zeline menoleh, tanpa basa basi suga langsung melumat bibir zeline,
zeline sedikit memberontak dan menolak ciuman suga,
tapi tangan zeline dipegang dengan kuat oleh suga sehingga zeline tidak bisa berkutik..
zeline : “ sug suga aku tidak bisa..”
suga : “ ssstt diamlah, dan nikmatilah”
Uap hangat memenuhi kamar mandi itu. Aroma sabun bercampur dengan hujan yang masih turun di luar jendela. Zeline berdiri memunggungi Suga, air dari pancuran membasahi tubuhnya. Ia memejamkan mata, mencoba menenangkan diri hingga tiba-tiba tangan hangat Suga menyentuh bahunya perlahan.
“Zeline…”
suara Suga terdengar pelan, hampir bergetar.
Zeline menoleh, dan pandangan mereka bertemu. Ada rindu yang tak sempat terucap, ada luka yang belum sembuh, namun juga cinta yang belum padam.
Suga menatapnya lama, seolah takut pandangan itu akan hilang. Ia mengangkat tangannya, mengusap pipi Zeline yang basah oleh air dan air mata yang tak disadari mengalir.
“Kenapa kau selalu terlihat indah bahkan saat menangis seperti ini…” bisiknya lirih.
Zeline menunduk, menahan perasaannya yang bergejolak.
“Suga… jangan seperti ini, aku”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Suga mendekatkan wajahnya, jarak di antara mereka hanya sejengkal. Suara hujan menjadi saksi saat bibir mereka bertemu dalam kehangatan yang lama terlupa.
Ciuman itu lembut namun sarat emosi. Bukan hanya tentang kerinduan, tapi juga tentang penyesalan dan cinta yang belum usai. Zeline sempat mendorong dada Suga, tapi tangan pria itu menahan jemarinya lembut.
“Biarkan aku… sekali ini saja,” ucap Suga pelan di sela hembus napasnya.
Zeline akhirnya menyerah pada perasaan yang selama ini ia tahan. Ia memejamkan mata, membiarkan waktu berhenti sejenak di antara mereka.
Di bawah deras air yang jatuh, dua hati yang hancur mencoba menyatukan diri kembali bukan karena keinginan sesaat, tapi karena cinta yang tak pernah benar-benar pergi.
Udara pagi di kota Busan terasa lembut, sinar matahari menembus tirai tipis kamar hotel itu. Aroma teh rempah yang hangat perlahan memenuhi ruangan. Zeline berdiri di dekat meja kecil, mengenakan kemeja panjang milik Suga, rambutnya masih sedikit lembap, sementara di hadapannya, Suga duduk dengan ekspresi tenang — sesuatu yang jarang terlihat di wajah dinginnya.
“Teh hangat dengan rempah kesukaanmu,”
ucap Zeline pelan, menaruh cangkir itu di hadapan Suga.
Suga menatapnya sesaat, kemudian tersenyum tipis.
“Kau masih mengingat campuran rempahnya…,”
suaranya rendah namun penuh makna.
Zeline hanya tersenyum samar.
“Beberapa hal sulit dilupakan.”
Suga meniup permukaan teh itu perlahan, lalu menyesapnya. Aroma kayu manis dan jahe berpadu sempurna.
“Seperti dulu…”
gumamnya sambil tersenyum kecil, menatap Zeline dengan lembut senyum yang membuat dada Zeline kembali sesak tanpa alasan.
Namun keheningan itu buyar saat dering ponsel terdengar dari atas meja. Suga melirik ke arah ponselnya layar menunjukkan lebih dari dua puluh panggilan tak terjawab.
Nama Cristine terpampang jelas di sana.
Zeline terdiam, jemarinya yang memegang sendok perlahan berhenti bergerak. Pandangannya tertuju pada ponsel itu, lalu beralih pada wajah Suga.
“Sepertinya seseorang mencarimu sejak tadi malam,”
ucap Zeline lirih, suaranya bergetar halus namun terkontrol.
Suga meletakkan cangkir tehnya dengan perlahan, menatap Zeline dalam diam.
“Aku tahu,”
katanya tenang, namun nada suaranya menyiratkan sesuatu yang berat.
“Kenapa tidak kau angkat saja?” tanya Zeline lagi, matanya menatap lurus tanpa ekspresi, seolah ingin tampak tegar meski dalam hatinya berguncang.
Suga menarik napas panjang, menatap wajah Zeline yang kini tampak menunduk.
“Karena pagi ini… aku hanya ingin bersama istriku,” jawabnya pelan, tulus.
Ucapan itu membuat suasana kembali hening. Hanya suara hujan sisa malam tadi yang masih terdengar samar di luar jendela dan di antara dua hati itu, masih ada jarak yang belum terisi, tapi juga masih ada cinta yang belum padam.