Wati seorang istri yang diperlakukan seperti babu dirumah mertuanya hanya karena dia miskin dan tidak bekerja. 
Gaji suaminya semua dipegang mertuanya dan untuk uang jajannya Wati hanya diberi uang 200ribu saja oleh mertuanya.
Diam-diam Wati menulis novel di beberapa platform dan dia hanya menyimpan gajinya untuk dirinya sendiri. 
Saat melahirkan tiba kandungan Wati bermasalah sehingga harus melahirkan secara Caesar. ibu mertua Wati marah besar karena anaknya harus berhutang sama sini untuk melunasi biaya operasi Caesar nya. 
Suaminya tidak menjemputnya dari rumah sakit. saat Wati tiba dirumah mertuanya dia malah diusir dan suaminya hanya terdiam melihat istrinya pergi dengan membawa bayinya. 
Bagaimana nasib Wati dan bayinya? Akankah mereka terlantar dijalanan ataukah ada seseorang yang menolong mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18
Bu Warni heran ada mobil mewah parkir di halaman rumah nya, dia keluar untuk melihat siapa yang datang.
“Loh kamu to?, mobil siapa itu yg kamu pakai? Mobilmu sendiri kemana?” Ibu memberi pertanyaan beruntun.
Tono dan Fitri tidak menjawab. Mereka langsung ngeloyor melewati bu Warni.
“Dasar anak dan menantu gemblung, ditanya kok tidak menjawab.” Sungutnya sambil mengekor mereka masuk dan mendudukkan dirinya di kursi dan meneruskan acaranya nonton TV.
“Satria kamu dimana nak?” Panggil Fitri sambil clingak clinguk mencari anaknya.
“Ya bu satria baru selesai mandi,” jawabnya sambil berjalan keluar dari kamar mandi sambil menggosok-gosok rambutnya yang baru keramas.
“Ikut mama pergi nak, ayo siap-siap.” Ajak Fitri.
“Kemana ma?” Tanya nya.
“Udah ikut aja. Nanti juga tahu”, kata Fitri penuh rahasia.
Suaminya di kamar sudah berkemas, baju-bajunya dan baju Fitri juga dokumen-dokumen penting.
Mereka ngeloyor saja pergi tanpa pamit. Dah malas dengan drama yang terjadi kalau mereka berpamitan.
“Kalian ini mau kemana kok bawa barang-barang.” Kata ibu penuh rasa ingin tahu.
“Kami mau liburan keluarga bu, sudahlah ga usah kepo.” Ketus Fitri.
Tono memasukkan semua koper di bagasi dan duduk di kemudi menunggu anak istrinya naik. Lalu mobilnya melesat menjauhi rumah orangtua Fitri.
“Kita mau kemana ayah dan ini mobil siapa?” Tanya Satria.
“Ini mobil kita nak, dan sekarang kita akan tinggal dirumah kita sendiri.” Jawab Tono.
“Bagus sekali mobilnya ayah, mobil ayah yang satunya kemana?” tanya Satria lagi.
“Ada kok nanti buat kamu ke sekolah. Ayah sudah menyiapkan sopir untukmu.” Jawab ayah sambil mengklakson dan tak lama satpam buru-buru membuka pintu gerbang rumah mewah itu.
Tono memerintahkan satpam untuk membawa masuk barang-barang yang ada di bagasi.
Satria berdiri tertegun menatap rumah mewah itu.
“Ayo nak kita masuk, mau sampai kapan kamu berdiri disitu.” Ajak Fitri.
“Bu apa betul ini rumah kita?” Tanya Satria.
“Iya nak ini rumah kita, ayo masuk ibu tunjukkan kamarmu.” Kata Fitri sambil menggandeng anaknya masuk.
Satria melihat kamarnya dan berseru “ini benar kamarku bu? Apa ibu tidak salah. Betul ini rumah ayah? Ngontrak nya pasti mahal ya bu. Kenapa tidak tinggal dengan nenek saja bu sayang duitnya.” Complain satria.
Tono merangkul pundak anaknya. “Ini benar-benar rumah ayah nak bukan rumah ngontrak. Kita akan tinggal disini selamanya.” Jawab Tono.
“Bibik sudah menyiapkan makan malam kita. Sekarang ayo kita makan “ ajak Fitri.
Ayah memperkenalkan bibik yang bekerja di rumah pada anaknya.
“Ini bik Narsih, nanti kalau Satria sudah pulang sekolah butuh apa-apa bilang sama bibik ya.”
Satria hanya mengangguk. Semua masih mengandung tanda tanya tapi bocil itu diam saja dan makan dengan ayah dan ibunya.
Notif pesan handphone Fitri terus berbunyi ibu terus bertanya mereka mau liburan kemana. Besok Satria sekolah kok diajak liburan.
Fitri mengabaikan pesan ibunya.
“Satria besok ibu bekerja dikantor ayah. Kamu pulang sekolah dirumah sendirian tidak apa-apa kan? Kalau butuh apa-apa tinggal bilang sama bibik dirumah.” Kata ibunya.
“Bu kenapa kita tidak berpamitan dengan nenek? Nenek tidak tahu kalau kita pindah rumah.” Kata Satria.
“Kalau kita pamit nenek pasti gak boleh nak. Kita tidak bisa seterusnya tinggal dirumah nenek kan? Rumah yang di beli ayah bagaimana kalau terus ikut nenek?” Jawab Fitri.
Satria diam saja, dalam hatinya membenarkan juga perkataan ibunya. Dia masih bingung semuanya begitu mendadak. Kenyataan ayahnya tiba-tiba kaya dan punya rumah mewah dan mobil mewah sungguh membuatnya bingung.
Keesokan harinya Satria berangkat sekolah naik mobil ayahnya yang lama dengan diantar oleh sopir pribadinya.
Hari itu Satria menjadi pusat perhatian karena diantar mobil mewah dan bukan diantar oleh neneknya naik motor Mio butut.
Ditengah-tengah pelajaran tiba-tiba nenek Satria datang ke kelas cucunya untuk menemui ibu guru Satria.
“Selamat pagi bu Melia saya neneknya Satria, mau memberitahukan kalau Satria tidak masuk sekolah.” Kata nenek.
“Loh….itu Satria bu.” Kata bu Melia.
“Loh katanya diajak liburan ibunya kok ternyata masuk sekolah? Mana anaknya?”
Satria maju ke depan dan melihat neneknya di pintu masuk.
Ibu guru mengijinkan Satria bicara dengan neneknya diluar kelas.
“Nenek….” Sapa Satria sambil takzim pada neneknya.
“Katanya kamu liburan dengan ayah ibumu?” Tanya nenek dengan wajah bingung.
“Ayah dan ibu tidak liburan nek, tapi pindah ke rumah baru yang di beli ayah. Satria sekarang kalau sekolah naik mobil diantar sopir nya Satria. Nanti pulang sekolah juga dijemput sopirnya Satria lagi. Jawab Satria.
“Baiklah kalau begitu nanti pulang sekolah mampir ke rumah nenek sebentar ya.” Kata nenek.”
“Iya nek, jawab Satria.
“Nenek tunggu kamu mampir ke rumah nenek, jangan lupa.” Kata nenek sambil menjauh dari kelas Satria.
Satria kembali masuk ke dalam kelasnya.
“Memangnya kamu pergi kemana Satria kok sampai nenek tidak tahu” tanya bu Melia.
“Kami sebetulnya pindah rumah bu tapi ayah dan ibu tidak pamit sama nenek kalau pamit tidak diijinkan nenek.”jawaban polos Satria membungkam bu Melia. Ibu guru itu merasa itu adalah masalah intern rumah tangga keluarga Satria.
“Kurang ajar Tono dan Fitri awas kalian berani minggat begitu saja. Dony sudah pergi sekarang malah Tono menyusul pergi.” Gerutu nenek sambil mengendarai motor matic bututnya.
Sepulang sekolah Satria menepati janjinya mampir ke rumah nenek. Saat tiba disana nenek sudah siap dengan kedatangan cucunya itu.
Sebelum Satria turun nenek sudah membuka pintu mobil dan menyuruh sopirnya segera berangkat ke rumah Satria.
“Jangan bilang ke ayah dan ibumu kalau nenek ikut kamu pulang ke rumah.” Kata nenek.
Setibanya di rumah menantunya nenek terbelalak melihat rumah megah itu.
"Satria apa benar ini rumah ayah dan ibumu?" tanya nenek.
"Benar nek, ini rumah Satria sekarang. Ayo nek kita masuk Satria sudah lapar." ajak Satria.
Nenek mengikuti Satria masuk ke kamarnya dan menunggu Satria bersih-bersih dan berganti baju.
"Ayo kita makan nek," ajak Satria.
"Bik Satria mau makan sekarang." perintahnya.
Iya den silahkan makan bibik sudah menyiapkan makan siangnya." kata bibik sambil menatap nenek.
"Kenalkan ini nenek Satria bik." kata Satria
"Oh, saya bibik yang bekerja disini. Silahkan nyonya besar makan siang sama den Satria." kata bibik.
Nenek hanya melongo saja, baru kali ini ada yang memanggilnya nyonya besar.
"Ayo nek," Satria membuyarkan lamunan nya dan minta diambilkan nasi oleh neneknya seperti biasa.
Menu makan siang itu lebih mewah daripada menu yang biasa disajikan nenek dirumah.
Sup kacang merah dengan potongan daging, ayam rica-rica, bakwan jagung dan tahu tempe goreng dan sambal.
Satria makan dengan lahap. Sup daging adalah makanan favoritnya dimakan dengan tempe goreng.
Nenek makan ayam rica-rica dengan bakwan jagung dan tahu goreng.
Nenek menemani cucunya tidur siang di kamarnya yang ber AC, mereka berdua tidur dengan pulas.
Akhirnya bisa damai