Menjadi seorang Guru adalah panggilan hati. Dengan gaji yang tak banyak, tetapi banyak amanah. Itulah pilihan seorang gadis bernama Diajeng Rahayu. Putri dari seorang pedagang batik di pasar Klewer, dan lahir dari rahim seorang ibu yang kala itu berprofesi sebagai sinden, di sebuah komunitas karawitan.
Dari perjalanannya menjadi seorang guru bahasa Jawa, Diajeng dipertemukan dengan seorang murid yang cukup berkesan baginya. Hingga di suatu ketika, Diajeng dipertemukan kembali dengan muridnya, dengan penampilan yang berbeda, dengan suasana hati yang berbeda pula, di acara pernikahan mantan kekasih Diajeng.
Bagaimana perjalanan cinta Diajeng? Mari kita ikuti cerita karya Dede Dewi kali ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dede Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Demam
Persiapan akreditasi masih jauh dari angka 100%, membuat Diajeng yang menjadi wakil kepala Kurikulum harus sering lembur karena jika akan mengupload data, menyinkronkan data harus menunggu kiriman dari para guru yang kerjanya cukup lelet. Sehingga Diajeng harus menghabiskan banyak waktu di sekolahan hingga menjelang maghrib. Seperti hari ini, dia masih berkutat dengan layar leptopnya di meja kerjanya. Beberapa guru sudah berpamitan sejak tadi, dengan berbagai alasan, keburu jemput anak, ditunggu suami, istri minta diantar periksa, dan lain lain. Diajeng hanya meng iyakan saja tanpa banyak berkomentar, asalkan semua data yang dia minta sudah dikumpulkan oleh para guru mapel.
Tok tok tok
Ketukan pintu ruang guru terdengar nyaring di telinga. Diajeng menoleh ke sumber suara. Dia melihat ada Bayu di sana dengan membawakan cup berisi kopi yang masih panas dan juga satu kresek gorengan.
"Assalamu'alaikum, bu Ajeng." sapa Bayu sang scurity yang baik hati dan juga tampan rupawan.
"Wa'alaikumussalam, eh mas Bayu. Ada apa mas?" tanya Diajeng dengan sikap ramahnya. Sedangkan di dalam ruang kepala sekolah, ada seseorang yang menguping dibalik pintu ruangannya.
"Masih ngelembur bu?" tanya Bayu.
"Masih ni mas, masih nunggu banyak data yang harus saya dowload dulu dari para guru. Ada apa ya mas?" tanya Diajeng.
"Ga papa bu, ini saya hanya ingin memberikan pelega dahaga sekaligus penenang jiwa." jawab Bayu sambil menyerahkan satu cup kopi yang dia bawa.
"Alhamdulillah, Terimakasih mas Bayu. Perasaan saya ga pesen mas. Ini dari siapa?" tanya Diajeng yang memang biasanya dia akan meminta tolong Bayu untuk membelikan kopi, ea jeruk atau makanaan ringan lainnya.
"Hehe, iya bu. Memang, itu dari saya bu. Khusus buat Bu Ajeng yang sudah sering ngasih saya sarapan." jawab Bayu.
"Owalah... Terimakasih ya mas Bay. Harusnya ga usah repot begini mas." kata Diajeng sungkan.
"Tidak repot kok bu, kebetulan ini tanggal muda, hehe, saya abis gajian bu." kata Bayu.
"Hahaha, iya juga ya. Ya sudah, saya terima ya kopinya, makasih banget lho." kata Diajeng sambil menancapkan sedotan di cup kopi.
"Sama-sama bu." jawab Bayu menggantung.
"Oya bu."
"Hm?" Diajeng menoleh ke arah Bayu, tampak dari raut wajahnya, Bayu ingin mengatakan sesuatu.
"Maaf bu, apakah ibu masih lama di sekolah?" tanya Bayu.
"Ehm... ya... masih sekitar tiga puluh menitan lah mas, kenapa memangnya?" tanya Diajeng.
"E... Maaf bu, tapi, saya mau ijin pulang duluan bu, dari tadi ibu saya telpon, adik saya demamnya tidak turun-turun. Ini saya diminta untuk mengantarkan adik saya periksa bu." kata Bayu.
"Oh... begitu? Iya mas, gapapa mas, mas Bayu pulang duluan aja mas. Kebetulan ini berkas yang saya download masih cukup lama prosesnya." jawab Diajeng penuh empati.
"Tapi... nanti untuk nutup gerbangnya gimana bu?" tanya Bayu ragu.
"Aman, yang penting mas Bay kasih aja kuncinya ke saya, nanti biar saya yang ngunci. Nanti saya antar ke rumahnya mas Bay." kata Diajeng.
"Oh, gitu ya bu? Baik bu. Kalau begitu, ini bu kucinya." kata Bayu sambil menyerahkan seonggok kunci beberapa ruang di sekolahan SMA Veteran.
"Yang mana mas kuncinya?" tanya Diajeng yang bingung melihat seonggok kunci itu.
"Yang besar ini bu, kunci gembok gerbang. Dan yang ini kunci pintu kantor." jelas Bayu.
"Okey mas." jawab Diajeng.
Saat Bayu akan melangkah, tiba-tiba ponsel Bayu kembali berdering, tanda panggilan masuk. Bayu memohon ijin kepada Diajeng untuk mengangkat telpon dengan isyarat, dan Diajeng memberi isyarat dengan mengangguk sambil terus fokus ke layar leptopnya.
"Maaf bu, saya harus pulang sekarang." kata Bayu, dan tanpa disadari, Bayu telah lupa untuk mengatakan pada Diajeng bahwa masih ada Adnan selaku kepala sekolah yang juga masih di sekolahan.
"Iya mas, hati-hati."
"Assalamu'alaikum." salam Bayu dan dijawab oleh Diajeng.
Sepeninggal Bayu, Diajeng kembali menekuri pekerjaannya. Hingga tiga puluh menit berlalu,
"Alhamdulillah, done!" kata Diajeng sambil melonggarkan otot-ototnya yang terasa kaku. Diajeng membereskan barang-barangnya. Kemudian Diajeng melenggang meninggalkan ruang guru tanpa menyadari bahwa masih ada seseorang di ruang privasi yang berada di samping tempat duduknya.
Sesampainya di tempat parkir yang tentunya setelah mengunci pintu ruang guru, Diajeng dikejutkan dengan sebuah mobil yang masih terparkir rapi di samping mobilnya. Diajeng mencoba mengenali mobil itu, dan dia menyadari, bahwa mobil pajero hitam itu adalah mobil yang tak asing baginya, yang dulu selalu dia tumpangi ketika dia dan mantan kekasihnya jalan berdua. Ya, mobil itu tak lain dan tak bukan adalah milik mantan kekasihnya yang berstatus kepala sekolah di gedung sekolah yang dia tempati ini.
Diajeng menyapu pandang, mencari sosok laki-laki yang pernah mengisi hari-harinya. Namun, sore ini rasanya dia malas untuk bertemu laki-laki itu. Tetapi dia harus mencarinya, karena dia akan segera pulang, dan memastikan tidak ada orang di dalam sekolahan ini sebelum gerbang sekolah dia gembok.
"Tu orang ke mana sih, masa' aku harus muterin sekolahan sebesar ini hanya untuk mencari dia!" gerutu Diajeng.
Diajeng baru mendapat ide, bahwa dia lebih baik menelpon orang itu daripada susah susah mencari ke penjuru sekolah.
Tut....tut...tut...
Panggilan pertama gagal, telepon tidak diangkat. Diajeng semakin menggerutu karenanya, hari sudah semakin malam. Dia belum sholat maghrib, dan ini sudah kelewat waktu Maghrib.
Kembali Diajeng mencoba menghubunginya lagi. Dan...
"Halo." suara lemah di seberang.
"Anda di mana?" tanya Diajeng.
"Di ruangan saya." jawab Adnan dari seberang.
Tut tut tut...
Belum sempat Diajeng mengomel, kenapa masih di ruang kepsek, padahal ruangan sudah dia kunci, dan ingin mengatakan kalau gerbang mau dia gembok, justru telepon dimatikan secara sepihak. Menyebalkan.
Diajeng akhirnya mengalahkan egonya, dia kembali ke ruang guru untuk membukakan pintu.
ceklek
Setelah kunci dia putar dan hendel pintu dia buka, tiba-tiba dia dikejutkan dengan seorang laki-laki yang tiba-tiba memeluknya. Dan jelas, bahwa laki-laki itu adalah kepaka sekolah, yang juga mantan kekasihnya. Adnan.
"Astaghfirullahal'adzim, pak Adnan." dengan panik Diajeng berusaha menjaga keseimbangannya. Dia memegang kedua lengan Adnan untuk mendorongnya ke depan, supaya tidak memeluk tubuhnya lagi.
"Yaa Allah, pak Adnan demam?" tanya Diajeng seorang diri. Tubuh Adnan sangat lemah dan sangat panas.
Dalam kepanikannya, Ditengah remang-remang waktu maghrib, Diajeng mencoba tetap memegang tubuh Adnan supaya tidak jatuh, di tangan satunya, Diajeng berusaha mencari pertolongan. Tetapi dia baru ingat, bahwa beberapa orang belum bisa menolongnya. Diajeng pun terfikir untuk menghubungi Istri Adnan, Diajeng mengambil ponsel Adnan yang jatuh ke lantai. Dia ambil, namun kembali dia kecewa, karena ponselnya di sandi, tentu saja Diajeng tak bisa membukanya.
Ditengah kekalutannya, tiba-tiba terdengar suara jeritan seorang wanita yang ternyata adalah istri Adnan.
"Mas Adnan!" histerisnya. Dia berlari ke arah Diajeng, dan mendorong tubuh Diajeng, hingga tubuh Adnan terjatuh ke lantai.
"Astaghfirullah, mbak Mika. Apa yang kamu lakukan?" tanya Diajeng histeris juga.
"Apa yang aku lakukan? Harusnya aku yang tanya kamu, apa yang kamu lakukan sama suami aku? Kenapa kamu peluk-peluk suami aku hah? Dasar Pelakor!" Mika tak bisa menahan emosinya ketika dia melihat suaminya dalam pelukan wanita lain yang dulu adalah mantan kekasihnya. Sambil menahan tubuh Adnan yang tadi sempat terjatuh.
"Heh, kalau mau marah, lihat-lihat dong! Itu suami kamu kenapa? Dia pingsan, ga sadarkan diri. Suhu tubuhnya tinggi, dia demam." jelas Diajeng.
Mika yang sempat emosi, melihat dan mengecek tubuh Adnan, dan benar saja, Adnan demam.
"Ya Tuhan. Mas... kamu demam." gumam Mika.
Tanpa menoleh kearah Diajeng. Mika mencoba memapah suaminya untuk dia bawa ke parkiran, tetapi usahanya gagal. Tubuh Adnan terlalu berat baginya.
"Heh, bisa bantuin ga sih?" omel Mika.
"Emang kamu minta tolong?" tanya Diajeng sinis.
"Ya udah, ayo bantuin aku." pinta Mika sedikit emosi.
"Bentar, aku kunci ruang guru dulu." jawab Diajeng.