NovelToon NovelToon
Obsesi Om Duda

Obsesi Om Duda

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Duda / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Cinta Lansia / Tamat
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Ihsan Ghazi Rasyid, 40 tahun seorang duda beranak dua sekaligus pengusaha furnitur sukses yang dikenal karismatik, dingin dan tegas.

Kehidupannya terlihat sempurna harta berlimpah, jaringan luas, dan citra pria idaman. Namun di balik semua itu, ada kehampaan yang tak pernah ia akui pada siapa pun.

Kehampaan itu mulai berubah ketika ia bertemu Naina, gadis SMA kelas 12 berusia 18 tahun. Lugu, polos, dan penuh semangat hidup sosok yang tak pernah Ihsan temui di lingkaran sosialnya.

Naina yang sederhana tapi tangguh justru menjeratnya, membuatnya terobsesi hingga rela melakukan apa pun untuk mendapatkannya.

Perbedaan usia yang jauh, pandangan sinis dari orang sekitar, dan benturan prinsip membuat perjalanan Ihsan mendekati Naina bukan sekadar romansa biasa. Di mata dunia, ia pria matang yang “memikat anak sekolah”, tapi di hatinya, ia merasa menemukan alasan baru untuk hidup.

Satu fakta mengejutkan kalau Naina adalah teman satu kelas putri kesayangannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 18

Naina berbaring kaku di sisi ranjang, matanya menatap langit–langit kamar hotel yang redup. Selimut menutupi tubuhnya sampai dada, tapi dingin tetap merambat ke kulit. Nafasnya berat, seolah dada menahan beban yang sulit dilepaskan.

Ihsan di sampingnya masih terjaga, tubuhnya miring menghadap gadis itu. Pandangan matanya tidak beralih sedikit pun, seakan takut kehilangan detik sekecil apa pun dari wajah Naina.

“Om, aku nggak bisa tidur,” ucapnya pelan, suaranya serak menahan resah.

Ihsan mengangkat alis, jemarinya terulur menyentuh rambut Naina yang masih basah.

“Wajar. Pertama kali tidur sama orang lain, apalagi aku, pasti bikin kamu canggung,” katanya tenang.

Naina menggigit bibir, menoleh sekilas lalu buru–buru memalingkan muka. “Bukan canggung saja sih tapi aku takut. Takut semua ini cuma mimpi. Takut besok aku bangun dan balik lagi ke rumah itu, balik lagi disalahin, dimaki, dibikin seolah aku beban.”

Ihsan mendekat, jarak wajah mereka kini hanya sejengkal. “Dengar, Na. Mulai malam ini kamu nggak akan balik ke hidup lama. Kamu udah milik aku. Mau sekeras apapun dunia nyakitin kamu, aku yang bakal jadi tamengnya,” ujarnya mantap.

“Aku masih sekolah, Om,” ucap Naina ragu, matanya berkaca–kaca. “Aku takut orang tahu. Apalagi Rubi. Dia pasti makin benci aku setelah kita menikah buktinya tadi dia murka melihat Kita menikah, Om.”

Ihsan mendengus pendek, nadanya dingin. “Rubi cuma anakku, dan aku ayahnya. Kalau dia keras kepala, biar aku yang hadapi. Kamu nggak usah khawatir.”

Naina menoleh lagi, sorot matanya bergetar. “Tapi aku tetap malu, Om. Rasanya kayak semua orang bakal lihat aku hina. Aku masih remaja, tapi harus nerima hidup kayak gini.”

Ihsan menyentuh pipinya, menatap lurus. “Kamu jangan pernah malu. Dunia boleh ngata–ngatain, tapi aku nggak akan biarin satu pun orang ngerendahin kamu. Kalau mereka berani, aku sendiri yang bikin mereka tunduk,” katanya tegas.

Naina tercekat, dadanya berdesir antara takut dan lega. “Kenapa Om tega banget ngomong gitu? Kenapa bisa sekuat itu?” tanyanya lirih.

Senyum tipis muncul di wajah Ihsan, namun tatapannya serius. “Karena aku sudah jatuh terlalu jauh, Na. Sejak pertama kali lihat kamu, semua kendali yang biasanya aku punya hilang. Aku nggak pernah setergila ini sama siapa pun,” ucapnya rendah.

Naina memejamkan mata, air matanya menetes. “Om jangan bikin aku makin susah. Aku udah cukup pusing sama perasaan sendiri. Aku takut terjerat lebih dalam,” ujarnya parau.

Ihsan meraih tangannya, menautkan erat. “Justru aku pengen kamu jatuh bareng aku. Biar kamu tahu rasanya dihargai, bukan dibuang. Kamu bakal belajar kalau cinta itu bisa jadi rumah, bukan penjara,” imbuhnya pelan.

Sunyi mengisi ruangan, hanya bunyi AC yang terdengar. Naina menelan ludah, dadanya masih berdegup kencang.

Naina menarik nafas panjang lalu bergumam,“Kalau aku gagal, Om bakal tetap ada?”

Ihsan menatapnya dalam, penuh keyakinan. “Aku nggak pernah main–main. Selama aku hidup, kamu nggak bakal sendirian,” katanya mantap.

Naina menoleh perlahan, menatap mata lelaki itu lama. Ada rasa takut, tapi juga ada hangat yang selama ini tak pernah ia dapatkan.

Naina tiba–tiba menoleh, matanya masih sembab tapi bibirnya bergerak terlihat senyuman smirk di sudut bibir seksinya.

“Biasanya orang malam pertama pengantin itu melakukan hubungan seksual, kenapa Om nggak melakukan hal itu?” tanyanya usil, nada ceplas–ceplos keluar begitu saja saking kepalanya riuh dan matanya susah terpejam.

Ihsan terdiam sepersekian detik, alisnya terangkat, lalu senyum tipis melintas di wajahnya.

“Kamu bar–bar banget kalau lagi nggak bisa tidur,” katanya pelan, menatap tajam tapi ada geli yang terselip.

Naina mendengus kecil, menutup wajah dengan bantal. “Aku serius, Om. Jangan senyum–senyum aneh gitu. Aku cuma kepikiran aja. Kan katanya kalau nikah sah, malam pertamanya pasti ya gitu,” imbuhnya dengan suara teredam.

Ihsan menarik bantal itu, menyingkirkannya dengan tenang. Tatapannya dingin, tapi ada kelembutan yang jarang ia tunjukkan ke siapa pun.

“Aku bisa aja lakuin itu sekarang. Nggak ada yang bisa larang. Kamu istriku, sah menurut hukum dan agama. Tapi aku bukan pria serakah yang cuma mikirin diri sendiri,” ujarnya tegas.

Naina terdiam, matanya menelusuri wajah Ihsan yang penuh keyakinan. “Terus kenapa Om nahan?” ucapnya lagi, nadanya masih menantang.

Ihsan mengusap rambutnya perlahan, menunduk sedikit agar sejajar dengan mata Naina.

“Karena aku tahu kamu capek. Kepala kamu penuh luka, hati kamu belum sembuh. Kalau aku paksa, aku sama aja kayak orang–orang yang pernah nyakitin kamu. Aku nggak mau jadi bagian dari mereka,” katanya mantap.

Naina tercekat, dadanya hangat sekaligus nyeri. “Om… kenapa bisa sabar banget sama aku? Padahal aku cuma remaja yang bahkan belum tahu cara jadi istri baik,” ujarnya lirih.

Ihsan tersenyum samar, sorot matanya redup namun dalam. “Na, aku nggak butuh istri sempurna. Aku cuma butuh kamu ada di sisiku. Biar waktu yang ngajarin kita gimana cara ngejalanin semuanya. Yang penting kamu jangan pernah pergi,” ucapnya.

Naina menunduk, jemarinya meremas selimut. “Om ngomong kayak gitu bikin aku takut. Takut kebawa perasaan, takut beneran jatuh semakin dalam,” katanya dengan suara pecah.

Ihsan menggenggam tangan gadis itu lebih erat, nadanya dingin namun bergetar. “Kalau kamu jatuh, jatuhlah ke aku. Karena aku udah nggak ada niat buat ngelepasin kamu,” tegasnya.

Naina menelan ludah, dadanya berdentum kencang. Hening beberapa saat, lalu ia berbisik nyaris tak terdengar, “Om… aku baru kali ini ngerasa dihargai.”

Berselang beberapa menit kemudian, Naina belum bisa tidur, namun Naina tiba–tiba menarik kaos tipis yang menempel di tubuhnya, sengaja membuka sebagian hingga terlihatlah jelas cup penutup buah gunung kembarnya.

“Om, biasanya malam pertama kan begini. Kok Om bisa santai banget?” tanyanya ceplas–ceplos, nadanya usil.

Ihsan tersentak, wajahnya langsung berubah dingin. “Naina!” hardiknya, nada suaranya tajam menusuk.

Naina terdiam sejenak, tapi masih menatap menantang. “Kenapa? Aku cuma pengen tahu atau Om sebenernya takut nggak bisa nahan diri?” cecarnya, sengaja mendorong batas.

Ihsan maju cepat, menahan kedua pergelangan tangannya. Sorot matanya berkilat marah, napasnya berat.

“Jangan pernah uji aku dengan cara kayak gitu. Kamu pikir aku patung? Aku lelaki, Na. Dan aku udah cukup gila sama kamu. Kalau aku mau, malam ini bisa jadi malam terakhir kamu punya kendali atas hidupmu,” bentaknya, suaranya parau menahan amarah sekaligus godaan.

Air mata kecil menetes di sudut mata Naina, tapi bibirnya bergetar berusaha tersenyum. “Om… aku cuma penasaran. Aku pengen lihat seberapa jauh perasaan Om itu nyata.”

Ihsan menghela napas keras, melepaskan genggaman tangannya dengan kasar, lalu berdiri.

“Kamu jangan pernah ulangin lagi. Aku nggak mau nyakitin kamu, tapi kalau kamu terus main–main, aku takut aku nggak bisa nahan,” katanya ketus, suaranya bergetar menahan emosi.

Kamar itu jadi hening. Naina menunduk, tubuhnya gemetar bukan karena takut sepenuhnya, tapi karena bingung oleh gejolak baru yang tak pernah dirasakan sebelumnya.

Sementara Ihsan berdiri di dekat jendela, memejamkan mata, menahan amarah bercampur rasa ingin yang tak terkendali.

Naina masih duduk dengan wajah menantang, kaosnya terlipat sedikit ke atas. Matanya berkilat penuh keberanian, meski jantungnya berdegup liar.

Ihsan yang semula menahan diri justru tersenyum miring. Senyum itu tipis tapi berbahaya, seakan menandakan sesuatu.

Ia perlahan meraih dagu Naina, mengangkat wajah gadis itu agar menatap lurus ke arahnya.

“Kamu barusan minta hak istri, ya?” katanya tenang tapi tajam.

Naina tercekat, mulutnya terbuka sedikit. “A–aku cuma bercanda, Om,” ucapnya cepat, pipinya memerah.

Naina masih duduk dengan wajah menantang, kaosnya terlipat sedikit ke atas. Matanya berkilat penuh keberanian, meski jantungnya berdegup liar.

Ihsan yang semula menahan diri justru tersenyum miring. Senyum itu tipis tapi berbahaya, seakan menyimpan sesuatu yang tidak bisa diprediksi. Ia perlahan meraih dagu Naina, mengangkat wajah gadis itu agar menatap lurus ke arahnya.

“Kamu barusan minta hak istri, ya?” katanya tenang, namun tajam seperti pisau.

Naina tercekat, mulutnya terbuka sedikit. “A–aku cuma bercanda, Om,” ucapnya cepat, pipinya memerah.

Ihsan tidak langsung melepas dagu Naina. Jemarinya justru bergerak perlahan, menelusuri garis rahang istrinya itu hingga berhenti di leher. Sentuhan itu ringan tapi membuat bulu kuduk Naina meremang.

Tatapannya menurun, berhenti sebentar di bibir mungil Naina yang sedikit terbuka. Senyum miring itu masih bertahan, lalu tanpa aba-aba ia mendekat, begitu dekat hingga Naina bisa merasakan hangat napasnya menyapu wajah.

Naina menegang, tangannya refleks meremas ujung kaos yang sudah terlipat naik. “Om, aku serius tadi cuma bercanda,” suaranya bergetar.

Bukannya menjauh, Ihsan justru menyentuhkan bibirnya sekilas di dekat telinga Naina, lalu berbisik rendah, nyaris membuat gadis itu kehilangan suara.

“Bercanda? Kamu yakin mau main-main soal ini sama suamimu?”

Seketika Naina menelan ludah, jantungnya berdentum keras tak beraturan. Wajahnya terasa panas, bukan hanya karena malu, tapi juga karena ia benar-benar tak tahu apakah Ihsan akan menuruti ucapannya atau hanya sedang menguji keberaniannya.

Tangan pria itu yang semula bertengger di lehernya, perlahan turun ke bahu. Tekanannya lembut, namun cukup menahan Naina di tempat, membuatnya seperti tak punya ruang untuk menghindar.

Ihsan mendekat sedikit, napas hangatnya menyapu pipi Naina yang memerah. Bibirnya melengkung tipis, senyum yang lebih mirip ancaman ketimbang rayuan. “Tapi kamu sendiri yang minta,” bisiknya tenang namun menusuk. “Jangan salahkan aku kalau aku anggap serius.”

Ujung jarinya lalu bergerak pelan, mengusap lengan Naina hingga membuat bulu kuduknya berdiri. Gadis itu bergidik, tubuhnya menegang, tatapannya panik tak tahu harus berbuat apa.

Dalam benaknya, ia menyesal sudah berani-beraninya usil. Karena kini, ulah kecilnya justru memancing sisi berbahaya dari mantan duda keren yang meski sudah berusia empat puluh, tetap tampak muda dan berwibawa bahkan jauh lebih menakutkan dari yang ia kira.

Tubuh Naina seketika kaku, seperti kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Napasnya terengah, pendek-pendek, dada naik turun tak beraturan. Jemarinya meremas ujung kaos tipis yang ia kenakan, seolah mencari pegangan agar tidak goyah. Wajahnya memanas, telinganya bergetar merah, sementara matanya berusaha menghindar tapi tak kuasa ketika Ihsan menahan dagunya.

Jantungnya berdentum keras, bukan lagi sekadar deg-degan, tapi seperti hendak meloncat keluar dari dadanya. Tangan dan kakinya terasa lemas, dingin sekaligus bergetar, sampai ia sendiri tak tahu apakah itu tanda takut atau gugup.

Kerongkongannya kering, membuat ia sulit bicara. Bibirnya bergetar, mencoba menyusun kata-kata, namun tak ada suara yang benar-benar keluar. Baru kali ini ia merasakan betapa rapuh dirinya, ketika laki-laki yang sudah sah jadi suami menyentuhnya dengan tatapan seolah membaca semua rahasia di balik keberaniannya barusan.

Di kepalanya, suara kecil berulang-ulang berteriak: “Aku belum siap… aku belum pernah…” Namun tubuhnya tetap diam terpaku, hanya bisa merasakan setiap gerakan Ihsan yang mendekat membuat bulu kuduknya meremang, membuat ia sadar penuh bahwa dirinya bukan lagi gadis biasa ia sudah terikat sebagai seorang istri.

1
sunshine wings
😍😍😍😍😍♥️♥️♥️♥️♥️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak 🥰😘
total 1 replies
sunshine wings
Kan Nai.. Penuh dengan rasa cinta.. ♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings: 🥰🥰🥰🥰🥰
total 2 replies
sunshine wings
Support paling ampuh.. ♥️♥️♥️♥️♥️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: nggak kakak soalnya suamiku lebih muda aku 😂🤭
total 3 replies
sunshine wings
♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings: ♥️♥️♥️♥️♥️
total 2 replies
sunshine wings
Yaaa.. Kirain apa Nai.. Sudah pasti Ihsan akan ngelakuin.semua itu dengan senang hati karna itu maunya kan.. ♥️♥️♥️♥️♥️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂 betul banget tuh kak nantangin lagi 🤣
total 1 replies
Purnama Pasedu
bertemanlah Ruby dengan naina,tertawalah bersama
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: setuju tapi yah keegoisan Rubi menutupi sisi baiknya
total 1 replies
Fadila Bakri
teman saingan jadi calon anak tiri
Eva Karmita
sesakit dan sebenci apapun naina tetap anakmu dan darah daging mu Bu ..😤😏
ayah sabung naina berhati mulia mau Nerima naina seperti putri kandungnya beda sama emaknya naina yg berhati siluman 😠👊
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
sunshine wings
😏😏😏😏😏
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: mampir Baca novel aku ini kakak judulnya Pawang Dokter Impoten ceritanya seru sudah banyak babnya
total 1 replies
sunshine wings
Dan menjauh dari mamanya.. 😬😬😬😬😬
sunshine wings
Ya Allah.. 🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️
sunshine wings
pikiran licik.. 🤭🤭🤭🤭🤭
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂
total 1 replies
sunshine wings
Sepatutnya jangan di bedain kerana anak itu rezeki yg tidak ternilai oleh apapun.. Kasian banget hidupmu Naina.. 🥹🥹🥹🥹🥹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sedih yah
total 1 replies
Maulida greg Ma
kejamnya
sunshine wings
Ditukar judulnya author ya.. 👍👍👍👍👍😍😍😍😍😍
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: aku ganti kak mumpung ada cover nganggur 🤭😂🙏🏻
total 1 replies
sunshine wings
😲😲😲😲😲
sunshine wings
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Sialan emangnya..
Apa mereke adek beradek tiri author???
Kenapa beda kasih sayangnya???
🤔🤔🤔🤔🤔
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: akan terjawab nanti Kak ☺️
total 1 replies
sunshine wings
Ayo pak semangat 💪💪💪💪💪
keluarkan Naina dari rumah itu.. 🥺🥺🥺🥺🥺
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: yah yah
total 1 replies
sunshine wings
🙄🙄🙄🙄🙄😏😏😏😏😏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!