Tak kusangka cinta berselimut dilema bisa datang padaku!
Rena Arista seorang dosen muda yang berusaha meraih mimpinya untuk bisa menikah dengan tunangannya yang sangat dicintainya.
Pada saat bersamaan datang seorang pria yang usianya lebih muda dan berstatus sebagai mahasiswanya, memberikan cintanya yang tulus. Dengan perhatian yang diberikan pria itu justru membuat Rena meragu atas cintanya pada tunangannya.
Sebuah kisah cinta segitiga yang penuh warna. Bagai rollercoaster yang memicu adrenalin menghadirkan kesenangan dan ketakutan sekaligus.
Akankah Rena mampu mempertahankan cintanya dan menikah dengan tunangannya?
Ataukah dia akan terjebak pada cinta baru yang mengguncang hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eren Naa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Erika sakit
Tokyo, 04.25 PM
Di sebuah gedung perkantoran, Aldy yang masih sibuk dengan pekerjaan gambarnya dikejutkan dengan tepukan di bahunya.
"Apa kamu tahu, Erika sakit apa?" tanya Natsuki pada Aldy.
"Apa? Erika sakit?" Aldy sedikit terkejut
"Jadi kamu tidak tahu kalau dia sakit?" tanya Natsuki heran, karena selama ini Aldylah satu-satunya teman akrab Erika semenjak ia pindah ke Tokyo.
Aldy mengangguk. Dia baru menyadari sedari pagi tadi dia tidak bertemu dengan Erika, dia berpikir jika Erika sedang dinas keluar seperti biasanya. Itulah mengapa dari semalam Erika tidak menghubunginya seperti biasanya.
"Kalau begitu aku hubungi Erika dulu!" ucapnya sambil mengambil ponselnya dan menelpon Erika.Terdengar nada operator yang berbicara di sana.
"Tidak aktif ya?" tanya Natsuki lagi.
"Sebaiknya aku ke apartemennya. Apa kamu mau ikut denganku?" tanya Aldy pada Natsuki yang di jawab dengan anggukan kepalanya. Mereka pun segera berangkat menuju apartemen Erika dengan menggunakan bus kota. Perjalanan mereka hanya butuh waktu 20 menit, dan setelah sampai di sana mereka segera menuju lantai 2 gedung apartemen itu.
Mereka berhenti di depan pintu apartment Erika dan menekan belnya. Mereka menunggu beberapa saat dan mengulangnya lagi tapi tetap tidak ada jawaban.
Aldy mulai nampak gelisah, dia sangat menghawatirkan Erika.
"Mungkin dia tidur, jadi tidak mendengarnya!" Natsuki berkomentar. Aldy menekan kembali bel nya. Kemudian setelah beberapa detik pintupun terbuka. Terlihat wajah pucat seorang gadis dengan penampilan yang berantakan.
"Masuklah!" kata gadis itu lemah. Kedua temannya itu pun mengikutinya masuk ke dalam, membuka sepatu mereka dan duduk di sofa. Erika juga duduk di sofa sambil memakai selimutn QQya.
"Kamu sakit apa? Kenapa tidak memberitahuku kalau kamu sakit?" cecar Aldy pada Erika. Dia memegang kening Erika dan duduk di sampingnya.
"Aku tidak mau merepotkan kalian!" jawabnya dengan suara serak.
"Apa kamu sudah minum obat?" tanya Natsuki kemudian. Erika mengangguk.
"Kamu masih demam, sebaiknya kita ke rumah sakit saja!" kata Aldy dan dibenarkan oleh Natsuki.
"Tidak usah, mungkin obatnya belum bekerja, karena baru saja aku meminumnya," tolak Erika. Dia membaringkan badannya di sofa tampak kondisinya sangat lemah.
"Apa kamu sudah makan?" tanya Aldi lagi. Erika tidak menanggapinya, dia mulai tertidur. Aldi menyelimuti Erika dan berdiri menuju dapur, melihat persediaan di kulkas.
"Apa kamu akan memasak?" tanya Natsuki sambil beranjak mendekati Aldy. Aldy tidak menjawab tapi gerakan tubuhnya mengiyakannya. Dia mencuci beras dan memasaknya. Sepertinya ia akan membuat bubur untuk Erika. Dia memotong-motong sayuran, rempah, dan nenambahkannya ke dalam bubur itu. Aldy nampak lihai dalam hal memasak. Bagaimana tidak, jika semenjak kuliah dia sudah terbiasa melakukannya.
Sementara Natsuki sibuk dengan ponselnya yang sedari tadi berbunyi. Dia fokus membalas pesan dengan ekspresi yg sulit dijelaskan. Dia kemudian berdiri
"Maaf, sepertinya aku harus pergi dulu. Ada hal mendesak harus kulakukan." Natsuki berkata dengan wajah menyesal.
"Tidak apa-apa, kamu pergilah, biar aku yang menjaga Erika!" Aldy menepuk bahu temannya dan Natsuki pun segera beranjak pergi.
Sepeninggal Natsuki, dia mengecek ponsel sambil sesekali mengaduk buburnya. Dia mengirimkan sebuah pesan. Kemudian matanya menatap lekat foto seorang gadis cantik yang mengenakan hijab di wallpaper ponselnya. Bibirnya tersenyum, tapi matanya bersedih. Sudah berhari-hari sejak Aldy menghubungi kekasihnya itu. Dan ia merasa sangat bersalah, kata terakhir yang dia dengar dari gadis itu bahwa dirinya sudah berubah. Ada kekecewaan terdengar dari suaranya saat itu. Sejak hari itu Rena selalu mengabaikan panggilanya.
Aldy mematikan kompor dan menuangkan bubur kedalam mangkok. Dia membawanya bersama segelas air mendekati Erika yang masih pulas di sofa.
Ia membangunkannya dengan lembut.
"Erika, bangunlah dulu. Kamu harus makan sesuatu!" Perlahan Erika mengerjapkan matanya, mengumpulakan kesadarannya dan berusaha bangkit dari tidurnya di bantu oleh Aldy. Dia meminum air dan memakan perlahan bubur buatan Aldy.
"Kemana Natsuki?" tanya Erika sambil mengunyah makanannya.
"Dia sudah pergi, ada urusan mendadadak yang harus dikerjakan," jelas Aldy. Erika menyelesaikan makannya, meskipun tidak dihabiskan. Dia terus memperhatikan gestur tubuh Aldy yang sibuk membereskan hasil karyanya di dapur tadi.
Sejak kepulangan mereka dari Nagoya hari itu, mereka sangat dekat. Semua perhatian yang Aldy berikan benar-benar membuatnya meleleh. Meskipun Erika menceritakan semua tentang dirinya, tapi tidak dengan Aldy. Dia begitu tertutup jika mengenai kehidupan pribadinya. Hingga terkadang hal itu yang membuat Erika merasa seperti ada pembatas di antara mereka.
Bolehkan aku berharap lebih dari sekedar sahabat? Apakah dia mempunyai perasaan yang sama denganku?
Kata-kata itu selalu muncul dibenaknya ketika ia bersama pria itu. Sulit rasanya menepis rasa bahwa dirinya telah jatuh hati padanya.
"Kau melamun?" Suara Aldy membuyarkan lamunan Erika. Dia menggeleng dan tersenyum.
"Aku sholat dulu ya!" Tanpa menunggu jawaban ia menuju toilet untuk berwudu. Kemudian melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim di pojok ruangan itu. Setelah 20 menit Aldi selesai dengan ibadahnya dan mendekati Erika. Ia menyentuh kening Erika lg.
"Kamu punya termometer?" tanyanya kemudian.
"Ada di kotak obat," kata Erika sambil menunjuk tempat penyimpanan kotak obat.Aldy mengambilnya dan memeriksa suhu Erika. Dia menunggunya beberapa menit dan melihat hasilnya menunjukkan angka 37,2.
"Demammu sudah mulai turun tapi kita tidak tahu apakah demammu naik lagi atau tidak nanti!"
"Sudah tidak apa-apa. Kamu pulanglah! Kamu juga butuh istirahat." Erika kembali membaringkan badannya di sofa lipat yang berubah menjadi tempat tidur.
"Aku pulang setelah kamu tidur. Apakah kamu mau ku bantu pindah ke tempat tidurmu?"
"Aku lebih suka di sini, lebih nyenyak. Kalau aku tidur di kamarku aku selalu terbangun tengah malam." Erika berbaring menyamping menghadap Aldy. Dia menatap pria tampan itu penuh makna.
"Aldy ... bolehkah aku menanyakan sesuatu?" tanyanya ragu.
"Hmm, katakan apa itu?" jawab sambil menatap Erika serius.
"Apa kamu punya kekasih?" Pertanyaan Erika membuatnya sedikit terkejut.
Aldy menghela nafasnya. Sebenarnya dia enggan menceritakan tentang privasinya tapi bagaimanapun Erika berhak tahu agar tidak terjadi kesalahpahaman nantinya diantara mereka
"Iya, aku sudah bertunangan!" katanya jujur. Erika terkejut, dia bangkit dari tidurnya, membetulkan posisi duduknya dan menatap penuh tanya pada pria itu.
"Maaf, aku tidak menceritakannya padamu. Aku pikir aku akan menceritakannya nanti saat akan mengenalkan dia padamu." jelas Aldy dengan nada sesal. Ada semburat kecewa di mata Erika. Dada Erika terasa sesak, harapannya pupus seketika. Dia mengambil air minum dan meminumnya. Menenangkan hatinya
"Apa dia orang Indonesia?" Aldy mengangguk. Dia mengambil ponselnya dan memperlihatkan foto Rena pada Erika.
Erika memperhatikan foto gadis itu sambil berkata pelan, "cantik ... anggun."
"Kami sudah bertunangan sebelum aku datang ke Tokyo, hubungan kami lumayan lama, semenjak kami kuliah tepatnya di semester tiga," jelas Aldy kemudian.
"Kapan rencana kalian menikah?" Meskipun menyakitkan Erika masih penasaran.
"Segera setelah aku mendapat cuti." Kata-kata Aldy seperti gunting yang memutus tali harapan Erika. Kekuatannya seketika hilang. Dia berbaring dan membelakangi Aldy, menyembunyikan air mata yang satu demi satu jatuh menggenangi asanya. Kenapa dia harus patah hati sebelum mengungkapkan perasaannya. Kenapa dia harus kecewa disaat dia tulus mencintai seorang pria. Inilah yang dikatakan sakit tak berdarah.
...The hardest thing to do is watch the one you love, loves someone else....
...Hal tersulit yang harus dilakukan adalah melihat orang yang kita cintai, mencintai orang lain....
...-Erika-...
Bersambung.
...****************...
...Hai Readersku tercinta 🖐️...
...Jangaan lupa dukung Author dengan LIKE, KOMEN, VOTE DAN RATE 5 ya!...
...Terimakasih atas supportnya selama ini....
...Love you all....
...❤️❤️❤️...
...****************...
bonus lumayan
Next lanjut