Arsellysa

Arsel memberhentikan motornya tatkala sampai di depan rumah tetangga Lysa, seperti biasa. Lysa melambaikan tangan, sebelum kemudian melangkahkan kaki menuju rumah sendiri.

Namun baru selangkah, cewek itu balik badan lagi. "Sekarang gue ngerti, kok, Arsel"

Arsel mengangkat sebelah alis bingung

"Kenapa gue bahaya kalau dekat-dekat sama elo"

Arsel menumpukan tubuh pada setang motornya, mendengarkan Lysa lebih seksama.

"Sebenarnya, yang berbahaya itu ancaman-ancaman yang ada di sekitar lo. Lo nggak mau orang lain malah jadi kena sasaran gara-gara bahaya yang mengancam elo. Karena itu lo takut gue kenapa-kenapa, kan?" terka Lysa semringah. Kemudian manggut-manggut, seolah mulai paham. Arsel hanya fokus mendengarkannya saja.

"Tapi bukan berarti orang lain nggak boleh dekat-dekat sama elo. Justru, setelah gue lihat kehebatan lo dalam meninju anak orang..." Lysa meninju-ninju udara, mengikuti gaya. Arsel. "Gue malah merasa kalau gue bakalan aman jika di dekat elo. Ya, meskipun elo itu banyak masalahnya," kekeh cewek itu di akhir kalimatnya.

"Tapi buat apa harus takut sama bahaya? Kan ada elo yang bakalan melindungi gue. Iya, kan?" Lysa tersenyum. Mengabaikan pertanyaan sok tahunya yang mungkin tidak masuk akal. Tapi benar juga, bukan?

Juan tidak menyangkal kalimat-kalimat Lysa. Hanya menatap cewek itu serta tersenyum manis. refleks membuat Lysa menggaruk belakang telinganya canggung.

"Eh... Udah itu aja. Ya udah, gue balik duluan, deh. Hati-hati." Lysa membalikkan tubuh. Segera melangkahkan kaki untuk cepat-cepat pulang.

"Sa, bentar."

Lysa berhenti melangkah, lantas balik badan lagi. Arsel ternyata menyusulnya.

Arsel lantas menyondorkan sebuah buku kepadanya. "Buat lo"

"Ha? Tapi katanya buat adik lo?"

Arsel mengangguk. "Gue beli dua. Satu buat adik gue, satu sengaja buat elo. Cuma tadi hampir lupa kasih"

Lysa menurunkan pandangan, melihat novel yang sempat membuatnya tertarik saat di toko buku tadi. Namun cewek itu masih ragu menerimanya.

Melihat Lysa yang tak kunjung bergerak, membuat Arsel mengerti lantas menarik buku itu kembali dengan pelan.

"Lo takut duitnya nggak halal, ya?"

Lysa terbelalak. Arsel salah paham. "Eh, enggak!" sergah cewek itu seraya mengambil buku itu dari tangan Arsel "Gue cuma takut nggak kebaca aja," cicit cewek itu merasa bersalah.

Arsel menarik sudut bibir. "Nggak apa-apa kali, simpan aja."

Lysa lantas mendongak menatapnya.

"Anggap aja itu hadiah dari orang yang..." Arsel mencondongkan tubuh, mendekatkan bibirnya di samping telinga Lysa, membisikkan sesuatu. Sukses membuat jantung Lysa seolah senam aerobik seketika. "Bakalan terus melindungi elo." Arsel tersenyum, seraya mengacak rambut Lysa gemas. Sebelum kemudian benar-benar pamit pulang. Meninggalkan Lysa yang hampir saja jatuh pingsan kalau tidak ada pagar dibelakang.

Astaga, Arsel, lo memang hobi bikin terbang anak orang apa gimana woi?!?!. Untung jantung gue masih aman, tapi gue malu, tadi pipi gue merah nggak ya, takutnya Arsel lihat pipi gue yang lagi salting brutal, kenapa sih gue ini? Kenapa?.

Lysa yang melihat kendaraan motor Arsel sudah menghilang, barulah Lysa masuk ke dalam rumah, dengan wajah yang sumringah, merasa senang, sambil melihat-lihat buku yang di beli Arsel tadi. hmm gue baca dikit-dikit aja ah, biar bermanfaat, agar Arsel senang juga kalau bukunya berharga buat gue.

...*****...