Gita merasakan jika berada didekat suaminya merasa sangat emosi, dan begitu juga dengan sang suami yang selalu melihat wajah istrinya terlihat sangat menyeramkan.
Setiap kali mereka bertemu, selalu saja ada yang mereka ributkan, bahkan hal.sepele sekalipun.
Apa sebenarnya yang terjadi pada mereka? Apakah mereka dapat melewati ujian yang sedang mereka hadapi?
Ikuti kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan Belas
Terlihat seorang Office Boy berjalan menyusuri koridor kantor. Ditangannya sebuah nampan berisi satu gelas kopi dan satu porsi nasi padang.
Ia terlihat begitu semangat dengan senyum sumringah, bagaimana tidak--impiannya terwujud dengan nyata.
Saat bersamaan, ia berpapasan dengan Riri yang sepertinya akan pergi ke dapur, mungkin ia akan memesan makan siangnya, seba rasa lapar karena menghabiskan energinya untuk bergulat barusan membuat ia sedikit lemah.
Melihat hal itu, sang Office Boy semakin bersemangat. Ia masih mengingat rasa itu barusan.
Riri mengerutkan keningnya. Ia tersenyum mencibir saat melihat reaksi sang Office Boy yang tampak bersikap genit.
"Kamu kenapa senyam- senyum? Kek orang sinting!" ucapnya dengan nada sinis.
Pria itu justru bersiul dan mempercepat langkahnya, lalu memasuki pintu ruang kerja milik Arka.
"Siang, Pak!" ucap sang Office Boy dengan semangat tinggi.
"Siang, kenapa kamu lama sekali?" tanyanya dengan datar.
"Ngantri, Pak. Maaf." ia meletakkan nampan tersebut ke atas meja.
"Ya, sudah." Arka meraih makan siangnya, dan terlebih dahulu menyeruput kopi hitamnya.
Office Boy bernama Jamet itu. Rambut ikalnya sudah terlalu panjang dan bisa diikat kebelakang.
"Saya permisi, Pak." pria itu berpamitan, lalu keluar dari ruang kantor dan kembali ke dapur.
Saat ia berada diambang pintu dapur, tampak Riri sedang makan mie instan sebanyak dua bungkus yang dijadikan satu. Sepertinya ia sangat lapar. Berbagai topping olahan frozen menjadi penambah selera makannya yang meningkat.
Melihat hal tersebut, Jamet semakin terpesona oleh Riri yang ia anggap sungguh seksi.
Wanita itu menoleh ke arah Jamet yang terus menatapnya dengan tatapan yang dalam.
"Apaan, Sih?! Kamu jangan kurang ajar menatap saya seperti itu, apakah kamu mau aku laporin ke CEO biar dipecat, mampus--Lu!" ucapnya dengan geram dan nada seolah jijik.
Pria itu hanya tersenyum tipis, namun ia merasa cukup menang akan peristiwa tadi, meskipun Riri memakinya.
*****
Hari menjelang pukul empat sore. Arka pulang dan berjalan menuju parkiran.
Sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Ia membuka layar dan menekan tombol hijau. "Ya, ada apa, Ma?" ucapnya pada seorang wanita diseberang telepon.
"Ka, dua minggu lagi adik kamu mau nikahan. Kamu sudah siapin uang untuk bantu pestanya?" tanya wanita itu dari seberang telepon.
"Oh, iya. Nanti dua hari sebelum pesta Arka balik, dan uangnya jangan takut, Ma. Sudah disiapkan," sahutnya dengan sangat sopan.
"Baiklah, terimakasih, ya," ucap wanita itu, lalu mengakhiri panggilannya.
Arka menyimpan kembali ponselnya, lalu akan memasuki mobil. "Pak, tunggu bentar!" terdengar seorang wanita mencegahnya.
Wanita yang tak lain adalah Riri menghampirinya setengah berlari, sehingga membuat dua buah melonnya berguncang cukup kuat kesana kemari.
"Pak, saya numpang sama bapak, ya. Soalnya mobil saya masih dibengkel." ucapnya dengan nafas terengah, dan dibuat seseksi mungkin.
Arka menghela nafasnya dengan berat, dan membuang pandangannya.
Jujur saja ia tidak dapat bertatapan langsung dengan wanita tersebut, seolah jantungnya akan copot karena kecantikan Riri yang sungguh menggoda.
Namun jauh dilubuk hatinya, ia seakan menolaknya, dan rasa penolakan itu selalu saja hadir saat bersamaan.
Sungguh dua sisi yang saling berseberangan.
"Maaf, saya ada kepentingan lainnya. Kamu bisa menumpang dengan yang lain." Arka membuka pintu mobil.
"Please, Pak." Riri terus memohon, dan entah apa sebabnya, ia berpura-pura pusing kepalanya, dan limbung ke arah Arka.
Mau tidak mau, akhirnya Arka menangkap tubuh wanita tersebut dan menyandarkannya ke dinding mobil.
"Kepala saya sangat pusing sekali, Pak." Riri memijat kepalanya.
Arka terlihat serba salah. Dan saat bersamaan, ia melihat Jamet yang saat ini juga keluar dari parkiran dengan sepeda motornya.
"Met!" Arka setengah berteriak memanggil pria tersebut.
Seketika Riri membolakan kedua matanya.
Sedangkan Jamet tampak begitu santai. "Iya, Pak,"
"Tolong anterin Riri, saya ada urusan penting," Arka mencoba menyerahkan sang sekretaris pada pria tersebut.
Riri tercengang. Bagaimana mungkin begitu sulitnya mendapatkan Arka, bukankah ia sudah mencekokinya dengan berbagai ramuan? Mengapa sang General Manager ini sulit untuk ditaklukan?
Jamet merasa sangat senang. Tentu saja itu merupakan suatu anugerah, bisa membawa Riri pulang bersamanya.
"Tentu saja, Pak. Dengan senang hati saya akan membantu," Jamet tersenyum sangat antusias, namun bagi Riri itu sangat menjijikkan.
Ia menepis tubuh Jamet, lalu beranjak pergi dari hadapan pria berambut ikal tersebut dan juga Arka dengan perasaan kesal.
Sedangkan Arka memasuki mobilnya, lalu keluar dari parkiran.
Jamet menatap kepergian Riri yang tampak angkuh padanya. "Cuuuih, berlagak sok jijik! Padahal tadi dia yang nyosor duluan!" ia tersenyum mencibir.
Wuuuuush
Sssssttttsss
Tiba-tiba Jamet merasakan panas bagian perkututnya. Ia mencoba mengabaikannya, dan pergi meninggalkan parkiran.
Saat diperjalanan, rasa panas itu kembali datang, dan semakin sering, membuat Jamet merasa khawatir.
Ia mempercepat laju motornya, dan saat tiba dirumah kostnya yang berukuran type enam kali enam, ia membuka pintu dengan cepat, dan menutupnya dengan kasar, lalu menuju kamarnya dan memeriksa perkututnya yang ternyata tampak memerah, dan parahnya seperti terkena minyak urut, sangat panas.
"Sial! Apa ini ada hubungannya dengan Riri? Soalnya aku ngalami ini setelah nganu dengannya," ucapnya dengan gelisah.
Tak berselang lama, ia merasakan seperti ada yang bergerak dari perkututnya yang mengeras.
Seketika rasa sakit itu datang dan semakin kuat.
Tak tak
Beberapa belatung keluar dari saluran kemihnya, dan ia sampai merasakan tremor saat menahan rasa sakit yang cukup menyiksanya.
Belatung itu berkeluaran bersama dengan cairan pekat dan juga nanah yang berbau sangat amis dan menjijikkan.
Kenikmatan yang ia rasakan hanya dalam waktu beberapa saat saja saat mencicipi kemolekan tubuh sejsi Riri, harus berakhir dengan penderitaan yang cukup menyakitkan.
Tak berselang lama, adzan berkumandang, dan Jamet merasakan tubuhnya bergetar hebat. Wajahnya memerah menahan sakit, begitu juga dengan perkututnya yang semakin banyak mengeluarkan belatung dan cairan menjijikkan itu.
Jamet tak sanggup lagu menahan rasa sakitnya. Ia limbung dilantai kamar kostnya. Lalu bergulingan ke sana dan kemari sembari merintih menahan sakit, dan akhirnya ia tak sadarkan diri.
Sementara itu, Arka memilih untuk nongkrong dicafe dan berlama-lama disana. Ia menikmati makan sorenya, dan ia merasa sangat malas untuk pulang kerumah.
Sebab setiap kali ia tiba dirumah, dan melihat wajah Gita, ia sangat tertekan dan wajah menjijikkan dengan kudis yang cukuo banyak, sudah membuat emosinya meledak, ditambah lagi dengan sikap Gita yang selalu menyanggahnya membuat ia semakin malas untuk pulang ke rumah.
Ia mmeilih sebuah cafe yang berada ditepi laut. Dan gazebo yang ia tempati, berada diatas laut.
Entah mengapa ia merasa tiba-tiba saja rindu akan Gita, namun fikirannya menentang akan semua itu, sebab hatinya membenci sang istri.
kaauupok mu kapan dehhh
dan di lubang lily nnti ada bisa kelabang siapa yg mencicipi akan metong /Facepalm/
xiexiexiexie.....
anak semata wayang yang dibangga-banggakan ternyata astaghfirullah ...