NovelToon NovelToon
Bidadari Pilihan Zayn

Bidadari Pilihan Zayn

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Hania

“Le, coba pikirkan sekali lagi.”

“Aku sudah mantap, Umi.”

Umi Shofia menghela nafas berkali-kali. Dia tak habis pikir dengan pilihan Zayn. Banyak santri yang baik, berakhlak, dan memiliki pengetahuan agama cukup. Tetapi mengapa justru yang dipilihnya Zara. Seorang gadis yang hobinya main tenis di sebelah pondok pesantren.

Pakaiannya terbuka. Belum lagi adabnya, membuatnya geleng-geleng kepala. Pernah sekali bola tenisnya masuk ke pesantren. Ia langsung lompat pagar. Bukannya permisi, dia malah berkata-kata yang tidak-tidak.Mengambil bolanya dengan santai tanpa peduli akan sekitar. Untung saja masuk di pondok putri.

Lha, kalau jatuhnya di pondok putra, bisa membuat santrinya bubar. Entah lari mendekat atau lari menghindar.

Bagaimana cara Zayn merayu uminya agar bisa menerima Zara sebagaimana adanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Zara Ngambek

Untung saja latihannya belum dimulai. Sehingga Zara aman, tidak mendapatkan konsekuensi dari pelatih. Hehehe....

Kalau hanya sekedar lari atau latihan fisik lainnya, dia pasti mampu. Tapi kalau konsekuensinya adalah  membayar sejumlah uang sebagai ganti uang pembinaan,  dia agak keberatan.

Maklumlah uangnya terlanjur dia simpan di bank, tak bisa sembarangan mengambilnya. Agar lebih hemat. Sebagai tabungan untuk kehidupannya kelak setelah menggantungkan raket alias berhenti bermain tenis.

Zayn agak ragu saat memasuki tempat latihan. Banyak wanita di sana dan memakai pakaian yang tidak ingin dia lihat. Dia segera menundukkan pandangan.

Zara yang melihat suaminya bersikap seperti itu, semakin bangga. Dialah suami yang dia cari selama ini. Yang bisa membimbingnya untuk beragama lebih baik.

Zayn ingin berbalik, tapi dicegah oleh Zara.

“Aa Gus sudah janji kalau mau menemani Zara kan,” kata Zara dengan manja. Mengingat dirinya berpenampilan beda dari teman-temannya. Dia perlu dukungan dari orang yang telah dia jadikan imam.

Zayn diam. Bukannya dia tidak ingat, tapi dia takut kalau tidak bisa menjaga pandangannya.

“Aa ingat Neng. Tapi banyak pesanan hari ini. Aa akan tunggu Neng latihan sebentar. Nanti Aa jemput kalau sudah selesai. Bagaimana?”

Kalau begitu kesepakatan, ia setuju.

“Ok, deh.”

Kalau dipikir-pikir, mengapa dirinya mesti malu dengan penampilannya saat ini. Toh Ini menentramkan hatinya dan juga menentramkan hati suaminya.

“Pergilah! Itu sudah dipanggil sama teman-temanmu.”

“Assalamualaikum,” kata Zara sambil mencium tangan suaminya.

“Waalaikumsalam.” Zayn  membalasnya dengan memberikan kecupan kecil di pucuk kepalanya.

Zayn mencari tempat duduk yang nyaman di tribun penonton. Dia ingin menonton istrinya saat beraksi di tengah lapangan.

Dia tampak senang ketika Zahra langsung bergabung dengan teman-temannya.

“Ai ai pengantin baru... Seger dan wangi. Penampilannya juga beda,” goda salah seorang temannya.

Zara merasa tak nyaman. Namun ketika melihat senyum Zayn, dia pun menjadi tenang.

Ada seorang  yang super iseng. Dia menyelusupkan tangannya ke dalam jilbab Zara.

“Wah, sudah basah,” katanya sambil tertawa senang.

“Kalian ini apaan sih?” Zara mencoba menghindar, sambil senyum dikulum.

Zara seolah-olah malu, namun dalam hati dia ingin sekali tertawa. Melihat tingkah laku mereka yang jahil banget. Pasti mereka menduga bahwa dirinya telah menikmati malam pertama.

Padahal tidak. Rambutnya basah bukan karena mandi junub melainkan karena rambutnya lepek dan dia ingin keramas.

“Bagaimana, apakah sakit?” tanya salah seorang temannya dengan polosnya.

“Yang mau nyusul?” yang lainnya pun menimpali.

“Sakiiiit,” jawab Zara menggoda. Dia belum tahu, dan dia belum merasakannya. Karena terhalang oleh izin Umi Shofia.

“Benarkah?” tanyanya penasaran.

“Kalau tak percaya, menikahlah.” Zara mencoba memprovokasi.

“Enggak ah. Aku belum siap,” katanya kemudian.

“Lho....” Zara membulatkan bola matanya.

Hahaha.... Sontak semua tertawa.

Mereka Baru berhenti tertawa saat pelatih mendatanginya.

“Bubar-bubar. Mari kita pemanasan dulu!”

Mereka segera menata diri masing-masing dalam sebuah barisan. Dengan dipandu oleh pelatih dan salah seorang di antara mereka, Mereka pun melakukan gerakan ringan.

Mereka menggerakkan tubuh ke kiri dan ke kanan, berlari kecil, merentangkan tangan, menarik kepala mendongak dan mengganggu, serta melepaskan kaki-kaki mereka dengan gerakan-gerakan bebas.

Baru setelah itu, mereka berlatih servis dan juga menerima bola. Baik dengan mesin ataupun berlatih dengan sesama teman.

Zara  dalam pertandingan ini berada dalam kelas beregu campuran. Maka dia pun berlatih dengan pasangannya. Seorang lelaki yang cukup atletis dan juga tampan.

Mereka cukup memiliki cemistry dalam menciptakan permainan yang bagus. Sesekali tampak mereka melakukan tos, baik dalam keadaan tangan terbuka ataupun menggenggam.

Ups... Untungnya, partner bermain Zara cukup pengertian. Dia tahu bahwa Zara menikah dengan seorang Gus, sehingga dia malu untuk melakukan tos secara langsung.

Begitu akan menyentuhnya, dia langsung menurunkan tangannya.Atau kalau tidak begitu, Dia pun melakukan tos dengan memakai raketnya saja.

Zayn yang melihat itu, jantungnya  bergemuruh. Dia tak rela kalau Zara tersentuh oleh partner bermainnya.

Dia yang berada di kursi yang paling puncak, kini ia turun mendekati lapangan. Bukan ingin mengintimidasi partner bermain Zara. Tetapi hanya ingin mengingatkan saja. Bahwa Zara adalah miliknya.

Sebagai suami dia cemburu. Tapi sebagai teman dari istrinya yang masih awam, dia pun bisa memahaminya.

“Semangat, Neng.”

“Makasih, Aa Gus.”

Partner Zara yang melihat melihat Zayn yang nampak mengeratkan wajahnya, segera sadar.

“Hehehe... dasar cemburuan.” Gumamannya dalam hati, saat  langkah Zayn makin mendekat.

“Aa pulang dulu, Neng,” pamit Zayn.

“Ya, Aa Gus,” teriak Zara sambil mengambil bola tenis yang keluar lapangan.

Hemm...aku kira mau apa. Tak tahunya mau pulang. Hati ini sudah deg-degan, kalau akan mendapatkan sebuah, bogem mentah dari suaminya Zara, gumaman partner Zara di hati.

Zara kembali melanjutkan latihannya dengan penuh semangat. Sampai waktu latihan  berakhir.

Setelah mengelap mukanya dengan handuk dan minum air mineral, Zara menemui pelatihnya.

“Ada apa Zara?”

“Pak, setelah pertandingan Minggu depan saya ingin mengajukan resign.”

“Lho, kenapa? Apakah karena menikah?”

 Zara mengangguk.

“Itu bukan alasan Zara. Apalagi kamu sudah menandatangani kontrak sampai tahun depan.”

“Tapi, Pak.”

“Zara, pernikahan itu tidak menghalangi bermain tenis. Kecuali kalau kamu hamil. Tentu kita tidak akan menghalangi.”

“Memang Pak, tapi.”

“Sayang sekali bukan, kalau kamu meninggalkan nya. Kamu sudah profesional sekali dalam olahraga ini. Hanya gara-gara menikah kamu tinggalkan begitu saja. Apalagi masih banyak pertandingan yang akan kita jalani. Sudah jalani saja.”

“Iya," jawab Zara dengan wajah ditekuk.

“Nanti aku yang bicara dengan suamimu.”

“Baik Pak.”

 Zara pergi dengan wajah cemberut. Meninggalkan pelatihnya yang geleng-geleng kepala tak mengerti dengan maksudnya.

Zara sedih. Keinginannya untuk resign sepertinya sulit untuk terwujud. Padahal dia sudah berjanji pada Umi Shofia akan segera gantung raket setelah pertandingan ini.

Bagaimana ini?

Zara duduk merenung di salah satu pojok tempat latihannya menunggu Zayn datang.

Ia termangu dan juga gelisah. Wajahnya tertunduk sedih. Sampai-sampai dia tidak menyadari ada seseorang yang menghampirinya.

“Hai Neng, kenapa cemberut?” Zara menoleh.

Ternyata Zayn sudah ada di sampingnya. Tapi dia tidak peduli. Kepalanya masih pusing dan ingin marah.

Tanpa banyak kata dia pun berdiri, dan melangkah keluar sambil membawa tes latihan dan raketnya.

Zayn terbengong-bengong melihat sikap Zara. Baru  kali ini, dia melihat Zara marah. Ia segera menyusulnya, melangkah keluar, meninggalkan tempat latihan.

Dia segera menggandeng tangan istrinya. Dia khawatir Zara tidak tahu kendaraan mana yang akan ia naiki.

“Aku bukan anak kecil. Ke mana-mana harus digandeng,” kata Zara dengan kesal.

“Mobil kita di sana, Neng,” kata Zayn sambil tersenyum. Dengan ekor matanya, dia menunjuk ke arah mobil warna hitam.

“Oh,” gumam Zara. Kemarahannya tak akan hilang hanya dengan mobil hitam.

Dengan wajah yang masih tetap sama, Dia segera berbalik arah, menuju mobil yang ditunjuk suaminya.

Zara segera membuka pintu mobil, begitu dirinya sampai. Namun sayang pintu masih terkunci. Dia pun bersandar di pintu mobil dengan wajah cemberut.

“Eh lupa,” kata Zayn sambil tertawa. Lalu dia mengarahkan remotenya pada mobil.

“Jangan bikin Zara tambah kesel, Aa Gus.”

Zayn tertawa kecil, serta menaikkan alis matanya. Entah mengapa, ngambeknya Zara terlihat menggemaskan. Sehingga ia ingin menggodanya.

Sekarang, pintu mobil dapat dibuka. Zara segera masuk.

“Aa Gus. Aku nggak mau pulang.”

Dia bukan tipe orang yang suka basa-basi. Apalagi terhadap orang yang sudah nyaman di hati.

“Memangnya kenapa, Neng?”

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Rian Moontero
mampiiiir🖐🤩🤸🤸
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat dan nggak ada drama'' poligami.a ya Thor
hania: Beres kakak 😍
total 1 replies
hania
terimakasih kakak
❤️⃟Wᵃfℛᵉˣиᴀບͤғͫᴀͣⳑ🏴‍☠️ꪻ꛰͜⃟ዛ༉
bagus ceritanya seru kayaknya lanjut kak
hania: ok kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!