"Apa yang mereka lihat itu tidak benar. Aku tidak melakukan apapun dengan dia di kamar hotel itu. Mereka salah sangka, aku tidak ingin menikah dengannya!"
Pernikahan bahagia dengan pasangan yang dicintai adalah sesuatu yang diimpikan setiap manusia begitu juga Bianca, tetapi impian itu kandas setelah dia terjebak di sebuah pernikahan yang tidak dia inginkan.
Menikah dengan pengusaha kaya, tetapi melalui sebuah peristiwa yang tidak sengaja, terekspos media mereka tidur berdua di kamar hotel.
Entah mereka akan dapat saling mencintai atau malah berpisah di meja pengadilan, hati memang tidak bisa diperkirakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Nita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Klinik Kecantikan
Ruangan berukuran sangat luas membuat Bianca harus berlari memenuhi panggilan Key. Dia harus cepat, jika tidak ingin hukuman bertambah panjang saja waktunya. Gadis itu ingin segera menjalani kehidupan normal, meski dengan predikat janda nanti setelah bercerai dengan pengusaha kelas kakap itu.
"Ambilkan bajuku Bianca, kali ini aku mau bertemu dengan sesama pemilik perusahaan."
"Baik," kata Bianca.
"Tunggu, apa tanganmu sudah bersih?"
Gadis itu memperlihatkan kedua telapak tangannya ke arah Key. Terlihat bersih. Key mengendus tangan Bianca.
"Mmph, bau marmut. Cuci tanganmu pakai sabun wangi, Bianca!" sungut Key.
Gadis itu mencium bau tangannya, lalu nyengir. Cepat-cepat masuk ke kamar mandi lalu membasuh tangannya menggunakan sabun wangi.
"Sudah," katanya ke Key.
"Sebentar." Key kembali mengendus tangan Bianca, lalu menyemprotkan parfumnya ke arah tangan Bianca.
"Nah, gitu. Sekarang kamu boleh buka lemariku."
Seperti kecoak saja disemprot-semprot!
Bianca mencarikan baju untuk Key, diambilnya baju biru tua bergaris dan celana hitam, lalu diserahkannya pada Key seperti anggota paskibra menyerahkan lipatan bendera kepada presiden.
Key mengambilnya tanpa ekspresi, seperti tidak mempunyai rasa humor. Bianca merasa garing, menyesal telah mencoba bercanda dengannya. Key merasa dia adalah seorang boss yang memang harus diperlakukan hormat seperti itu. Candaan Bianca keliru sasaran.
"Berbalik!" ujar Key pada gadis yang sedang berdiri di depannya.
Bianca segera berbalik ke arah tembok, menunggu tuannya selesai berganti baju. Setelah selesai Bianca memakaikan kaus kaki dan sepatu, lalu pria itu segera pergi. Kebiasaan Key melemparkan baju kotornya di atas tempat tidur begitu saja. Gadis itu memunguti baju kotor Key yang pasti nanti Key sudah tidak mau memakainya lagi meski baru beberapa jam dipakai.
Para pelayan sedang membersihkan seluruh rumah, ketika Bianca keluar dari kamar membawa pakaian kotor. Seorang pelayan yang sedang membersihkan lantai atas segera meminta pakaian itu dari tangan Bianca.
"Nona Bianca, mari saya bawakan pakaian itu ke laundry room," ujar pelayan itu sambil menunduk pada Nonanya.
"Terima kasih," ucap Bianca pada pelayan itu sembari menyerahkan pakaian yang dibawanya.
Pelayan mengangguk, lalu bergegas membawanya ke bawah. Bianca mengikutinya untuk mencari Susan. Pak Anton sering mengurung diri di kamar, entah itu membaca koran atau hanya menonton televisi di dalam kamar. Hanya seorang pelayan laki-laki yang selalu melayani. Sedangkan, Winda melakukan kegiatan rutin, pergi shopping dan berkumpul dengan teman-teman sosialitanya.
Gadis yang dicari Bianca ternyata sedang berada di taman dengan sebuah buku. Pemandangan yang biasa tentang seorang Susan dan buku. Hanya itu hiburannya.
"Buku apa, Susan?" tanya Bianca mengamati sampul buku yang dipegang gadis itu.
"Oh, Kak. Ini hanya novel romatis teenlit. Aku sudah selesai membacanya."
Kebiasaan gadis itu membaca, membuatnya begitu cepat melahap buku-buku tebal di ruang baca. "Ayo Kak, temani aku ke ruang baca, mau ganti buku."
Tak sempat mengangguk, Susan telah beranjak dengan semangat menuju ruangan baca. Bianca mengikutinya. Dia sendiri tidak terlalu suka membaca, tapi ingin coba-coba, mungkin saja hobi membaca Susan tertular padanya.
Bianca masuk ke ruangan kesukaan Susan untuk kedua kalinya selama dia di rumah ini. Ketika Susan memilih bacaan lain, Bianca mulai menarik sebuah novel yang langsung dia tutup begitu melihat tulisan kecil-kecil yang membuatnya pusing.
Gadis itu meraih sebuah majalah wanita dari rak majalah.
Nah, majalah penuh gambar ini lebih kusuka.
Susan sedang membaca novel barunya dengan tenang, ketika Bianca membuka-buka artikel kecantikan. Tentang sebuah perawatan kecantikan yang mengubah wajah kusam seorang wanita menjadi cantik dan glowing.
Gadis itu berangan serius, tertarik pada klinik kecantikan yang tidak pernah dia datangi.
"Susan, kamu pernah ke klinik kecantikan?"
Gadis remaja itu membatasi bukunya, "Belum, Kak. Namun, mama yang sering ke klinik kecantikan. Memang wajah jadi bersih dan glowing."
Apa aku boleh ya cantik sedikit? Untuk minta ijin pada Key untuk merawat diri ke klinik kecantikan, berani tidak ya?
"Susan, apa kamu tidak ingin lagi ke klinik?"
Gadis itu menggeleng, "Mama tidak akan memperbolehkan."
"Oh," kata Bianca kecewa.
"Jika mau, kakak bilang saja ke Kak Key."
Bianca masih ragu, tapi dia akan coba membujuk Felix untuk bilang pada Key.
Satu jam kemudian, mobil Key masuk ke halaman rumah. Langkah kaki terdengar dari depan. Dua orang lelaki dingin telah masuk ke dalam rumah. Bianca segera menemui mereka.
"Hey, Bianca, apa saja yang kamu lakukan di rumah?"
Bianca menunduk, belum juga dia bilang akan keinginannya, Key sudah menghadang dengan pertanyaan yang meragukan niatnya.
"Menemani Susan membaca buku," jawabnya terdengar bosan.
"Kenapa kamu tidak pergi ke klinik kecantikan, salon atau apalah yang biasa perempuan lakukan untuk menyegarkan diri?"
Apa?? Aku tidak salah dengar? Dia ini ahli nujum atau paranormal hingga tahu kemauanku??
"B-bolehkah?" tanya Bianca pelan.
"Boleh," ujar pria itu sambil mengeluarkan sejumlah uang untuk Bianca.
"Pakailah uang itu," lanjutnya.
"Baik! Terima kasih!" Bianca berbinar saat itu. Ingin dia peluk pria dingin di hadapannya jika tidak mengingat pria ini akan berubah pikiran kalau mood-nya tidak bagus.
"Kerjakan dulu tugasmu," ujarnya sambil duduk di sofa.
"Iya, iya."
Bianca mengambilkan baju ganti untuk Key, lalu mengambilkannya makan, karena tadi pagi pria itu belum makan pagi. Gadis itu menatap Key senang saat menemaninya di meja makan.
"Kenapa menatapku seperti itu! Kamu suka padaku?"
Tentu tidak!
Gadis itu segera mengalihkan pandangannya dari Key. Pria itu segera menghabiskan makannya lalu menuju ke kamar untuk beristirahat.
"Felix, aku mau istirahat. Antar dia ke klinik langganan, jangan sampai lama-lama. Saat aku bangun, gadis itu harus sudah berada di rumah!"
Yang benar saja Tuan, apa saya tahu berapa jam anda tidur?
"Baik, Tuan."
Bianca segera mengganti bajunya lalu mengikuti Felix dengan ceria. Tak lupa dia melambaikan tangan pada Susan yang saat itu lebih memilih bukunya di ruang baca.
"Selamat bersenang-senang, Kak," gumam Susan.
Mobil melaju dengan pelan, "Felix, apa Tuanmu bisa membaca pikiran orang?" Kalimat itu meluncur saja dari mulut Bianca. Pertanyaan yang tidak jelas!
"Tidak, Nona."
Maksud gadis ini apa sih!
Setelah bertanya, gadis itu bernyanyi-nyanyi sepanjang jalan. Felix menggelengkan kepala dibuatnya.
Dasar perempuan!
Nyala lampu merah menghentikan mobil cukup lama, padahal klinik kecantikan berada dekat lampu merah. Bianca tidak sabar ingin segera sampai.
Seorang anak laki-laki dengan baju yang lusuh membawa karung berjalan di trotoar saat Bianca melihat ke samping mobil. Dia mengais sampah, mengambil botol-botol bekas yang masih bisa dijual ke tukang loak.
Gadis itu tertegun melihatnya, seketika itu dia merenung, mengingat Bu Heri, sekarang anak malang itu. Dua hari ini hatinya terketuk melihatnya.
Sesampainya di klinik, Bianca turun. Lalu bersiap akan masuk ketika anak laki-laki yang dia lihat sudah berada di depan klinik, diusir oleh satpam.
Bianca berpikir sebentar, lalu bergerak menemui anak itu, Felix mencoba menegur gadis itu, kenapa dia tidak masuk ke dalam klinik, malah berjalan ke arah jalan.
Kita tidak punya banyak waktu, Nona. Tolong kerjasamanya.
"Nona," panggil Felix
"Sebentar Felix," ujar Bianca.
Pria itu terpaksa mengikuti Nonanya. Dia melihat Bianca jongkok mengajak bicara seorang anak kumal dengan karungnya yang sedang duduk di pinggir jalan.
"Namamu siapa?"
"Sabri,"
"Kamu sekolah?"
Anak itu mengangguk takut-takut. Berita penculikan memang beredar baru-baru ini.
"Kelas berapa?"
"Lima, Kak." Anak itu mulai sedikit menatap Bianca.
"Apa setiap hari kamu memulung di jalan?"
"Iya, Kak," ujarnya menunduk.
"Apa pekerjaan orang tuamu?"
"Mereka juga pemulung."
Bianca berpikir sejenak, "Dimana rumahmu?"
Dia menunjuk ke arah selatan, tempat sebuah perkampungan, "Di sana Kak, cukup jauh dari sini."
Bianca mengangguk, tidak tega rasanya dia akan menikmati hari sementara ada seorang anak yang harus mengais rejeki di jalan saat hari libur, saat anak lain bisa menikmati liburan bersama keluarga.
Bianca mengambil uang yang diberikan Key, diberikannya sebagian pada anak itu. Felix mengamati dari jauh.
Anak itu berbinar tidak percaya menerimanya, "Makasih, Kak."
"Pulanglah, jangan lupa berikan itu untuk orang tuamu. Semoga bisa berguna untuk membeli bahan makanan pokok ya?"
"Iya, Kak. Pasti akan saya sampaikan pada ibu saya."
Bianca berdiri lalu menemui Felix yang sedang berdiri menunggunya dengan wajah datar.
"Felix, kita pulang saja, aku tidak jadi ke klinik kecantikan."
Pria itu menuruti nonanya.
tapi niatmu jahat.