Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Temani Aku Tidur
Sore hari ketika semua siswa telah pulang dan suasana sekolah perlahan mulai sepi. Hanya ada beberapa siswa yang masih tetap di sekolah karena mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
Begitu pula dengan Elang. Meskipun bukan jadwal kegiatan ekskulnya, tapi dia dengan setia menunggu Ayana.
Elang duduk di salah satu bangku taman sekolah yang berhadapan langsung ke arah lapangan basket. Dipandanginya sosok Ayana yang sedang memberi pelatihan pada murid yang mengikuti ekskul basket.
Ya, selain menjadi guru olahraga, Ayana juga menjadi pelatih dalam kegiatan ekskul basket.
Suara bola yang beradu ke lantai lapangan terdengar menggema di sudut sekolah yang perlahan semakin sunyi. Sinar matahari sore tak menyurutkan semangat para murid yang sebentar lagi akan mengikuti lomba antar sekolah.
"Latihannya cukup sampai di sini. Jangan lupa jaga kesehatan kalian dan juga stamina untuk lomba minggu depan," ucap Ayana pada para murid.
"Baik, Bu."
"Oke, sekarang kalian boleh pulang."
Kegiatan ekskul pun berakhir dan para murid berhamburan keluar dari lapangan basket. Ayana yang menjadi orang paling akhir meninggalkan lapangan, dibuat tersentak saat melihat Elang berjalan menghampirinya.
Ayana menghela nafas berusaha mengabaikan Elang. Dia memalingkan muka dan memasang wajah jutek.
"Mau apa?" tanya Ayana ketus.
Elang tak langsung menjawab, dia membungkukkan badan untuk mengambil bola basket lalu mendriblenya.
"Aku mau nantang, Bu Aya," sahut Elang dengan tangan yang tetap sibuk mendrible bola.
Ayana mendengus, melipat tangan di depan dada, dan menyeringai saat menatap Elang.
"Nantang apa?"
"Aku menantang Bu Aya. Kita main basket dalam waktu tiga puluh menit dan siapapun yang kalah harus menuruti semua perintah si pemenang. Bagaimana?"
Elang menarik ujung bibir membentuk senyuman penuh makna. Sama halnya dengan Ayana yang tersenyum merasa tertarik dengan tantangan Elang.
Dengan tantangan itu, Ayana bisa mengerjai Elang sepuasnya.
"Oke, setuju," Ayana mengatur stopwatch yang selalu dia bawa untuk menunjang pekerjaannya sebagi guru olahraga. "Tiga puluh menit dimulai dari… "
Elang dan Ayana sama-sama mengatakan, "Sekarang."
Kemudian secepat mungkin, Elang mendrible bola menuju salah satu tiang ring di lapangan.
Sedangkan Ayana tentu tidak tinggal diam, dia berusaha merebut bola dari Elang tapi diluar dugaan, ternyata Elang sangat mahir menghindari Ayana.
Elang melompat sekaligus melempar bola ke arah ring yang masuk dengan sangat sempurna.
"Nice," pekik Elang senang.
Ayana mendengus kesal. Sebagai guru olahraga tentu dia tak mau kalah dari muridnya.
Kini bola berada di bawah kuasa Ayana. Dia mendribel dengan satu tangan dan satu tangan lainnya menahan dada Elang agar tidak bisa merebut bola.
Dari jarak yang lumayan jauh, Ayan melempar bola yang melambung tinggi dan akhirnya masuk ke dalam ring.
"Satu sama," ucap Ayana mengingatkan skor sementara pada Elang.
Permainan bola basket pun berlanjut, beberapa kali bola membentur pinggiran ring dan tidak jadi masuk. Namun, kadang pula bola masuk dengan sangat indah ke dalam ring.
Hingga tak terasa skor Ayana dan Elang empat sama.
Peluh telah membanjiri seluruh tubuh Ayana dan Elang. Detak jantung mereka berpacu cepat seiring waktu yang semakin menipis.
Detik-detik penentuan terasa menegangkan bagi sepasang suami istri tak biasa itu.
Ayana berhasil merebut bola dari Elang. Dia mendrible dengan langkah kaki lebar lalu melambungkan bola ke arah ring.
Sesaat bola berputar di atas besi ring sementara stopwatch menunjukan detik-detik terakhir.
Pandangan Ayana dan Elang sama-sama memperhatikan bola yang terus saja berputar sambil masing-masing berharap dalam hati.
"Masuk. Aku mohon masuk," geram Ayana mengepalkan tangan.
"Jangan masuk, bola! Jangan masuk!" Elang juga ikut geram karena bola itu terus saja berputar di atas besi ring.
Sesaat bola masuk ke dalam ring, stopwatch berbunyi tanda waktu telah habis. Lalu bola pun jatuh memantul di lantai lapangan basket yang keras dan panas.
Ayana dan Elang terdiam selama beberapa saat.
Ayana diam karena masih tak percaya dengan apa yang baru terjadi. Rasa geram menyelimuti dirinya.
Andai saja bola itu masuk sebelum stopwatch berbunyi pastilah dia yang akan jadi pemenang. Tapi keberuntungan sedang tidak berpihak padanya.
Sementara Elang terdiam karena dia sangat senang menjadi pemenang dari permainan yang dia buat. Senyum semringah berkambang di bibirnya.
Kemudian dia menoleh pada Ayana yang terlihat geram sekaligus kecewa.
"Aya, aku harap kamu bisa menerima kekalahanmu."
Ayana menarik nafas panjang, berusaha untuk tetap tenang meski di dalam hati dia gejolak amarahnya sedang memuncak.
"Tentu saja."
"Bagus. Sekarang, ayo kita pulang bareng."
Setelah berkemas, Elang dan Ayana pulang bersama dengan menaiki sepeda motor sport berwarna biru tanpa diketahui oleh siapapun karena sekolah sudah sangat sepi.
Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit, mereka sudah sampai di rumah.
Elang duduk sambil menyelonjorkan kaki ke atas meja dan tangan yang diletakan ke sandaran sofa.
"Sekarang turuti semua perintahku, Ay. Aku mau kamu masak dan suapi aku!"
"Apa?" Ayana tercengang akan Elang permintaan itu.
"Ayo, cepat jangan membantah!"
Ayana terpaksa berjalan ke dapur tanpa sempat berganti pakaian apalagi mandi. Agar cepat dan praktis, dia menggoreng ayam yang sudah dibumbui yang tersimpan di kulkas mini.
Tidak butuh waktu lama, Ayana datang dari arah dapur dengan kedua tangan membawa sepiring nasi beserta lauk pauknya. Sedangkan satu tangan lagi membawa segelas air putih.
Ayana duduk di samping Elang dan mulai menyuapi suaminya dengan sangat terpaksa. Bahkan saking ingin cepat selesai, Ayana sampai menjejalkan sendok demi sendok makanan, tak peduli mulut Elang masih penuh.
Setelah acara makan selesai, Elang melepas seragam sekolahnya tepat di hadapan Ayana yang seketika itu langsung membelalakan mata memandang tubuh Elang yang cukup terbilang atletis.
"Kamu mau apa?" tanya Ayana gelagapan.
Bola mata Ayana semakin melebar bersamaan dengan degup jantungnya yang berdetak tak karuan ketika Elang juga melepas celana panjang berwarna abu-abu.
Hanya menyisakan celana bokser hitam, Elang menarik tangan Ayana, membawa wanita itu ke dalam kamar mandi.
Pikiran Ayana pun semakin melalang buana entah kemana. Dia menelan saliva karena melawan rasa gugup yang melanda.
"Kamu mau, Lang? Jangan macam-macam ya?" gertak Ayana.
"Aku cuma minta dimandikan sama kamu," ucap Elang santai serta tersenyum tipis.
"Aku nggak mau," Ayana menolak tegas dan hendak keluar dari kamar mandi.
Tapi secepat kilat, Elang mencekal pergelangan tangan Ayana. Tak ingin membiarkan istrinya itu pergi begitu saja.
"Kamu lupa dengan hasil kesepakatan kita?" Elang menyeringai. "Atau kamu itu memang seorang pecundang yang tidak mau menerima kekalahan?"
Ayana berdecak marah. Tentu saja dia tak mau dikatakan seorang pecundang dan lagi-lagi Ayana terpaksa menuruti perintah Elang.
Dia menyalakan shower dan mulai menyabuni tubuh Elang. Untung saja, Elang tak melepaskan celana bokser yang menutupi gundukan daging diantara paha.
"Sudah," kata Ayana setelah selesai memandikan Elang. Kemudian dia pun langsung keluar dari kamar mandi.
Dengan handuk yang melilit di pinggang, Elang masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil pakaian. Sementara itu, kini giliran Ayana yang mandi karena tubuhnya juga kotor oleh keringat dan debu.
Beberapa saat berlalu dan ritual mandi pun selesai Ayana lakukan. Begitu masuk ke dalam kamar dengan tubuh terbungkus bathrobe, Ayana menjerut kaget saat mendapati Elang yang berbaring di atas ranjangnya.
"Elang, mau apa lagi?" teriak Ayana kesal. "Keluar dari kamarku!"
Elang hanya tersenyum penuh arti. Lalu tangannya menepuk tempat kosong di sampingnya.
"Aya, temani aku tidur!"
Ntar nyesel loooo
Klw Elang anak konglomerat gmn...apa gak bakal minta tlg nyelametin usahanya yg lg sekarat?
Yakin?