NovelToon NovelToon
Drama Cinta Kaki Lima (Rujak Seblak Mesra)

Drama Cinta Kaki Lima (Rujak Seblak Mesra)

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Perjodohan / Romantis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Konflik etika
Popularitas:303
Nilai: 5
Nama Author: Laila ANT

Gunawan, penjual rujak bumbu yang pendiam, dan Dewi, pemilik seblak pedas yang independen, terjebak dalam perjodohan paksa setelah gerobak mereka bertabrakan, menciptakan kekacauan di lapak. Warga, di bawah arahan Pak RT, menghukum mereka dengan pernikahan untuk menjaga reputasi lapak. Awalnya, mereka sepakat untuk menjalani 'kontrak pacaran palsu', penuh kecanggungan dan konflik komedi. Namun, seiring waktu, serangkaian tantangan publik—mulai dari "Love Brigade" yang selalu mengawasi, drama keluarga, hingga sabotase pesaing—memaksa mereka bekerja sama. Tanpa disadari, sandiwara tersebut mulai menumbuhkan perasaan nyata, hingga akhirnya mereka harus memutuskan apakah akan tetap berpegang pada janji palsu atau jujur pada hati mereka, yang berarti menghadapi konsekuensi dari komunitas yang pernah memaksa mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laila ANT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Adegan Romantis Tak Terduga

"Bersama apa?" Dewi mendengus, kembali mengoleskan cat dengan kasar.

"Bersama menghabiskan enam bulan ini, lalu bubar jalan? Tidak ada yang 'bersama' dalam jangka panjang di sini, Gunawan. Aku sudah punya rencana hidupku sendiri."

Tiba-tiba, saat Dewi mengayunkan kuasnya terlalu bersemangat, kakinya tersandung ember cat yang tadi Gunawan geser sedikit. Tubuhnya oleng, dan ember cat hijau itu nyaris tumpah ke arahnya, tepat mengenai wajahnya.

"Awas, Wi!"

Gunawan bereaksi cepat, seperti kilat. Ia menjatuhkan kuasnya, melompat ke arah Dewi, dan dengan satu tangan menarik pinggang Dewi agar tidak jatuh, sementara tangan yang lain menahan ember cat agar tidak tumpah.

Tubuh mereka bertabrakan, menempel erat untuk beberapa detik. Aroma pedas Dewi, kali ini bercampur bau cat, memenuhi indra Gunawan. Jantungnya berdebar kencang, bukan karena ketakutan, melainkan karena kedekatan yang tiba-tiba itu.

Warga lapak yang tadinya asyik mengobrol, langsung hening. Mata mereka semua terpaku pada Gunawan dan Dewi yang kini berdiri sangat dekat, seolah berpelukan. Ember cat yang nyaris tumpah kini stabil di tangan Gunawan, tapi cat hijau sudah sedikit menempel di hidung Dewi.

Dewi terkesiap, terkejut dengan kecepatan reaksi Gunawan. Ia bisa merasakan lengan Gunawan yang kokoh di pinggangnya, sentuhan yang tak terduga, tak direncanakan, dan... anehnya, terasa aman. Untuk sesaat, semua keraguan dan kemarahannya menguap.

Hanya ada Gunawan, yang menatapnya dengan mata khawatir, dan perasaan hangat yang menyebar di dadanya. Momen kecil itu, di tengah keramaian dan sandiwara, terasa begitu nyata.

"Kau... kau tidak apa-apa?" Gunawan bertanya, suaranya agak serak. Ia masih memegang ember cat, dan tangannya masih melingkari pinggang Dewi.

Dewi menggeleng pelan, wajahnya memerah.

"Aku... aku tidak apa-apa." Ia perlahan menjauhkan diri dari Gunawan, tapi kontak mata mereka masih terkunci.

"Wah, wah, wah!" Suara Bu Ida memecah keheningan, dan Gunawan serta Dewi sontak tersadar bahwa mereka sedang jadi tontonan.

"Lihat itu! Gunawan sigap sekali! Calon suami idaman!"

"Iya, Bu! Langsung dipeluk begitu! Romantisnya!" Bu Marni menimpali.

"Itu tandanya cinta sejati, Bu Ida! Refleksnya tidak bisa bohong!" Bu Tuti menambahkan.

Warga mulai berbisik-bisik, senyum-senyum simpul. Mereka baru saja menyaksikan interaksi yang jauh lebih alami dan tulus daripada semua "ulasan mesra palsu" dan "tatapan cinta" yang dipaksakan. Keraguan mulai muncul di benak mereka: Jangan-jangan mereka memang beneran ada rasa?

Gunawan cepat-cepat meletakkan ember cat dan mengambil kuasnya lagi, wajahnya memerah karena malu.

Dewi juga pura-pura sibuk mengecat, tapi ia bisa merasakan tatapan Gunawan yang sesekali mencuri pandang ke arahnya. Perasaan aman itu masih berlama-lama di dadanya, seperti sisa kehangatan setelah minum seblak pedas di hari hujan.

"Hidungmu, Wi," Gunawan berbisik pelan, menggaruk telinga kirinya.

"Ada cat hijau."

Dewi menyentuh hidungnya, lalu melihat jarinya yang kini berwarna hijau. Ia menghela napas, lalu menatap Gunawan, seolah bertanya,

'Sekarang bagaimana?'

Gunawan melihat sekeliling, mencari tisu atau kain bersih, tapi tidak ada. Ia merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan saputangan lusuh yang biasa ia gunakan untuk mengelap keringat. Saputangan itu sedikit kotor, bekas keringat dan mungkin sedikit noda bumbu rujak.

"Sini," kata Gunawan, ia mendekat, mengabaikan tatapan mata Love Brigade yang kini mengawasi dengan intens.

Ia mengangkat tangannya, dengan lembut mengusapkan saputangan kotornya ke hidung Dewi, mencoba menghapus noda cat hijau itu. Jari-jarinya menyentuh kulit Dewi yang halus, membuat Gunawan merasakan sengatan listrik kecil.

Dewi terdiam, membiarkan Gunawan membersihkan hidungnya. Tatapan mereka bertemu lagi. Ada momen keheningan, di mana semua suara di lapak seolah menghilang, hanya menyisakan mereka berdua.

"Aduh! Lihat itu! Lihat itu!" Tiba-tiba suara melengking Bu Ida memecah momen. Ia berdiri, bertepuk tangan dengan heboh.

"Gunawan! Memberikan saputangan pribadinya! Itu tanda cinta yang sangat mendalam! Itu artinya Gunawan siap membersihkan segala kotoran dalam hidup Dewi! Romantis sekali!"

Bu Marni dan Bu Tuti langsung mengangguk-angguk setuju, mata mereka berkaca-kaca terharu.

"Betul, Bu Ida! Saputangan itu, simbol kesetiaan! Simbol pengorbanan!" seru Bu Tuti.

Gunawan dan Dewi tersentak. Mereka saling menatap, Gunawan dengan wajah panik, Dewi dengan mata terbelalak kaget. Ia hanya ingin membersihkan cat!

Bu Ida, dengan wajah berseri-seri, langsung mendekati mereka berdua.

"Baiklah, baiklah! Kalau begitu, Love Brigade sudah mengambil keputusan! Karena chemistry kalian sudah semakin kuat, dan kalian sudah menunjukkan cinta yang begitu mendalam, maka..."

Bu Ida memegang ponselnya, seolah akan membuat pengumuman penting.

"...kami akan menjadwalkan 'Kencan Wajib' pertama kalian! Malam Minggu besok! Kalian harus kencan berdua, tanpa pengawasan Love Brigade, tapi... harus bikin laporan lengkap tentang apa saja yang kalian lakukan! Dan ingat, harus romantis! Biar netizen yang julid itu tahu, kalau kalian itu memang ditakdirkan bersama!" Bu Ida mengakhiri kalimatnya dengan nada penuh kemenangan, tangannya mengepal di udara.

Gunawan merasakan jantungnya mencelos ke perut.

Kencan wajib? Malam Minggu? Di mana? Ia melirik Dewi yang tampak membatu, wajahnya pucat. Ini benar-benar di luar dugaan.

"Tapi, Bu Ida," Gunawan memberanikan diri.

"Kencan itu kan harusnya privasi, Bu. Romantis, berdua saja."

"Justru itu!" Bu Ida mengibaskan tangannya.

"Kencan itu untuk melatih kalian jadi mandiri! Tapi laporannya harus jelas. Dan kalian akan kencan di... Grand Launching Panci Serba Guna Makmur Jaya!"

Gunawan nyaris tersedak ludahnya. Launching panci? Kencan? Ia membayangkan dirinya dan Dewi berpose mesra di samping etalase panci anti lengket, lalu saling menyuapi bakwan.

Horor.

Dewi mendengus.

"Launching panci? Bu, itu kan acara jualan, bukan kencan! Kami disuruh beli panci kredit?"

"Bukan cuma jualan, Dewi!" Bu Marni menyahut, matanya berbinar.

"Itu simbol rumah tangga yang harmonis! Panci itu kan wadah cinta! Nanti kalian harus menunjukkan ketertarikan pada peralatan dapur, seolah-olah kalian sedang merencanakan rumah tangga idaman!"

"Dan ingat," Bu Tuti menambahkan,

"ada makanan promosi gratis! Kalian harus saling menyuapi! Biar mesra!"

Gunawan dan Dewi saling pandang, tatapan mereka berteriak,

'Ini neraka!'

*

Malam Minggu tiba seperti eksekusi yang tak terhindarkan. Gunawan sudah rapi dengan kemeja batik lusuh yang ia pinjam dari ayahnya, sementara Dewi mengenakan blus sederhana namun tetap menawan. Mereka berdua berjalan gontai menuju aula kelurahan yang disulap menjadi tempat Grand Launching Panci Serba Guna Makmur Jaya. Lampu neon terang benderang menyinari deretan panci dan wajan mengkilap yang dipajang rapi. Aroma masakan promosi—entah apa itu—tercium samar, bercampur bau plastik baru.

"Ini kencan, Gunawan?" Dewi berbisik, nadanya sinis.

Mata nya menelisik ke sekeliling, otak nya berpikir sepersekian detik.

"Ini lebih seperti...."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!