Rumah tangga yang baru dibina satu tahun dan belum diberi momongan itu, tampak adem dan damai. Namun, ketika mantan istri dari suaminya tiba-tiba hadir dan menitipkan anaknya, masalah itu mulai timbul.
Mampukah Nala mempertahankan rumah tangganya di tengah gempuran mantan istri dari suaminya? Apakah Fardana tetap setia atau justru goyah dan terpikat oleh mantan istrinya?
Ikuti kisahnya yuk.
IG deyulia2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Unek-unek Nala
Dana keluar dari kamar meninggalkan Nala yang masih emosi dan terisak sisa tangisnya tadi.
Dia cukup menyesal kenapa mama dan papanya harus membicarakannya yang masih ingin kembali pada Devana, dan diketahui Nala?
"Kenapa mama dan papa harus membicarakan hal itu pada saat Nala ada di sana? Nala jadi salah paham dan menduga kalau aku menikahinya hanya sebagai pelarian. Ya Allah, mengapa semua harus menjadi rumit seperti ini?" lamun Dana mengusak rambutnya kasar.
***
Besoknya, Nala sudah berpakaian rapi. Dia akan pergi ke toko. Demamnya kini sudah sembuh. Tapi, rasa mual itu masih sempat ia rasakan, tapi hanya diawal pagi. Dan Nala menganggap mualnya ini karena sakit mag.
"Kamu mau ke toko? Biar mas antar," tahan Dana.
"Tidak usah, Nala tidak mau menyusahkan orang lain," ujarnya seraya berjalan menuruni tangga.
"Aku bukan orang lain, aku suami kamu, Nala. Kenapa bicaranya seperti itu, kamu jangan bicara sembarangan," sergah Dana tidak suka.
"Karena sebentar lagi juga kita akan menjadi orang lain, kan, Mas? Lagipula mama dan papa Mas Dana memang tidak pernah menyukai Nala yang kata mereka kekanak-kanakan."
"Mereka menyukai Mbak Devana yang sempurna dan keibuan, terlebih profesinya sebagai Pengajar. Sungguh sempurna untuk jadi menantu mereka...meskipun pernah mengkhianati Mas Dana, tapi Mbak Devana tetap kebanggaan Mama Diana," lanjut Nala sinis.
"Tidak. Jangan seperti itu bicaranya, Sayang...." kilah Dana sambil meraih lengan Nala, tapi Nala cepat menghindar.
"Lho, ada apa ini? Kalian bertengkar lagi? Kenapa lagi dengan istrimu Dana?" Tiba-tiba Bu Diana dan Pak Damar sudah berada di depan pintu ruang tamu, mau tidak mau mereka melihat pertengkaran Nala dan Dana di pagi itu.
Nala terkejut, tapi dia kembali biasa lagi, justru inilah saatnya dia mengatakan unek-uneknya di depan ibu mertuanya.
"Mama, Papa." Dana menyambut Bu Diana dan Pak Damar, begitupun Nala. Meskipun ibu mertuanya masih terlihat kurang suka padanya, tapi Nala masih berusaha hormat padanya.
"Ada apa lagi Dana? Pagi-pagi istrimu sudah ngomel-ngomel? Mentang-mentang sudah sembuh dari demamnya. Padahal baru kemarin pingsan, tapi lihat pagi ini sudah ngomel-ngomel, bikin nggak betah Dana saja," celoteh Bu Diana sembari menoleh ke arah Nala yang merengut, karena ia tidak suka dengan kata-kata mertuanya.
"Tidak apa-apa, Ma." Dana berkelit.
"Tidak apa-apa gimana, barusan istrimu berbicara dengan kencang," tukas Bu Diana tidak suka dengan Nala yang ketahuan berbicara kencang saat bertengkar tadi dengan Dana.
"Iya, Ma, benar kata Mama, Nala memang berbicara kencang sama Mas Dana. Nala hanya menegaskan bahwa hubungan pernikahan antara Nala dan Mas Dana sebentar lagi akan berubah dan kita akan menjadi orang lain."
"Maka dari itu barusan saat Mas Dana ingin ngantar Nala ke toko, Nala mencegahnya karena Nala tidak mau menyusahkan orang lain. Mas Dana menikahi Nala karena sebatas pelarian seperti yang pernah mama bincangkan sama papa sewaktu kami menginap di rumah mama dan papa."
"Apa-apaan sih kamu ini? Mengungkit hal yang sudah berlalu. Sikap ambekanmu itu selalu saja kamu gunakan di setiap kesempatan. Bagaimana aku mau suka sama kamu kalau kamu seperti ini?" tukas Bu Diana semakin menambah sakit hati Nala.
"Nala, sudah tahu, Mama memang sejak awal tidak menyukai Nala. Mama lebih mengharapkan Mas Dana kembali dengan mamanya Raina meskipun dia pernah berselingkuh di belakang Mas Dana, yang penting dia berprofesi Guru, kan?"
"Dan sekarang saat Mas Dana memiliki ekonomi bagus, Mbak Devana hadir kembali dengan mendekatkan Raina. Kalau memang alasannya benar Raina, kenapa tidak dari dulu saja Raina didekatkan dengan Mas Dana sebagai papanya? Kenapa baru sekarang saat Raina sudah mulai pandai dipengaruhi Mbak Devana?" lawan Nala tanpa gentar, meskipun suaraya terdengar bergetar.
"Ya ampun, lihat, berani benar istrimu bicara di depan kami mertuanya," sela Bu Diana sambil menggeleng kepala.
Nala tidak peduli, ia justru melanjutkan unek-uneknya.
"Nala hanya bicara fakta, Ma. Terserah jika Mama atau Papa menganggap Nala berani. Mama dan Papa harusnya sadar, kalau sikap Raina itu, justru karena pengaruh buruk Mbak Devana."
"Mbak Devana sengaja mendekati Mas Dana, dengan dalih Raina. Padahal dia berusaha untuk menggoda Mas Dana," lanjutnya berapi-api.
"Sayang, sudah dong. Aku sama sekali tidak punya pikiran ke arah sana. Urusan kami hanya Raina saja," ujar Dana mencoba meredam emosi Nala yang menyala-nyala.
Tapi, Nala tidak berhenti di situ.
"Kalau Mama dan Papa mau tahu, seperti apa sebenarnya mantu idaman kalian. Dia kemarin sengaja mendatangi toko."
Bu Diana dan Pak Damar serta Dana terkejut dan penasaran dengan pengakuan Nala, kalau kemarin Devana menemuinya di toko.
"Serius, Devana ke toko. Apa yang dia lakukan di sana?" Dana terkejut dan penasaran, apa yang Devana lakukan kemarin di toko kecantikan Nala.
"Dia datang, hanya untuk mengata-ngatai Nala, kalau Nala perempuan mandul. Mungkin karena itulah Mama tidak suka dengan Nala." Nala diam sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Bahkan yang lebih menyakitkan lagi, Mbak Devana berani menantang untuk merebut Mas Dana dari aku. Mulutnya juga sangat kotor, dia sampai katakan kalau Nala tidak dinikahi Mas Dana, maka Nala akan jadi gembel di depan diskotik lalu menjaja tubuh di sana," lantangnya.
"Semua bukti perkataan dan hinaan kotornya, ada di sini. Nala rekam. Lihat saja, apa yang akan Nala lakukan atas penghinaannya," pungkasnya dengan wajah penuh emosi.
Bu Diana dan Pak Damar saling tatap.
"Sungguh, dia katakan itu sama kamu?" cetus Dana masih belum yakin.
"Terserah Mas Dana mau percaya atau tidak. Nala tidak butuh kepercayaan kalian. Nala juga tidak peduli lagi apabila Mas Dana atau Mama mau pungut kembali Mbak Devana jadi istri dan menantu. Tapi, ingat. Selesaikan dulu hubungan rumah tangga kita. Nala rela mengalah, daripada selama jadi istri dan menantu tidak pernah merasa dianggap," tandasnya lepas.
Dana dan kedua orang tuanya melongo bersamaan. Mereka tidak menyangka, Nala pagi ini begitu meluapkan emosinya, tanpa ditahan lagi.
Setelah mengungkapkan semua isi hatinya, Nala merasa lega. Walau setelahnya ia menangis.
Nala bergegas meninggalkan kediaman Dana tanpa menoleh lagi. Ia tidak peduli disebut menantu tidak tahu diri atau apapun itu. Yang penting unek-uneknya sudah dia ungkapkan.
"Nala, tunggu." Dana bermaksud mengejar, tapi Pak Damar mencegah.
"Istrimu sedang emosi, biarkan dulu dia sendiri dan menenangkan diri," ujar Pak Damar.
"Tapi, Pa. Dana tidak mau kehilangan yang kedua kali, walau misalnya mama dan papa tidak menyukai Nala, tapi Dana mencintai Nala. Mama salah kalau Dana ingin kembali pada Devana. Dana hanya pernah berkata seandainya kami bersama kembali, itu hanya demi Raina, dan bukan karena Dana masih mencintai Devana," ungkap Dana penuh emosi.
Bu Diana dan Pak Damar saling lempar pandang. Beberapa saat mereka terlihat menyesal satu sama lain.
Sementara itu Nala yang tadi pergi dengan berurai air mata, kini dengan mantap akan menuju sebuah sekolah di mana Devana mengajar. Nala tidak akan tinggal diam. Jika Devana mampu menghinanya, maka laporan ke dewan sekolah adalah jalan terbaik untuk melaporkan perlakuan Devana terhadapnya.
kuncinya dana harus tegas dan mertua g ikut campur
bener2 mertua jahat bisa2nya GK bisa bedain mana wanita terhormat dan wanita bar2.