Demi menikahi wanita yang dicintainya, Arhan Sanjaya mengorbankan segalanya, bahkan rela berhutang banyak dan memenuhi semua keinginan calon mertuanya. Terbelenggu hutang, Arhan nekat bekerja di negeri seberang. Namun, setelah dua tahun pengorbanan, ia justru dikhianati oleh istri dengan pria yang tak pernah dia sangka.
Kenyataan pahit itu membuat Arhan gelap mata. Amarah yang meledak justru membuatnya mendekam di balik jeruji besi, merenggut kebebasannya dan semua yang ia miliki.
Terperangkap dalam kegelapan, akankah Arhan menjadi pecundang yang hanya bisa menangisi nasib? Atau ia akan bangkit dari keterpurukan, membalaskan rasa sakitnya, dan menunjukkan kepada dunia bahwa orang yang terbuang pun bisa menjadi pemenang?
Karya ini berkolaborasi spesial dengan author Moms TZ.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04. Vonis untuk Arhan
.
Arhan digiring menuju ruang sidang. Dinginnya borgol di tangan seperti hatinya yang beku. Sampai di ruang sidang, tatapan sinis dan bisikan-bisikan tajam menyambutnya. Membuatnya merasa seperti seorang pesakitan yang sudah divonis bersalah sebelum persidangan dimulai.
Sidang dimulai dengan pembacaan dakwaan. Arhan didakwa dengan penganiayaan berat terhadap Fadil Ramdani.
"Terdakwa telah melakukan tindakan yang sangat kejam. Akibat perbuatannya, korban mengalami luka serius dan trauma mendalam." Jaksa yang dibayar oleh Fadil, menuding Arhan dengan lantang.
Arhan hanya bisa mengepalkan tangannya, menahan amarah yang bergejolak dalam dadanya. Semua tuduhan itu adalah konspirasi untuk menjebaknya. Tapi ia tak mampu membantah. Andaikan saja Dia memiliki bukti perselingkuhan antara Nurmala dan Fadil...
Saksi-saksi untuk membela Fadil dan Nurmala, maju satu per satu, memberikan kesaksian yang memberatkan Arhan.
"Arhan itu orangnya memang suka main tangan. Dulu, Nurmala sering cerita kalau dia dipukul dan diancam," kata ibu Nurmala dengan air mata yang dibuat-buat.
"Saya juga pernah lihat sendiri, Arhan marah besar dan membanting barang-barang di rumah. Dia itu orangnya memang nggak bisa mengendalikan emosi," timpal adik Nurmala, menambahkan bumbu dalam kesaksiannya.
Bahkan kesaksian dari orang-orang yang mengaku sebagai tetangga Arhan dan Nurmala juga menyuarakan hal yang sama. Arhan menggelengkan kepala, dia bahkan tak mengenal orang-orang itu. Sudah bisa dia tebak, itu pasti orang-orang yang dibayar oleh Fadil.
"Itu semua bohong! Saya tidak pernah melakukan kekerasan seperti yang mereka katakan," bantah Arhan dengan nada dingin.
Namun, bantahannya tenggelam dalam riuhnya ruang sidang. Hakim ketua hanya mengetuk palu, meminta Arhan untuk tenang dan menghormati persidangan.
"Yang Mulia, kami menduga ada rekayasa dalam kasus ini. Keterangan saksi-saksi sangat subjektif dan tidak bisa dijadikan dasar untuk menghukum terdakwa,"
Pengacara yang disiapkan untuk Arhan mencoba membela kliennya dengan mengajukan sejumlah argumen. Ia mempertanyakan motif keluarga Nurmala, serta keabsahan bukti visum yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
Namun, semua upaya pembelaan itu seolah sia-sia. Hakim ketua tampak tidak terpengaruh, dan terus mencecar Arhan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak.
Di tengah persidangan yang semakin memojokkan dirinya, Arhan merasa sendirian dan dikhianati oleh semua orang. Ia tidak tahu lagi, bagaimana cara membuktikan kebenaran dan membersihkan namanya.
Pada akhirnya, pria itu hanya bisa pasrah ketika dirinya dijatuhi hukuman kurungan selama tiga bulan dan diwajibkan membayar denda sebesar lima belas juta Rupiah.
Arhan mengepalkan tangannya erat, rahangnya mengeras, dan matanya menyorot tajam. Kini, pria dua puluh tujuh tahun itu hanya bisa pasrah ketika dirinya dibawa oleh petugas lapas.
Saat melewati Nurmala dan Fadil, Arhan hanya diam tanpa kata. Matanya menatap lurus ke depan. Seolah Nurmala dan Fadil adalah makhluk astral yang tak terlihat olehnya.
"Bagaimana perasaanmu sekarang, Mas?" bisik Nurmala dengan nada mengejek. "Selamat menikmati hidupmu di hotel prodeo, ya,” tambahnya.
Namun, Arhan tetap diam, tidak terpengaruh oleh ucapan bernada provokatif mantan istrinya. Melihat wajah Nurmala membuatnya muak. Api seketika menyala dalam hatinya.
Arhan menghentikan langkahnya, ketika Nurmala masih saja berusaha untuk memprovokasi dirinya. Pria itu menoleh tanpa kata, sorot matanya datar, lalu tanpa diduga oleh Nurmala…
Cuih…
Arhan meludah tepat mengenai wajah Nurmala yang selalu dirawat dengan skincare mahal.
Setelah melakukan itu, Arhan melanjutkan langkahnya. Begitu tenang, begitu sunyi, seolah tidak baru saja melakukan perbuatan tercela. Namun, tanpa siapapun tahu, seringai tipis tersungging di sudut bibirnya.
"Aaahhh... dasar Arhan si*alan!" Nurmala berteriak keras, wajahnya merah padam karena malu dan marah. Dengan kesal Nurmala mengambil tisu basah dari tasnya dan mengelap wajahnya, membuat riasannya luntur seketika.
"Lihat saja, apa yang bisa aku lakukan padamu, Arhan! Aku pastikan kamu akan menjadi miskin dan menangis di bawah kakiku," ucap Nurmala dalam hati, penuh dendam.
Melihat itu, Fadil menarik tangan Nurmala seraya berujar, "Ayo, kita pergi dari sini! Jangan sampai malah kita yang jadi bahan pembicaraan orang. "
Nurmala mengangguk."Ya sudah, lebih baik kita segera pulang. Aku sudah tidak sabar menggeledah rumah Arhan itu," bisiknya di telinga Fadil.
Pasangan tidak halal itu melenggang pergi dari pengadilan, dengan perasaan gembira karena telah berhasil membuat Arhan mendekam di balik jeruji besi.
:
Arhan tiba di sel tahanan. Dengan wajah datar dan tatapan mata yang dingin, dia memasuki ruangan yang berukuran empat kali tiga meter. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, seolah memetakan tempat yang akan menjadi rumah sementaranya selama masa kurungan. Kehadirannya memicu rasa ingin tahu tiga orang penghuni sel lainnya.
Salah seorang dari mereka, seorang pria tua, bertanya dengan suara yang berat, "Anak muda, apa yang kau lakukan sehingga kau berada di sini?"
"Menghajar orang," jawab Arhan singkat, tanpa ekspresi.
Salah seorang penghuni sel yang lain tergelak keras, "Hahahaha... Tanggung amat cuma menghajar, kenapa tidak sekalian kau buat 'kekkk' saja?" Pria itu memperagakan gerakan tangannya, seolah menebas leher.
Yang lain pun bertanya, "Memangnya apa yang dia lakukan sampai kau menghajarnya?"
"Berselingkuh dengan istriku." Arhan memberikan jawaban yang singkat lagi.
Suasana ruangan yang tadinya sedikit berisik, mendadak berubah menjadi sunyi dan tegang. Mereka saling menatap tanpa kata. Ruangan sederhana, yang hanya ada tikar plastik serta bantal tipis itu, terasa makin dingin. Tidak ada lagi yang bersuara, mereka sibuk dengan pikiran masing-masingi.
:
Malam harinya, Nurmala dan Fadil tiba di rumah Arhan. Sengaja mereka datang ke sana malam hari agar tak ada tetangga sekitar yang tahu.
Nurmala memasuki rumah yang tak sempat dikunci Arhan ketika tiba-tiba polisi muncul beberapa hari lalu. Wanita itu langsung menuju ke kamarnya, bermaksud mengambil surat-surat penting, yang semua sudah atas nama dirinya.
"Untung pria bodoh itu tidak kepikiran untuk menyimpan surat-surat ini,” ucap Nurmala lega.
Sementara itu di ruang tamu, Fadil memeriksa tas selempang milik Arhan yang tergeletak di meja. Matanya terbelalak saat menemukan handphone dengan logo apel digigit dan dompet milik Arhan. Ia mencoba membuka handphone, tetapi gagal karena menggunakan kunci sidik jari.
Lalu, ia beralih ke dompet dan membukanya. Dia pun tersenyum lebar saat melihat beberapa uang merah dan biru di dalamnya. Tampaknya Arhan telah merupiahkan uangnya sebelum pulang. Fadil tersenyum miring, dengan uang itu dia bisa memuluskan rencananya.
Nurmala keluar dari kamar dengan tasnya yang sekarang berisi surat-surat penting. Matanya berbinar saat melihat Fadil, yang tersenyum-senyum sendiri sambil memegang uang merah.
"Wah, banyak sekali uangnya, Mas!" seru Nurmala, antusias. "Kita bisa shopping, jalan-jalan, dan makan enak di restoran mewah!"
Fadil menyentil kening Nurmala lalu berkata, "Jangan pikirkan jalan-jalan dulu. Uang ini kita gunakan untuk mengurus perceraian kamu dengan Arhan."
"Sebelum dia keluar penjara, kamu harus sudah berubah status. Dengan begitu, semua harta Arhan bisa menjadi milikmu sebagai gono-gini," tambah Fadil.
Nurmala yang semula cemberut sambil memegangi keningnya, ini wajahnya berbinar. Wanita itu mengangguk setuju. "Lalu handphone ini bagaimana? Apa sebaiknya kita jual saja? Toh kita tidak bisa menggunakannya," ucapnya dengan kesal.
"Nanti kita pikirkan sambil jalan, yang penting sekarang, kita pergi ke pengadilan agama."
Nurmala mengangguk, kemudian keduanya meninggalkan rumah.
Gusti mboten sare...
orang tua macam apa seperti itu...
membiarkan anaknya melakukan dosa...🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️
bukan malah menyalahkan org lain..
wah..minta dipecat dg tidak hormat nih istri...