NovelToon NovelToon
Kutu Buku Mendapatkan Sistem

Kutu Buku Mendapatkan Sistem

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Sistem
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: jenos

Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.

Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.

Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?

Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 17

Jansen merasa salah tingkah. "Tapi, aku belum pernah datang ke rumahmu, dan aku

Juga belum pernah hadir di acara ulang tahun.

Aku takut justru akan mengganggu pesta."

Di tengah gugupnya, ia mengambil gelas, menyeruput susu, dan mengunyah roti bakar.

Marissa meraih tasnya, mencari undangan yang tertinggal. Menyadari dia tak membawa undangan tersebut, Marissa pun mengambil pena dan kertas, menuliskan alamat, lalu menyerahkannya pada Jansen.

"Datanglah pukul 20:30 ke alamat ini!" tegasnya sambil tersenyum. Sebelum meninggalkan kantin, Marissa melambaikan tangan dan berkata, "Sampai jumpa, Jansen!"

Jansen menatap punggung Marissa yang menjauh dengan perasaan yang bercampur aduk: tak percaya, berdebar, dan haru.

Jansen menuntaskan makanannya dengan cepat lalu membayar tagihan itu.

Kemudian, dia segera menuju ke Toilet. Tetapi, belum sempat memasukinya, tiga orang datang menghadang jalan. Jansen menyadari bahwa takdir memang membawa konflik ini padanya, namun ia enggan berkonfrontasi di Kampus, agar namanya tetap terjaga dari celaan.

"Hei, mau kemana kamu pergi?" teriak Anto menghentikan langkah Jansen yang berusaha menghindari masalah. Wajah Jansen sontak terlihat murung.

Jansen menahan emosinya, lalu berbalik badan dan mengaduk isi hatinya, "Apa yang kalian inginkan? Benarkah aku menghambat jalan hidup kalian dengan kehadiranku di sini?"

"Anak ini berani juga ya, bikin gue emosi!" Yandri tak kuasa menahan amarahnya dan

Langsung mengayunkan tinju, hendak menghajar Jansen. Anto sigap menahan tubuh Yandri agar situasi tak semakin memanas, apalagi jalanan menuju Toilet tampak tidak sepi.

"Bukan di sini! Kalau berani, naik ke atas gedung, di lantai paling atas," tantang Dony, bersorak padamu.

Keadaan mendalam dalam detik yang seolah-olah berjalan lambat. Keringat mengalir membasahi punggung Jansen, tangan dan kaki terasa gemetar ingin memukul mereka bertiga dan memberitahu ketiganya bahwa dia bukan pecundang yang bisa di aniaya sesuka hati. Tanpa pilihan, tiga pria itu pun segera menuju puncak gedung universitas menggunakan tangga, sementara dunia kecil mereka bergemuruh penuh kebencian dan guncangan.

Banyak pasang mata yang menyaksikan dan mendengarkan apa yang terjadi. Percikan api menyebar saat pemantik dinyalakan. Dalam sekejap, kabar itu merebak ke seluruh penjuru Universitas. Di zaman yang serba

Canggih ini, segalanya menjadi begitu mudah.

Jansen berjalan di belakang ketiga orang itu dengan langkah pasti, membawa tas di

punggungnya.

"Dia benar-benar mengikuti kita dari belakang!" Anto terkejut. Jansen dikenal sebagai pribadi yang tidak seperti ini. Bahkan saat mereka menculik dan membuangnya ke kereta api, sikapnya masih wajar. Namun, seolah-olah bangkit dari kematian, Jansen berubah tak kenal takut.

"Sepertinya dia sudah melupakan rasa sakit yang diberikan bos padanya dulu," Yandri mencemooh.

Sementara itu, Dony tak bicara sepatah kata pun. Dia tidak ingin berspekulasi lebih jauh. Diam-diam, Dony menoleh ke belakang dan menatap intens ke arah Jansen yang melangkah mantap dengan tekad yang kuat.

"Bagus, kamu memang seorang lelaki sejati. Aku puas melihat keteguhan hatimu. Sudah kukatakan sebelumnya, jauhi Lorenza.

Namun, kamu tetap nekat mendekatinya. Kau kira kesabaranku tak terbatas? Bersyukurlah kau masih hidup. Aku bisa menghancurkanmu, bahkan keluargamu. Jadi, jangan coba menggagalkan ambisiku. Mengerti?" Dony marah, tatapannya tajam menatap Jansen, langkahnya mendekati pemuda itu hingga jarak keduanya hanya beberapa senti saja.

Dony mengejek sambil menggenggam kerah baju Jansen, namun, apa yang dilakukan oleh Jansen benar-benar di luar dugaannya. Ketakutan tak tampak di mata Jansen yang menatap balik Dony. Itu bukan sorot mata pecundang seperti dulu.

Jansen menegakkan posisi tubuhnya, menjatuhkan tas ke lantai dan dengan gerakan kilat, ia mencengkram pergelangan tangan Dony. Tekanan yang diberikan oleh Jansen membuat wajah Dony berubah menjadi murka, namun semakin kesal. Awalnya, rasa sakit belum begitu terasa, namun, lama-kelamaan cengkraman itu seolah menjadi cakar elang yang menyakitkan. "Jangan

Padamu lagi," bisik Jansen

, nada suaranya tegas dan penuh keberanian.

Jansen mengangkat sedikit kedua tangan Dony yang dicengkramnya hingga Dony berteriak kesakitan. "Akh!" Jeritan itu seolah memecah kesunyian dan membuat Yandi maupun Anto bergegas .

Dengan penuh keberanian, mereka berdua berdiri di samping Jansen dan langsung melancarkan tendangan mematikan. Namun, seakan sudah mengantisipasi serangan tersebut, Jansen tiba-tiba melompat cukup tinggi dan menendang mereka lebih dulu.

Beng!

Keduanya terdorong ke belakang sekitar tiga meter, terhempas di lantai dengan keras.

Yandi bahkan sempat terjungkir balik tubuhnya. Sebagai seseorang yang awalnya tidak memiliki kemampuan bertarung sama sekali, Yandi merasa keberaniannya muncul seiring ia mengikuti Dony dalam situasi sulit

Jansen menyeret Dony ke tepi gedung tinggi dan memperlihatkan betapa keberanian.

"A-apa yang hendak kamu lakukan?" tanya Dony dengan suara bergetar akibat rasa takut dan gugup yang menyelimuti dirinya. Ia sadar, melakukan gerakan berlebihan saat ini bisa menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Namun, ia juga yakin bahwa Jansen tidak akan berani melakukan tindakan nekat itu.

Dengan senyum misterius dan suara yang dingin, Jansen berkata, "Aku bisa saja membunuhmu." Ucapan itu seolah membekukan darah dalam urat nadi Dony, membuat hatinya berdebar lebih kencang dan nafasnya tersengal-sengal.

Jansen tiba-tiba menendang Dony dengan brutal. Dony terpental jauh lima meter, bagian perutnya terasa seolah baru saja ditabrak kereta api. Bahkan ada jejak darah yang keluar perlahan dari mulutnya, menandakan bahwa tendangan itu memang sangat kuat. Dony begitu terkejut dengan kejadian ini, ia tidak

Malam itu, ia masih ingat dengan jelas betapa ia menginjak kaki Jansen hingga terdengar suara patahan tulang. Namun entah mengapa, kaki itu kini tampak sangat kuat dan mampu menghasilkan tendangan yang begitu dahsyat. Jansen mendekati Dony dengan langkah penuh niat buruk, ingin memberikan pelajaran lebih lanjut.

Namun, tiba-tiba sebuah teriakan menggema dari arah belakang. "Dony, hentikan!" Suara itu telah terdengar jelas, namun sosok yang mengeluarkan suara itu belum muncul.

Suara itu ternyata adalah suara Lorenza, gadis yang didekati Dony. Ia merasa panik ketika mendengar kabar bahwa Dony dan Jansen terlibat konflik. Lorenza tidak tahu tentang kejadian yang menimpa Jansen sebelumnya yang sebenarnya adalah ulah Dony.

Seandainya Lorenza mengetahui hal tersebut, mungkin dunia ini tidak akan cukup untuk menampung amarah dan kekecewaan

Akan menguasai diri gadis itu, yang hanya ingin menjaga keselamatan Jansen, pria yang diam-diam mulai ia cintai.

Beberapa orang mengawasi di belakang Lorenza, namun kejadian mengejutkan yang mereka bayangkan tidak terjadi. Justru sebaliknya, saat ini Dony lah yang terluka, bahkan kedua temannya pun mengalami hal yang sama. Situasi ini cukup membingungkan dan mengejutkan, bahkan bagi Lorenza sendiri. Tetapi, dia segera teringat bagaimana saat itu Jansen mampu mengalahkan puluhan preman seorang diri. Sadar bahwa dirinya terlalu khawatir, ia bergegas mendekati Jansen dan menatapnya sambil mencari tanda luka. Tidak menemukan bekas pukulan atau memar, Lorenza lega dan menghela nafas lega.

1
Pakde
lanjut thor
Pakde
up
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!