Alea, wanita tangguh berusia 25 tahun, dikenal sebagai bos mafia paling ditakuti di Itali. Dingin, kejam, dan cerdas—tak ada yang bisa menyentuhnya. Namun, sebuah kecelakaan tragis mengubah segalanya. Saat terbangun, Alea menemukan dirinya terjebak dalam tubuh seorang gadis SMA berusia 16 tahun bernama Jasmine—gadis cupu, pendiam, dan selalu menjadi korban perundungan di sekolah.
Jasmine sendiri mengalami kecelakaan yang sama... namun jiwanya menghilang entah ke mana. Kini, tubuh rapuh Jasmine dihuni oleh jiwa Alea sang bos mafia.
Dihadapkan pada dunia remaja yang asing dan penuh drama sekolah, Alea harus belajar menjadi "lemah"—sementara sisi kelam dan insting mematikan dalam dirinya tak bisa begitu saja dikubur. Satu per satu rahasia kelam tentang kehidupan Jasmine mulai terkuak—dan sepertinya, kecelakaan mereka bukanlah sebuah kebetulan.
Apakah Alea bisa bertahan di tubuh yang tak lagi kuat seperti dulu? Atau justru Jasmine akan mendapatkan kekuatan kedua untuk membalas semua lu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinata Ochie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 – Penyergapan Senyap
Di ruang rapat markas bayangan, Alea dan para pengikutnya mulai mengatur strategi, Tasya menyalakan mesin hologram yang memperlihatkan seorang pria paruh baya yang memakai kacamata dan juga janggut yang panjang berwarna putih. Ia adalah Dokter Alvin Winters, seorang ahli teknisi tingkat menengah di sigma. yang bertugas pada divisi resonansi sinyal jiwa. Lalu Zora mulai menjelaskan sedikit tentang dokter Alvin Winters.
"Sebenarnya dia bukan orang besar, tapi dia pegang akses ke protokol Menara Resonan. Kita culik dia, kita tahu cara buat Sigma buta." Jelas Zora.
Lalu Leo menambahkan penjelasan lain soal tempat tinggal dokter Alvin Winters.
"Dia tinggal di perumahan elit bawah kendali Sigma. Pengamanan sangat ketat, tapi jam makan siangnya, dia jalan kaki ke kafe buku yang sama tiap Rabu." ucap Leo.
"Hmmm, kalau begitu kita culik dia pada saat jam makan siang di kafe itu, dengan rapih tanpa meninggalkan jejak juga tanpa ada korban sipil" ucap Alea.
Semua yang hadir pada pertemuan itu mengangguk paham. Dan rencana penculikan pun di susun dengan rapih.
Alea menjelaskan secara terperinci semua tugas yang akan ia berikan pada mereka.
"Zora memantau sistem keamanan digital, menonaktifkan CCTV dan memanipulasi lalu lintas data, kau siap dengan itu" tanya Alea.
"Aku selalu siap Queen" jawab Zora.
"Bagus"
"Naya kau ciptakan gas bius ringan untuk memperlambat reaksi Dr. Alvin tanpa mencolok" Naya mengacungkan jempolnya sambil tersenyum.
"Sedangkan kalian Raka dan Rico menyamar sebagai pasangan muda yang duduk di kafe" mereka berdua saling bertatapan, Zora tersenyum sambil ditutup oleh tangannya.
"Maksud nya apa nih kok jadi pasangan, kamu gan nyuruh kita jadi pasangan gay kan" protes Raka.
"Cuma pura pura dan sementara aja, kalian gak perlu mesra kok, cukup terlihat ngobrol santai aja, gak bakal aku suruh check-in" tegas Alea.
Zora yang sejak tadi tersenyum tak dapat menahan lagi, ia tertawa terbahak melihat kebingungan kedua pria itu.
Alea melirik pada Zora, dan wanita itu langsung terdiam.
"Terimakasih, kita lanjutkan" Alea memberi tugas pada Tasya untuk memutus semua komunikasi di perimeter. Dan Alea sendiri bersama Leo akan menunggu di mobil untuk menjemput dokter Alvin dan membawanya pergi.
"Kalian harus tau inii bukan tentang menang gaya mafia. Ini tentang presisi. Sekali gagal, kita diburu seluruh jaringan Sigma." Tegas Alea. Mereka mengangguk dan akan menjalankan tugas masing-masing dengan baik.
Setelah pertemuan selesai Naya bergegas membuat obat bius untuk besok, ia pergi ke lab miliknya dulu di sebelah ruang pertemuan.
"Mau ku temani" tanya Raka.
"Gak usah, aku terbiasa sendiri, kalau di temani malah kacau" ucapnya. Raka pun meninggalkan Naya sendirian di Lab. Ia pergi ke kamarnya untuk beristirahat.
Pada hari yang sudah di tentukan, mereka bersiap untuk pergi ke kafe La Viere, dan beruntung nya mereka cuaca hari ini sangat mendukung. Rico dan Raka sudah berada di dalam kafe, mereka duduk di tempat yang lumayan strategis, sehingga bisa melihat ke seluruh kafe, suasana dalam kafe nampak tenang, musik klasik yang berkumandang menambah kehangatan bagi setiap pengunjung yang datang. Raka dan Rico yang menyamar menjadi siswa SMA yang sedang belajar di kafe itu. Tak lama Dr. Alvin masuk ke dalam kafe, ia duduk di tempat biasanya, memesan secangkir teh dan sandwich untuk makan siang.
"Ok guys, CCTV dialihkan. Empat menit sebelum back-up aktif lagi. Jalan." seru Zora melalui earphones nya. Setelah mendengar ava aba dari Zora mereka mulai beraksi. Raka beranjak dari kursinya, berjalan ke arah meja Dr. Alvin ia berpura-pura menjatuhkan buku ke dekat meja Arvind. Saat pria itu membungkuk untuk membantunya, Rico menyuntikkan cairan bius halus ke pergelangan tangannya, terasa seperti gigitan nyamuk.
"Ooh kenapa ini, tiba-tiba kepala ku pusing" ucap Dr. Alvin.
Rico dengan cepat menahan tubuh Dr. Alvin agar tak menimbulkan kecurigaan. Perlahan namun pasti Rico membawa Dr. Alvin keluar dari kafe.
"Maaf ayah saya tiba-tiba tak enak badan, bisa tolong bukakan pintunya, terimakasih" Rico berpura-pura menjadi putra Dr. Alvin agar tak di curigai oleh para pengunjung juga pelayan kafe.
"Cepat masuk ke mobil" Seru Alea saat melihat Rico keluar dari kafe.
Celakanya rencana mereka di ketahui oleh sigma, setelah mereka keluar dari kafe, suara alarm berbunyi, para penjaga sigma memasang alarm pada tubuh Dr. Alvin, jadi jika terjadi sesuatu yang akan membahayakan sigma makan alarm itu akan berbunyi. Alea langsung menancap pesal gasnya, ia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.
"Mereka mengejar kita, mobil pengintai ke arah barat!" Seru Leo.
"Potong ke arah kanal selatan. Siapkan kabut asap!" perintah Alea.
"Baik" jawab Zora.
Zora menekan tombol, kabut asap tebal keluar dari knalpot mobil, membutakan pandangan mobil yang mengejar mereka. Lalu Tasya meluncurkan bom suara kecil untuk mengalihkan perhatian mereka. Alea dan timnya berhasil lolos, mobil mereka meluncur ke kanal, menuruni jalur air kecil, lalu masuk ke terowongan bawah tanah rute rahasia dari peta lama Alea.
"Fuuuih akhirnya kita berhasil" Raka lega.
"Jangan senang dulu, kita baru saja mulia" ucap Alea datar. Naya membopong Dr. Alvin ke sebuah kamar di dalam markas rahasia. Ia merebahkan Dr. Alvin di atas nakas.
"Kita tunggu sampai ia sadar, baru setelah itu kita korek informasi darinya" mereka mengangguk lalu meninggalkan kamar itu.
"Bukankah ini sudah terlalu lama, apa dia sudah siuman" Tasya melirik jam tangannya.
"Bawa dia kemari lalu ikat di kursi" Perintah Alea. Dr. Alvin di ikat kaki dan tangannya pada kursi, tak lama ia pun terbangun dan merasakan kepalanya sedikit pusing, Dr. Alvin melihat ke sekeliling ruangan yang nampak asing baginya.
"Tenang, Dokter, kami tidak ingin menyakiti mu, kami ingin tahu bagaimana cara membebaskan Cecilia dan menghancurkan menara Resonan." Alea berdiri tepat di hadapan Dr. Alvin. Dengan wajah pucat dan tubuh yang gemetar Dr. Alvin menatap bingung ke arah Alea.
"Cc Cecilia, bagaimana kalian tahu tentang Prototipe Alpha? Mustahil…" Dr. Alvin tergagap.
"Aku adalah A-01, aku tau lebih banyak dari yang kau kira" Alea menunjukkan bekas luka goresan pada punggungnya, sisa dari sambungan kabel resonansi.
Dr. Alvin sangat terkejut subjek legendaris pertama ternyata masih hidup, dan akhirnya ia pun mulai menjelaskan segalanya pada Alea.
"Kalian hanya punya satu cara: menyerang pusat relay Menara. Tapi hati-hati, AI itu tidak hanya mengontrol teknologi. Ia juga bisa mengacaukan pikiran siapa pun yang terhubung dengannya." Ia menjelaskan bahwa Menara Resonan dikendalikan oleh Sistem Utama ERLA, AI buatan Sigma yang menjadi otak semua transmisi jiwa.
...****************...
Setelah mendengarkan penjelasan dari Dr. Alvin, mereka pun mulai menyusun rencana baru, Zora mengantarkan Dr. Alvin ke kamar untuk beristirahat, namun setelah ia kembali ke ruang pertemuan, ia mendapatkan email dari mata mata yang ada di sigma yaitu V.
“Bagus. Kalian berhasil. Tapi awas ada pengkhianat di antara kalian.” bunyi pesan itu. Zora menunjukan pesan itu pada Alea tanpa di ketahui oleh anggota yang lain.
"Berarti mereka sudah menanam mata-mata sebelum kita bangkit" Ucap Alea dingin. Lalu Alea meminta Zora untuk menyoroti kamera pada semua anggota yang ada di sana, sampai Zora berhenti pada satu wajah yang tersenyum di pojok ruangan, dengan senyum yang penuh arti dan mencurigakan.