NovelToon NovelToon
Dijual Untuk Hamil Anak Ceo

Dijual Untuk Hamil Anak Ceo

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Liana Antika , seorang gadis biasa, yang di jual ibu tiri nya . Ia harus bisa hamil dalam waktu satu bulan. Ia akhirnya menikah secara rahasia dengan Kenzo Wiratama—pewaris keluarga konglomerat yang dingin dan ambisius. Tujuannya satu, melahirkan seorang anak yang akan menjadi pewaris kekayaan Wiratama. agar Kenzo bisa memenuhi syarat warisan dari sang kakek. Di balik pernikahan kontrak itu, tersembunyi tekanan dari ibu tiri Liana, intrik keluarga besar Wiratama, dan rahasia masa lalu yang mengguncang.

Saat hubungan Liana dan Kenzo mulai meluruhkan tembok di antara mereka, waktu terus berjalan... Akankah Liana berhasil hamil dalam 30 hari? Ataukah justru cinta yang tumbuh di antara mereka menjadi taruhan terbesar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 17

Kakek Wiryo membaca dengan seksama hasil tes DNA yang diberikan oleh Tio. Jemarinya yang sudah mulai keriput menggenggam erat lembaran itu, dan matanya menyipit, berusaha menyerap setiap detail angka dan keterangan yang tertera di sana. Ada ketegangan yang nyata di wajahnya. Nafasnya terasa berat, dadanya sesak. Ia menghela napas panjang, lalu menatap Tio dengan sorot mata tajam yang jarang muncul.

"Ini hasil yang akurat, Tio? Tidak ada rekayasa?" tanyanya dengan suara berat.

Tio mengangguk cepat, meyakinkan.

"Itu hasil yang sebenarnya, Tuan Besar. Saya sendiri yang mengawasi langsung seluruh prosesnya. Dokter yang menangani tes ini adalah ahli terpercaya. Dan... saya juga mengambil sampel ke rumah sakit lain tanpa memberi tahu siapa pun. Hasilnya sama, Tuan. Nara bukan anak kandung Tuan Arman."

Kakek Wiryo terdiam. Ia memalingkan wajah, menatap jendela di belakang meja kerjanya. Pandangannya kosong, namun pikirannya bekerja keras. Rasa kecewa, marah, dan luka bercampur menjadi satu di dalam hatinya. Ia membalikkan badan dan berjalan pelan ke arah jendela, menatap taman yang mulai diselimuti senja.

"Rinto... ternyata kau tidak sebaik yang aku pikirkan ." gumamnya lirih.

Ia menggeleng pelan, wajahnya menegang.

"Aku yang membesarkan dia. Aku beri dia tempat. Aku angkat derajatnya. Dan sekarang dia membalas semuanya dengan tipu daya seperti ini? Membawa seorang pemuda dan mengaku-ngaku cucuku, demi apa? Demi kekuasaan? Demi harta?"

Tio tetap berdiri tegak di tempatnya, menunduk sopan.

"Apa yang harus saya lakukan, Tuan?"

Kakek Wiryo menoleh perlahan. Matanya yang tajam kini tampak tenang, tapi penuh makna.

"Diam. Kita rahasiakan ini, jangan sampai ada yang tahu, apalagi Kenzo. Biarkan mereka berpikir semuanya berjalan sesuai rencana. Aku ingin lihat, sampai di mana mereka berani bermain-main dengan keluarga Wiratama."

"Baik, Tuan. Akan saya jaga rapat-rapat."

"Dan satu lagi," suara Kakek Wiryo terdengar semakin tegas. "awasi pergerakan mereka jangan sampai lengah, kalau mereka mulai mencoba mengambil alih apa yang bukan hak mereka... aku sendiri yang akan bertindak. Tak akan ada ampun, Tio."

Tio mengangguk mantap. "Siap, Tuan Besar."

Kakek Wiryo memejamkan mata sejenak. Di balik usia tuanya, batinnya masih kuat, masih siap berperang demi kehormatan keluarga. Sekarang bukan soal Nara semata, tapi tentang siapa yang pantas dan layak menyandang nama besar Wiratama.

*

*

*

Rinto menutup pintu ruang kerja dengan tenang, lalu berjalan menuju ruang keluarga di rumah mereka. Senyum licik masih menggantung di wajahnya, seolah beban bertahun-tahun telah terangkat dari pundaknya. Di sofa panjang berlapis beludru coklat itu, Rina—istri yang setia menemaninya dalam setiap rencana kotor dan ambisi yang membara—tengah menyeduh teh sembari menonton tayangan di tv.

"Semua sudah berjalan sesuai rencana," ucap Rinto datar, namun penuh arti. Ia menjatuhkan tubuhnya ke sofa dan mengambil cangkir teh dari tangan Rina.

Rina menoleh cepat, alisnya terangkat. “Maksudmu, Nara... sudah diterima?”

Rinto mengangguk dengan tenang. “Bukan hanya diterima. Keluarga Wiratama menyambutnya seperti pahlawan. Bahkan Arman sampai memeluknya di depan semua orang.”

Rina menyipitkan mata, lalu tersenyum puas. “Jadi mereka benar-benar percaya kalau dia anak Arman?”

“Betul,” jawab Rinto sambil menyesap teh. “Padahal, darah Arman sama sekali tidak mengalir di tubuh Nara.”

Rina menutup mulutnya, nyaris terkejut. “Rinto... kamu yakin ini aman? Kalau sampai mereka tahu hasil sebenarnya—”

“Aku sudah urus semuanya,” potong Rinto cepat. Tatapannya tajam. “Tes DNA itu hanya kita yang tahu hasil aslinya. Aku suruh semua dokter itu  diam dan memberikan laporan palsu. walaupun mereka mencari tahu lebih dalam, aku punya cadangan cerita. Kita hanya perlu satu hal—waktu mengambil celah terbaik  mengalihkan harta kekayaan wiratama menjadi milik kita.”

Rina terdiam sejenak, lalu menatap suaminya dengan rasa takjub. “Kamu gila. Tapi aku suka. Setelah semua penghinaan keluarga wiratama itu terhadap kita, akhirnya... kita punya satu kaki di dalam rumah mereka.”

Rinto menggenggam tangan Rina. “Ini belum selesai, sayang. Tapi ini awal kemenangan kita. Nara akan menjadi alat. Dan kalau semua berjalan lancar, kekuasaan keluarga Wiratama bisa kita pegang.”

Rina mencium punggung tangan suaminya dan tersenyum penuh percaya diri.

“Aku akan pastikan Nara tidak menyadari satu pun rencana kita. Ia terlalu polos, terlalu haus kasih sayang orang tua. Dan itu akan jadi titik lemahnya.”

Rinto tertawa pelan. “Dan itu akan jadi kekuatan kita.”

Dua pasang mata itu saling bertaut, bersatu dalam keserakahan dan dendam yang telah mereka pelihara lama. Rumah tangga yang dibangun bukan dengan cinta, tapi dengan rencana, kini menemukan momentumnya untuk membalas dendam yang selama ini mereka pendam dalam diam.

Dan permainan baru saja dimulai.

Sementara itu, di sudut kota yang sepi, sebuah apartemen mewah berdiri tegak di antara deretan gedung-gedung tinggi. Di lantai delapan, seorang pemuda tengah termenung di balik jendela besar yang menampilkan pemandangan malam Jakarta yang gemerlap. Itulah Nara.

Ia duduk di sofa ruang tengah, mengenakan kaos abu-abu dan celana pendek. Sebuah mug kopi yang sudah dingin berada di atas meja kecil di depannya. Matanya menerawang, menatap kosong ke luar jendela. Di tangannya, tergenggam selembar foto lama—foto dirinya saat masih kecil, digendong oleh seorang wanita paruh baya yang tak pernah diketahui siapa nama aslinya.

“Bu Manda…” bisik Nara pelan, menyebut nama pengasuh yang dulu merawatnya.

Ia mengingat dengan jelas masa-masa kecilnya. Ketika ia pertama kali dibawa oleh pamannya—Rinto—ke apartemen ini. Namun anehnya, bukan Rinto yang tinggal bersamanya, melainkan wanita yang diperkenalkan hanya sebagai ‘Bu Manda’. Wanita itu merawatnya seperti anak sendiri, mengajarinya membaca, memasak, dan bahkan melindunginya dari rasa sepi di tengah malam. Tapi setiap kali Nara bertanya tentang ayah dan ibunya, Bu Manda selalu menjawab, “Tunggu saatnya, Nak. Akan tiba waktunya kamu tahu semuanya.”

Kini, ia sudah dewasa. Rinto memberinya kebebasan. Ia tinggal sendiri, mandiri, punya pekerjaan, dan sekarang malah disambut oleh keluarga besar yang katanya—adalah keluarganya sendiri. Tapi... mengapa hatinya justru terasa semakin hampa?

Ia menatap pantulan wajahnya di kaca jendela. “Papa... apakah benar pak Arman itu papa ku?” gumamnya lirih.

Pikirannya kembali ke momen saat ia berdiri di depan keluarga Wiratama, disambut pelukan seorang pria yang disebut sebagai ayah kandungnya. Tapi mengapa...ia  tidak merasakan adanya ikatan batin ? Tidak ada rasa yang timbul dari pelukan itu? Bahkan wajah lelaki itu asing bagi hatinya.

Ia menghela napas panjang, bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke kamar. Di dinding, tergantung lukisan sederhana peninggalan sang mama—Laras. Satu-satunya warisan kenangan yang selalu ia bawa ke mana pun.

“Mama, kalau memang papa aku bukan dia... siapa sebenarnya dia? Kenapa mama pergi tanpa sempat memberitahuku apa pun?”

Pertanyaan demi pertanyaan berputar di kepala Nara, seperti pusaran yang tak kunjung reda.

Sementara di tempat lain, ada rencana besar yang melibatkan namanya, warisan besar yang diperebutkan, dan kebohongan yang sedang dipelihara.

Dan Nara... masih duduk di tengah apartemennya, memegang secarik kenangan, tidak tahu bahwa dirinya hanyalah pion dalam permainan yang sedang dimainkan oleh orang-orang yang seharusnya ia sebut sebagai keluarga.

FLASHBACK – 10 Tahun Lalu, Pegunungan Lembah Asri

Liburan itu seharusnya menjadi momen bahagia. Udara dingin menyelimuti pegunungan, angin bertiup lembut di antara pohon pinus, menciptakan suasana yang tenang. Laras, Rinto, Rina, dan Nara kecil menikmati hari itu dengan tawa.

"Nara, jangan jauh-jauh, Nak," seru Laras lembut sambil mengejar putranya yang berlari ke arah tebing kecil.

Tiba-tiba—

"Naraaa!" teriak Laras panik ketika melihat bocah itu tergelincir.

Tanpa pikir panjang, Laras berlari dan meraih tubuh anaknya. Tapi karena tanah di sekitar mereka licin, keduanya kehilangan keseimbangan.

“Byuuuk!”

Tubuh Laras dan Nara menggelinding keras menuruni lereng pendek yang dipenuhi bebatuan. Laras berusaha melindungi anaknya dengan memeluknya erat. Namun, saat keduanya menghantam tanah, suara benturan terdengar sangat keras. Kepala Laras terbentur keras pada batu, begitu juga dengan kepala Nara.

Rinto dan Rina yang berlari dari kejauhan, hanya bisa berteriak histeris saat melihat tubuh Laras tergeletak tak bergerak, dan Nara menangis keras dengan darah mengalir dari pelipisnya.

Nara terbaring di ranjang UGD dengan perban di kepalanya. Matanya terbuka, tapi ia terlihat bingung. Tak ada kata-kata yang keluar, hanya tatapan kosong.

Di ruangan berbeda, Laras sedang koma. Dokter memberitahu Rinto, “Kami sudah melakukan segala yang kami bisa, Pak. Tapi kondisi Bu Laras sangat kritis. Benturan di kepala menyebabkan pendarahan hebat.”

Tak lama kemudian, monitor jantung Laras berbunyi panjang. Laras meninggal dunia malam itu. Rinto segera menguburkan Laras tanpa Nara tau hal itu.karena kondisi Nara tak memungkinkan untuk ikut ke pemakaman.

Dan di hari berikutnya Nara bingung dengan keadaannya sekarang.

“Siapa… siapa Mama…ma..?” tanya Nara dengan tangis yang tertahan, sambil menatap Rina dan Rinto.

Rina langsung menatap Rinto dengan panik. “Rinto… dia…”

“Tenang, Nara… kamu aman. Kamu tidak perlu ingat apapun sekarang,” jawab Rinto cepat, mencoba menenangkan sambil menyembunyikan kegugupan.

Dokter menyatakan bahwa Nara mengalami amnesia parsial akibat benturan di kepalanya. Kenangan-kenangan masa kecilnya bersama Laras hilang, yang tersisa hanya sedikit fragmen samar, bahkan nama lengkap Laras pun seolah terhapus dari pikirannya. Tapi Nara kecil hanya mengingat mama nya saja.

Setelah Nara sembuh Rinto dan Rina memutuskan untuk tidak membawa Nara tinggal di rumah besarnya. Sebaliknya, ia menempatkan Nara di sebuah apartemen kecil, diasuh oleh seorang wanita bayaran bernama Bu manda yang bertugas merawat dan mengawasi Nara hingga ia tumbuh mandiri. Disanalah Rinto Memulai rencananya.

Selama bertahun-tahun, Nara tumbuh dalam pengawasan, tapi tak pernah tahu siapa orang tua kandungnya. Ia hanya tahu bahwa ibunya telah tiada, dan Rinto adalah sosok yang selalu membantu—meski tak pernah benar-benar menunjukkan kasih seperti ayah kandung.

KEMBALI KE MASA KINI

Nara menatap kaca jendela apartemennya, menggenggam kotak kayu kecil berisi benda-benda lama. Salah satu foto lama yang terselip memperlihatkan sosok wanita yang samar yang ia kenali adalah Laras mama nya —sosok yang kerap hadir dalam mimpinya tapi tak pernah bisa ia ingat jelas.

“Siapa aku  sebenarnya, Ma?” bisiknya.

Sebuah getaran tak nyaman menyelinap di dadanya. Ada sesuatu yang salah… sesuatu yang belum pernah diberitahukan padanya.

1
watashi tantides
Nyesel ya pak gara gara nikah lagi😔 Kasian nasib Liana anak kandungnu pak😭
watashi tantides
Sakit banget💔😭 Liana 🫂
watashi tantides
Semoga Kenzo jatuh cinta ke Liana🥰 maaf Claudia istri sah itu semua karna kamu yang mepersatukan Kenzo dan Liana dan yang terlalu tega ke mereka😔
watashi tantides
Sakit banget💔😭
watashi tantides
Please ini mengandung bawang😭
watashi tantides
Mulai tumbuh benih sayang Kenzo ke Liana🥹🤍
Mira j: trimakasih KK dah singgah 🙏🏻💞
total 1 replies
watashi tantides
Liana😭❤️‍🩹
watashi tantides
Liana😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!