Novel ini berkisah tentang seorang pemimpin pemerintah bereinkarnasi ke dunia fantasi, namun keadaan di kehidupan barunya yang penuh diskriminasi memaksanya untuk membangun peradaban dan aturan baru...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iimnn saharuddin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3.1
Setelah lama berbincang dan menjelaskan cara kerja alat temuanku ini, Gundrik menatap rancangan yang kubawa dengan pandangan yang penuh perhatian. Wajahnya yang awalnya penuh pertanyaan kini perlahan mulai berubah, matanya membesar dan napasnya tertahan sejenak. Lalu, ia bersandar pada kursinya dan menggeleng pelan.
"Tuan Muda, bagaimana bisa anda merancang sesuatu yang serumit ini?" ucapnya curiga, seolah masih tak percaya kalau aku yang telah merancang nya. "Selama puluhan tahun aku menjadi pengrajin, belum pernah aku melihat rancangan seunik ini. Jujur saja, ini bukan sekadar ide biasa loh."
Aku tahu dia terkesan, tapi kurasa ia juga masih menyimpan sedikit keraguan. Aku harus meyakinkannya sepenuhnya.
"Aku menghabiskan waktu tiga tahun untuk menyempurnakan rancangan ini, Tuan Gundrik," jawabku dengan tenang. "Sejak kecil aku memang senang membuat benda-benda aneh, dan kebiasaan itu, entah bagaimana membawaku pada alat ini."
Ia mengangguk perlahan, matanya tak lepas dari kertas di tangannya.
"Aku juga sempat mendengar kalau anda adalah orang yang sama yang telah membantu Marsel saat berlayar kesini. Aku hanya sedikit menyarankan kepada Anda agar tidak terlalu mencolok didunia luar. Itu sangat berbahaya jika orang-orang dari penjuru dunia tau jika ada anak jenius yang bisa mengalahkan orang dewasa pada umumnya"
Aku menatapnya kebingungan. "Bagaimana jika mereka tau"
"Sepertinya anda tidak terlalu mengerti dengan dunia luar. Dunia ini, walaupun para penyihir atau non-manusia dibenci dan diburu. Jika mereka memiliki pengetahuan dan kemampuan yang bisa dimanfaatkan, mereka akan menjadikannya sebagai budak dan bahan penelitian."
Aku diam sejenak. Kata-katanya menambah potongan-potongan realita dunia ini yang semakin kusadari... keras dan kejam.
Gundrik menyadari lamunanku dan mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kalau boleh saya tahu, Tuan Muda... kapan alat ini perlu mulai dikerjakan?"
"Tergantung waktu Anda, Tuan Gundrik," jawabku. "Kalau Anda ada waktu luang, silakan mulai kapan saja. Tapi kira-kira... berapa lama waktu yang Anda perlukan?"
Ia mengelus janggutnya yang berwarna putih lalu berpikir sejenak.
"Karena ini pertama kalinya saya membuat alat semacam ini, mungkin akan memakan waktu sekitar satu minggu. Tentu saja saya akan berusaha secepat dan seteliti mungkin."
"Seminggu?, baiklah. Saya percayakan semuanya pada anda, Tuan Gundrik."
Ia menunduk sedikit dengan tulus dan hormat. "Terima kasih atas kepercayaan anda, Tuan Muda. Terus terang, saya merasa terhormat bisa membantu Anda. Sudah lama desa ini tidak kedatangan seseorang dengan visi dan ide sebagus ini. Saya harap, anda bisa membawa perubahan yang baik untuk desa inj."
Aku tersenyum. "Saya akan berusaha sebaik mungkin."
"Kalau begitu, saya pamit dulu. Jangan paksakan diri, Tuan Gundrik, lakukan yang kamu bisa."
"Baik, Tuan Muda. Hati-hati di jalan. Dan juga... terima kasih telah mempercayakan proyek ini kepada saya."
Raka meninggalkan tempat pengrajin dan didalam masih terlihat Gundrik masih terpaku pada gambar rancangan yang ada di hadapannya.
"Ini... sangat sempurna. Anak itu punya potensi jadi pemimpin desa di masa depan. Marsel... dari mana kau membawa bocah ini gila ini?"
Dia berdiri dan menempelkan gambar itu di dinding.
“Dia baru tiba di desa ini, tak butuh waktu lama untuk mengatasi masalah pangan. Lalu, sekarang dia datang padaku dan meminta dibuatkan alat ini demi irigasi pertanian. Dia benar-benar tahu caranya menggunakan posisi dengan bijak.”
Gundrik tersenyum kecil, meski ada rasa keraguan yang sulit dia sembunyikan.
“Kalau saja Marsel menunjukku jadi kepala desa. Aku bahkan tak punya ide sehebat ini.”
Tiba-tiba suara pintu dari dalam terbuka pelan.
“Ayahhh... Alat yang ayah minta sudah aku selesai kan. Ayah? Apa yang sedang Ayah lihat itu?”
Anak itu mendekat penasaran dan menatap gambar rancangan yang menempel di dinding.
“Dari mana Ayah dapat ini? Apa Ayah yang membuatnya?” tanya anak itu.
“Bukan, ini rancangan dari kepala desa yang baru,” jawab Gundrik dengan suara dalam.
“Bukannya dia masih seumuran denganku? Gimana bisa dia merancang ini?”
“Karena dia jenius, Nak…”
Malam hari, di ruang kepala desa.
Lampu minyak menyala redup. Raka duduk di depan meja yang dikelilingi kertas penuh coretan, diagram, dan catatan.
Malam ini aku harus menyusun sistem dasar desa ini. Aturan kerja, pembagian tugas, dan strategi pengolahan hasil panen.
Kertas sangat terbatas, jadi aku meminta bantuan Marsel untuk menyampaikan semua rencana ini langsung ke masyarakat.
Masalah pertanian sedikit demi sedikit muali membaik. Aku tinggal menunggu alat dari Gundrik selesai. Semoga dia tak keberatan dengan permintaan yang mendadakku itu.
Tapi sekarang, ada masalah lain.
Aku butuh solusi untuk menyimpan hasil panen dalam waktu lama. Singkong sangat melimpah di sini, tapi cepat busuk.
Aku mengingat sesuatu dari kehidupanku sebelumnya. Singkong bisa diolah jadi tepung, itu adalah bahan makanan pokok yang bisa diproduksi massal.
“Sistem.”
“Ya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?”
“Berikan aku pengetahuan tentang pengolahan makanan. Aku ingin membuat sesuatu dari singkong.”
“Sesuai permintaan anda, pengetahuan diberikan ke ingatan tuan."
Bagus. Sekarang tinggal memilih siapa yang akan bertanggung jawab di bidang ini.
Beberapa jam kemudian...
Akhirnya selesai. Tapi, kenapa perasaanku tak enak, ya? Tuan Marsel belum kembali, padahal harusnya dia sudah lama tiba.
Tok… tok… tok…
Suara ketukan pintu menghancurkan lamunanku.
“Tuan muda, maaf mengganggu... Ada masalah di area pertanian.”
“Apa?!”
Aku berlari ke ladang pertanian dan menemukan semuanya sudah porak-poranda. Tanaman hancur dan tanah tercabik-cabik.
“Apa yang terjadi di sini!?”
Marsel mendekat, napasnya terasa berat dan wajahnya terlihat cemas.
“Tuan muda… ladang kita diserang oleh Mahkluk Iblis.”
“Makhluk Iblis? Apa itu?”
“Itu hewan yang sudah terinfeksi darah Iblis. Ini pertama kalinya Mahkluk itu muncul di pulau ini.”
“Jika begitu, bagaimana bisa mahkluk itu bisa ada disini?” tanyaku.
Marsel menunduk. “Aku rasa ada seseorang yang mengendalikannya. Seseorang sedang mengawasi kita di desa ini.”
“Selidiki semua orang. Tanpa terkecuali. Aku ingin tahu siapa yang sedang mengawasi kita. Setelah itu temui aku di ruanganku.” Perintahku dengan tegas.
“Baik, Tuan Muda.” Jawab semua orang yang mendengarnya.
Beberapa jam kemudian, di ruang kepala desa
Aku mencoba menganalisis kejadian barusan.
Marsel bilang itu pertama kalinya mahkluk itu muncul dipulau ini. Apalagi mahkluk itu hanya berfokus menyerang ladang pertanian. Ada sesuatu yang tidak beres.
Marsel masuk dan duduk tenang di hadapanku, dia tampak tegang setelah melihat Raka yang sedang berpikir dengan serius.
Ini pertama kalinya desa mengalami kejadian seperti ini. Aku juga merasa, lokasi kita sudah bocor. Padahal pulau ini sangat jauh dan terpisah dari daratan utama.
Tok... tok...
“Masuklah.” Perintahku.
Lima orang penduduk membawa tiga orang yang tangannya terikat.
“Tuan muda, kami menemukan dalang dari kekacauan ini.”
Salah satu dari mereka menyerahkan tumpukan surat ke Marsel, lalu diserahkan padaku. Di antara surat-surat itu, satu lembar menarik perhatianku.
"Aku merasakan mana sihir yang familiar dari surat itu" Guman dalam hati Marsel.
Setelah memeriksa surat itu, aku merasa ada yang aneh dengan isinya, “…Tunggu. Surat ini...”
“Ada apa, Tuan?” sontak Marsel.
Salah satu tahanan tertawa dingin. “Kalian semua akan tamat. Besok malam, anggota kami akan datang menghabisi seisi desa ini.”
Marsel langsung memberi perintah, “Bawa mereka pergi! Pastikan mereka tak bisa kabur!”
“Baik, Tuan!” jawab ketiganya bersamaan kemudian pergi.
"Tuan muda, ada apa dengan isi suratnya?" tanya Marsel sambil memerhatikan surat yang aku baca.
"Ini... Ini... Mereka sedang menuju ke sini."
"Apa?!" sontak Marsel kaget.
itu typo ya, seharusnya seperti ini, aku ingin kita semua membangun sebuah desa di bagian sana atau belah sana
typo ya bang?
emosi nya masih belum terasa, itu membuat pembaca belum menghayati dan mengikuti alur secara mendalam. juga pacing nya terlalu cepat, transisi pergantian tempat dan juga suasana masih terlalu tiba-tiba, dari sampai, antri tiket, sampai gudang, dan juga pergantian siang ke malam terlalu tiba-tiba... jadi tambahkan sedikit emosi dibagian awal cerita agar pembaca memiliki kesan pertama yg bagus, juga pacing yang sedikit di perpanjang