Li Bao Jia, Selir Pertama Putra Mahkota Dinasti Ming, dicopot gelarnya serta di cerai oleh sang putra mahkota setelah melahirkan putra pertama mereka karena dituduh melakukan kudeta terhadap kerajaan.
Ayahnya yang merupakan mantan Jenderal peperangan sejak zaman kepemimpinan Raja sebelumnya di tuntut hukuman mati.
Bao Jia yang baru saja kembali ke kediamannya dengan berbagai macam hinaan dan cemoohan, tiba-tiba mendapatkan serangan dari pasukan kerajaan, semua anggota keluarganya dan pengikut setia ayahnya dibantai.
Adik kesayangannya, Li wang-shu dibunuh dengan kejam, sementara di detik-detik terakhir hidupnya Ia melihat, Pamannya, Li Tuo-li tersenyum dan berkata, "Akhirnya Kamu yang terakhir. selamat tinggal ****** kecil!"
Diantara hembusan nafas terakhirnya, Bao Jia bersumpah, Jika Ia bisa mengembalikan waktu, maka Ia tidak akan pernah menjadi selir putra mahkota, Ia akan mendengarkan nasihat Ayahnya dan tetap bersama keluarganya.
'Tolong Beri Aku kesempatan!' jeritnya dalam hati!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maufy Izha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Bertemu Huan-Ran
Huang Fu menatap salep luka yang ada di hadapannya dengan wajah suram. Jadi, benar-benar dikembalikan seperti tebakannya?
"Ya sudah. Aku hanya berbaik hati. Jika Dia tidak mau, itu bukan salahku. Buang saja salep itu!"
"Tapi, salep luka ini sangat jarang di produksi, hanya keluarga Kerajaan yang memilikinya, Yang Mulia, apa benar mau di buang?"
Ujar Kasim Yan Ling dengan penuh hormat.
Wang Huang-Fu memalingkan wajahnya. Ia tahu itu. Tapi, mengingat penolakan Bao Jia membuatnya merasa terhina hingga setiap melihat botol salep itu amarahnya kembali menguar.
"Terserah Kau saja. Kau saja yang simpan kalau begitu"
"Baik Yang Mulia Putra Mahkota"
Kasim Yan Ling mengangguk patuh.
Beberapa hari kemudian, Kondisi Bao Jia semakin menurun. Hingga tabib istana harus memeriksanya setiap hari secara rutin.
Bao Jia mengalami penurunan nafsu makan yang cukup parah. Hanya bisa memakan buah persik, pir, dan buah yang banyak mengandung air saja. Sementara, kehamilan muda haruslah terpenuhi nutrisinya.
"Nyonya, kondisi Anda benar-benar tidak baik. Anda yakin tidak ingin memberitahu pihak istana, terutama Yang Mulia Putra Mahkota?"
"Tidak, jangan. Berikan saja aku supplement untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi untuk kandunganku. Saya yakin bahwa Saya akan baik-baik saja"
"Tapi Nyonya.."
"Tolong Tuan Tabib... Saya benar-benar tidak apa-apa. Saya akan baik-baik saja selama mengkonsumsi supplement dan Saya akan berusaha memakan sesuatu yang lain selain buah"
"Anda harus berjanji, Nyonya"
"Saya berjanji"
Mendengar ucapan Bao Jia, Tabib istana itu hanya menghela nafas berat seraya menggelengkan kepalanya. Ia sejujurnya masih tidak memahami, kenapa Selir Li bersikeras untuk menanggung semua ini sendirian, padahal Dia adalah istri seorang Putra Mahkota, menantu pilihan Kaisar dan Permaisuri.
Setelah Tabib istana itu pergi, Bao Jia tidak lagi ingin berbaring. Ia memanggil Liang Yi yang menunggu di luar kamarnya.
"Bibi Yi..."
"Saya, Nyonya"
Liang Yi segera masuk menghampiri Bao Jia yang sedang berdiri di depan cermin.
"Aku rasa Aku membutuhkan udara segar. Apa tempat pesembunyian untuk menenangkan pikiran yang Aku minta kamu cari sudah Kamu temukan?"
"Ya Nyonya, Saya sudah menemukannya. Tempat itu adalah Paviliun Delima. menurut pelayan yang memberikan informasi tentang tempat itu, Tadinya Paviliun Delima adalah tempat tinggal Dayang Utama dapur istana, Namun semenjak Kaisar yang memerintah saat ini, Paviliun Dayang Utama dapur istana sudah di pindahkan. Sejak itu Paviliun Delima kosong. Sekarang malah ada rumor bahwa paviliun itu berhantu"
"omong kosong! Berhantu apanya!"
"Hihihi, mungkin ada yang menginginkan paviliun itu, jadi sengaja membuat gosip"
"Bisa jadi. Baiklah Ayo kita pergi kesana, Aku bosan di dalam kamar setiap hari"
"Sekarang, Nyonya?"
"Ya, Bawalah beberapa bekal buah-buahan dan makanan ringan, juga alat lukis ku"
"Baik Nyonya, Saya juga akan menyiapkan teh herbal untuk mengurangi mual"
"Hmn, boleh. Sekarang bantu Aku berpakaian"
"Baik, Nyonya"
Liang Yi dengan sigap membantu Bao Jia berpakaian lengkap dan sedikit mendandani wajahnya yang pucat.
Tak lama setelahnya, Mereka sudah bersiap untuk pergi.
Karena paviliun delima itu letaknya cukup jauh dari paviliun Persik, Laing Yi menyiapkan Tandu untuk Bao Jia. Tidak mungkin Bao Jia yang sedang kurang sehat dan juga lemah harus berjalan kaki jauh.
Saat di perjalanan, tidak disangka Mereka bertemu dengan rombongan Wang Huang-Fu yang sepertinya baru saja selesai dari pekerjaannya di istana.
Melihatnya, Liang Yi segera memberitahu Bao Jia.
"Nyonya, ada Yang Mulia Putra Mahkota"
"Hmn, jangan katakan yang sebenarnya, bilang saja Kita akan pergi ke taman istana untuk melukis".
"Baik"
"Salam hormat kepada Yang Mulia Putra Mahkota!"
Seru Liang Yi yang kemudian menunduk hormat diikuti oleh para pelayan dan pembawa tandu yang ada di belakangnya.
Wang Huang-Fu tidak mengatakan apa-apa, tapi juga tidak beranjak pergi.
Liang Yi harus mengakui bahwa Huang Fu memiliki aura pemimpin yang sangat kuat dan dominan. Siapapun yang berhadapan dengannya akan langsung merasa terintimidasi.
Sosoknya yang tinggi menjulang, badannya yang besar dan kokoh, wajahnya yang tampan tapi sangat dingin, membuat lawan bicaranya akan merasa ciut.
Melihat Bao Jia yang berada di dalam tandu tidak bergerak ataupun bersuara sama sekali, wajah Huang Fu semakin menggelap. Ia pun melirik Kasim Yan Ling yang ada di sampingnya.
Sang Kasim yang sudah mengikuti Tuannya selama bertahun-tahun, tentu sudah mengerti apa maksud Tuannya itu.
Diapun bertanya kepada Liang Yi,
"Kalian mau pergi kemana?"
"Nyonya merasa bosan di dalam paviliun setiap hari, jadi hari ini memutuskan pergi ke taman istana untuk melukis"
"Melukis?"
"Ya, Kasim Yan"
"Perlu ku temani?"
Kali ini bukan Kasim Yan Ling yang bertanya, melainkan Wang Huang-Fu. Semua orang kemudian terdiam.
Bao Jia mendengar pertanyaan Huang Fu, dan dengan tegas menjawab.
"Tidak perlu Yang Mulia Putra Mahkota, Anda pasti sangat sibuk. Jadi, silahkan lanjutkan pekerjaan Yang Mulia. Menemani Saya hanya akan membuat waktu Anda yang sangat berharga akan terbuang sia-sia"
"Kamu!"
"Bibi Yi, Mari lanjutkan perjalanan dan Beri jalan kepada Yang Mulia Putra Mahkota"
"Baik Nyonya"
"Kami mohon izin melanjutkan perjalanan Yang Mulia"
Liang Yi menunduk hormat diikuti oleh para pelayan dan pengawal pembawa tandu, kemudian berjalan meninggalkan Huang Fu dan rombongannya yang masih berdiri di sana.
"Ayo pergi"
Huang Fu melangkahkan kakinya dengan cepat karena marah.
Sementara itu, Setelah berjalan selama hampir 30 menit, Bao Jia dan rombongannya telah sampai di Paviliun Delima itu.
Liang Yi dan para pelayan dengan sigap mempersiapkan tempat dengan pemandangan terbaik untuk Bao Jia melukis dan menghabiskan waktu santai nya untuk menenangkan diri di tempat ini.
"Tempat ini sangat cantik dan unik. Berhantu apanya!"
"Hihihi, Saya juga terkejut, Ternyata Paviliun Delima secantik ini. pemandangan dari sini sungguh mempesona"
"Ya, Andai saja Aku bisa pindah kesini... Paviliun Persik, bukankah terlalu kecil dan sempit?"
"Ya, Nyonya, saya sependapat dengan Anda"
"Menantu pilihan Kaisar apanya, jelas-jelas tempat tinggal ku bahkan luasnya hanya separuh dari Paviliun mawar milik selir Liu"
"Apa Nyonya akan meminta Paviliun ini pada Kaisar?"
"Tidak perlu. Cukup jadikan tempat ini untuk menenangkan diri dan menghirup udara segar. Aku tidak ingin terlalu serakah"
"Wah-wah, markas rahasiaku sudah di tempati orang baru rupanya?"
Suara asing yang tiba-tiba terdengar membuat Bao Jia, Liang Yi dan para pelayan yang ada di sana terkejut.
"Siapa?"
Bao Jia berdiri kemudian mencari sumber suara itu.
"Hahh, Sayang sekali, Kakak ipar... Apa Kamu benar-benar melupakanku?"
Drap!
Seseorang meluncur dari atas. Bao Jia kembali terkejut, namun hanya sejenak. Ia kemudian memindai pandangannya kepada pemuda di hadapannya.
Wajahnya tidak asing. Dia tampan, tapi juga cantik, sedikit mirip dengan... Huang Fu?
Ya Tuhan.
"Wang Huan-Ran?"
"Tepat sekali! Salam hormat Kakak Iparku yang cantik, Saya Wang Huan-Ran!"
Bao Jia tercengang. Tidak mungkin, di kehidupan sebelumnya Ia tidak bertemu dengan Huan-Ran seperti ini. Bahkan hanya beberapa kali melihat adik Wang Huang-Fu ini di acara jamuan makan istana. Apa ada yang terlewatkan? Atau Ia benar-benar melupakan banyak hal? Atau kejadian ini memang tidak terjadi di kehidupan sebelumnya???
Bersambung...